Pencarian

Kamis, 27 Oktober 2022

Kiblat dan Taubat Kepada Allah

Allah telah menentukan kiblat bagi manusia untuk perjalanan taubat yang harus ditempuh dalam kehidupan di muka bumi. Bila seseorang bertaubat dengan arah kiblat yang benar maka mereka akan menemukan jalan yang lurus untuk kembali kepada Allah. Perjalanan itu bukan semata kembali kepada Allah, akan tetapi juga akan mewujudkan pemakmuran di muka bumi. Tanpa menempuh perjalanan yang benar, tidak akan terwujud pemakmuran di muka bumi karena taubat yang dilakukan kecuali hanya pemakmuran pada tampilan saja.

Tanpa arah kiblat yang benar, taubat seseorang pada dasarnya akan menimbulkan kerusakan di muka bumi dan terpotong-potongnya persaudaraan arham di antara manusia. Allah mempertanyakan kepada orang-orang yang beriman, apakah mereka telah menghitung tentang diri mereka, bahwa mereka akan menimbulkan kerusakan di bumi dan akan memotong-motong persaudaraan arham yang harus terbina di antara orang beriman.

﴾۲۲﴿فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ
Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan arham kalian?(QS Muhammad : 22)

Orang yang bertaubat hendaknya menghitung diri dalam perjalanan taubat mereka. Yang harus dihitung adalah tentang kerusakan di muka bumi yang mungkin terjadi oleh perbuatan mereka dan terpotong-potongnya persaudaraan arham yang harus terbina di antara mereka. Bila terjadi kerusakan di muka bumi dan terpotongnya persaudaraan arham di antara mereka, maka sebenarnya mereka itu telah salah dalam menempuh langkah taubat. Mereka harus memperbaiki kiblat dalam bertaubat kepada Allah.

Terpotongnya al-arham merupakan terputusnya jalinan kasih sayang di antara orang-orang beriman terutama di antara orang-orang yang mengetahui kedudukan mereka dalam Al-jamaah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW. Kaum mukminin yang demikian disebut sebagai “ulul arham”. Allah menentukan secara tertulis dalam kitabullah bahwa mereka mempunyai kedudukan yang lebih utama di antara kaum mukminin, bahkan satu ulul arham mempunyai keutamaan dibanding ulul arham yang lain. Keutamaan seorang ulul arham ditentukan menurut kedudukan mereka dalam kitabullah. Terpotongnya al-arham di antara orang beriman sebenarnya memotong keterhubungan orang-orang beriman terhadap urusan Rasulullah SAW. Karena terpotongnya al-arham, orang-orang beriman akan kehilangan hubungan dengan urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka.

Para ulul arham mengetahui manakala terjadi terpotongnya arham di antara mereka, akan tetapi seringkali kesulitan untuk menyampaikan. Seringkali orang beriman tidak bisa menyentuh arti peringatan yang disampaikan dengan sebenarnya sekalipun peringatan itu disampaikan dengan perkataan yang sejelas-jelasnya. Kebanyakan orang-orang beriman tidak memperhatikan dengan benar peringatan-peringatan yang disampaikan oleh ulul arham. Mereka tidak memahami peringatan yang disampaikan, dan mereka memilih memahami peringatan itu dengan cara pikir mereka sendiri. Seandainya seorang mukmin tetap memegang perkataan ulul arham yang tidak dimengerti itu dengan benar, tidak menutup pemahaman dengan kesimpulan dirinya, perkataan itu akan mendatangkan pemahaman yang benar pada masanya. Bila seseorang tergesa-gesa dengan pemahamannya sendiri, perkataan ulul arham itu akan tertutupi tidak terpahami. Sebagian orang beriman bahkan menutupi perkataan ulul arham itu dari umat dengan pemahaman mereka sendiri, sedangkan mereka tidak memahami. Para ulul arham itu mempunyai kesulitan yang besar untuk menjelaskan dengan benar duduk perkara yang mereka ketahui, tetapi mereka tentu telah menyampaikan dengan perkataan yang sangat jelas tentang kerusakan itu.

Terpotongnya arham itu kadangkala tampak hanya terjadi dalam skala mikro, tetapi sebenarnya merupakan kerusakan dalam skala global. Misalnya kerusakan yang mungkin tampak kecil dalam rumah tangga seseorang boleh jadi sebenarnya merupakan sumber fitnah yang paling besar bagi umat manusia. Syaitan membuat fitnah paling besar dengan memisahkan seorang perempuan dari suaminya. Hal itu bisa jadi tidak terlihat oleh kaum beriman kebanyakan, akan tetapi para ulul arham mengetahui skala kerusakan yang akan menimpa umat manusia karena kerusakan itu. Kerusakan di bumi akan terjadi tidak hanya bagi orang-orang beriman, akan tetapi akan menimpa seluruh makhluk yang ada di bumi.

Berpegang Teguh Pada Alquran

Orang yang tidak berkiblat dengan benar dalam bertaubat tidak dapat menyadari itu. Orang yang melakukan kerusakan dan memotong al-arham tidak akan dapat melihat dan mendengar kerusakan-kerusakan yang terjadi karena perbuatan mereka. Mereka tidak mengetahui buruknya keadaan mereka sendiri tanpa pemberitahuan orang lain tentang keadaan mereka. Seringkali mereka lebih mudah mengetahui kesalahan orang lain daripada keadaan mereka sendiri. Apa yang mereka lihat hanyalah kebaikan-kebaikan yang mereka perbuat di bumi, sedangkan kerusakan yang terjadi tidak dapat mereka ketahui, tersembunyi dari penglihatan dan pendengaran.

﴾۳۲﴿أُولٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.(QS Muhammad : 23)

Orang-orang beriman yang merusak bumi dan memotong-motong arham di antara mereka memperoleh laknat Allah walaupun mereka beriman. Laknat Allah menimpa mereka karena mereka pada dasarnya mengikuti syaitan. Secara fitrah, iblis syaitan hingga jin di tingkatan rendah merupakan makhluk penjaga bumi, tetapi iblis dan jin syaitan mempunyai sifat buruk yang dimurkai Allah. Mereka semua berupaya menjaga bumi agar baik, tetapi banyak sifat mereka tidak sesuai dengan kehendak Allah. Hanya manusia-lah makhluk yang mempunyai kecenderungan merusak bumi. Dari kenyataan jin demikian, ada pelajaran bagi manusia bahwa makhluk tidak boleh mengharap rahmat Allah dengan mengandalkan amalnya atau keinginan baik dirinya semata, tetapi harus bergantung kepada Allah dengan berpegang pada firman-Nya dan sunnah Rasulullah SAW dengan akalnya.

Dalam ayat di atas, yang ditiru manusia dari jin syaitan adalah perbuatan memotong-motong arham di antara manusia. Perbuatan syaitan itu bertambah oleh manusia dengan perbuatan merusak bumi. Kerusakan yang akan terjadi dari yang dikerjakan orang yang mengikuti syaitan tersembunyi dari pandangan dan pendengaran mereka. Apa yang dikerjakan sebenarnya tidak menyentuh akar masalah tetapi hanya berdasarkan anggapan-anggapan mereka sendiri, sedangkan apa yang menjadi akar masalah yang dikatakan dalam Alquran hanya diabaikan. Mereka berbuat kebaikan hanya berdasarkan pemikiran mereka sendiri tidak disertai pemahaman terhadap ayat-ayat Allah secara sinergis antara kauniyah dan kitabullah. 

Mungkin sebagian besar perbuatan mereka merupakan perbuatan baik, akan tetapi mereka tidak memperbaiki perbuatan mereka yang sangat merusak. Mereka tidak mau atau tidak mempunyai keberanian menggunakan akal untuk mengikuti firman Allah bahkan untuk firman-firman yang dapat dipahami akal pada tingkat dasar. Mereka lebih memilih mengikuti waham dan perkataan orang lain dibandingkan firman Allah. Ketika membina manusia, mereka tidak menyadari bahwa akal yang terbina karena upaya mereka terbalik tidak dapat digunakan untuk memahami firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW sebagaimana mestinya. Hal itu dapat terjadi dalam berbagai bidang. Kadangkala manakala musuh akan menghancurkan, orang beriman asyik menggemukkan sapi-sapi tanpa memperhatikan petunjuk dalam firman Allah, hingga mereka akan menyesalinya manakala sapi-sapi itu telah dimusnahkan musuh.

Pemahaman mereka terhadap kitabullah hanya dilakukan sesuai waham dan pengetahuan yang mereka ikuti, abai terhadap sunnah Rasulullah SAW dan tanpa terkait ayat kauniyah yang terjadi. Mereka tidak dapat menerapkan pemahaman Alquran yang mereka peroleh terhadap kauniyah yang terjadi pada umat. Allah mempertanyakan, apakah mereka tidak mengetahui dan kemudian mengimplementasikan (أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ) pemahaman Alquran dalam kehidupan mereka, atau adakah kuncian-kuncian yang menutup hati mereka.

﴾۴۲﴿أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?(QS Muhammad : 24)

Pertanyaan Allah ini terkait dengan pemahaman, secara khusus tentang pemahaman Alquran yang terkait dengan implementasi yang tepat dalam kehidupan. Implementasi yang tepat pemahaman Alquran pada dasarnya diketahui oleh para ulul arham. Para ulul arham mengetahui kandungan kitabullah terkait dengan urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, akan tetapi sebagian orang-orang beriman memotong-motong al-arham hingga mereka tidak mengetahui urusan Rasulullah SAW bagi mereka. Hal ini bisa terbantu diatasi bila setiap orang beriman berupaya kembali kepada Alquran sepenuhnya, akan tetapi tidak semua orang dapat menerima pemahaman yang benar kecuali dari orang yang mereka ikuti. Kebanyakan orang lebih menyukai apa yang sesuai dengan hawa nafsu daripada memahami kehendak Allah yang sebenarnya.

Orang-orang yang berbalik

Dengan sikap mengikuti waham dan hawa nafsu, sebagian orang beriman berbalik kembali ke belakang setelah jelas petunjuk bagi mereka. Hal demikian terjadi karena syaitan menjadikan mereka tertarik dengan suatu pemikiran yang tidak mempunyai dasar kebenaran secara kokoh, dan syaitan menjadikan mereka mempunyai banyak pemikiran yang demikian.

﴾۵۲﴿إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ
Sesungguhnya orang-orang yang berbalik ke belakang sesudah kejelasan petunjuk itu bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka tergoda dan (syaitan) memberikan dikte bagi mereka (QS Muhammad : 22-25)

Berbalik ke belakang adalah mengingkari jalan yang dijelaskan dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang beriman pada dasarnya telah menempuh sejarak perjalanan kepada Allah dan harus terus melanjutkan jalan kembalinya dengan berpedoman pada Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Kadangkala seseorang menyimpang dari jalan Allah atau melakukan kesalahan, maka hendaknya ia segera mencari kembali jalan yang benar sesuai dengan firman Allah. Bila mereka menyangkal Alquran dan sunnah Rasulullah SAW setelah menyimpang, sebenarnya mereka telah berbalik dari jalan Allah, tidak menuju kepada Allah tetapi mereka berjalan mengikuti langkah syaitan menuju neraka.

Ada sesuatu yang ditanamkan syaitan agar manusia tidak kembali ke jalan Allah setelah menyimpang. Hal itu dilakukan syaitan dengan tujuan agar pada suatu saat manusia tersebut berpaling dari petunjuk, yaitu pada saat setelah kejelasan petunjuk sampai kepada mereka. Banyak pemikiran kebenaran tidak mempunyai dasar yang kuat dari sisi Allah, tetapi mempunyai daya tarik yang kuat bagi manusia. Pemikiran demikian itu mempunyai pijakan pada hawa nafsu, sehingga hawa nafsu itu dapat memperoleh keuntungan darinya. Visi tentang pemakmuran dan kemajuan peradaban bisa menjadi contoh pemikiran demikian. Tidak semua visi dapat dimanfaatkan syaitan, tetapi banyak visi dapat dimanfaatkan mereka. Mereka menjadikan pemikiran-pemikiran itu tampak menarik bagi sebagian manusia.

Tidak semata menjadikan manusia tertarik, tetapi syaitan juga mengisi manusia untuk mendukung pemikiran yang seolah-olah benar tersebut. Syaitan seringkali hadir bagi orang-orang yang mereka sukai dan memberikan petunjuk bagi mereka sebagai pembenaran terhadap pemikiran mereka. Mereka memberikan dikte, mendikte (أَمْلَىٰ) tentang hal-hal yang membenarkan perbuatan mereka, terutama terkait dengan upaya memotong-motong al-arham di antara manusia. Syaitan mengambil jalan yang serupa dengan agama sebagai alat menipu manusia, hingga manusia mengira bahwa dikte tersebut merupakan petunjuk Allah.

Dikte syaitan ini dapat mempengaruhi manusia hingga manusia tidak melihat bahwa mereka telah mendustakan kitabullah, sedangkan mereka beriman. Manakala Alquran dibacakan kepada mereka dengan bacaan yang benar, mereka menuduh bahwa bacaan Alquran itu berasal dari syaitan. Cara pandang mereka terbalik-balik, tidak mengikuti kandungan firman dalam Alquran tetapi mengikuti dikte yang disampaikan syaitan kepada mereka. Dengan keadaan semacam itu, bila mereka tidak mau menyadari keadaannya, mereka akan berbalik ke belakang setelah menerima kejelasan petunjuk Alquran yang dibacakan kepada mereka.

Dikte syaitan bagi orang-orang beriman bersifat selipan terhadap kebenaran, tidak seperti dikte terhadap para pemuja syaitan. Kesesatan itu hanya terselip di antara kebenaran, tetapi hal ini menjadi fitnah yang paling berbahaya bagi orang beriman. Kadangkala seseorang pada akhirnya mengalami kebimbangan menilai kebenaran karena dikte syaitan demikian. Hal ini merupakan awal yang baik untuk menyadari keadaan, yaitu bila seseorang kemudian berpikir sungguh-sungguh untuk kembali pada petunjuk Allah melalui kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Akan tetapi kadangkala ditumbuhkan pula oleh syaitan sedikit sifat sombong dalam diri manusia, hanya sedikit agar tidak disadari atau bila leluasa ia menumbuhkan kesombongan yang besar. Sifat sombong akan menghalangi seseorang untuk kembali kepada petunjuk Allah setelah syaitan mempunyai jalan mendiktekan ajarannya, dan bahkan menghalangi untuk menyadari bahwa ada suatu kesalahan terselip dalam pemahamannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar