Pencarian

Rabu, 12 Oktober 2022

Menghadapkan Wajah Ke Masjid Al-Haram

Setiap manusia yang hidup di bumi akan menempuh suatu perjalanan. Mereka berubah dari satu keadaan pada keadaan lain. Namun demikian banyak orang yang tidak mengetahui ke mana kehidupan mereka harus berarah. Sebagian manusia bersikap pragmatis memperturutkan hawa nafsu untuk dipandang terhormat dan berharta, sebagian orang mencari makna kehidupan yang sebenarnya dalam kegelapan dunia, dan sebagian orang mempunyai arah dalam menempuh arah kehidupan mereka menempuh perjalanan taubat kembali kepada Allah. Sangat banyak jenis manusia dalam sikap mereka menempuh kehidupan.

Apapun keadaan setiap manusia, Allah sebenarnya telah memberikan arah kehidupan. Bagi orang-orang yang mencari arah kehidupan di kegelapan kehidupan bumi hendaknya menghadapkan wajah mereka ke arah masjid al-haram. Demikian pula orang-orang yang bertaubat, hendaknya mereka menghadapkan wajah mereka ke arah masjid al-haram. Dengan menghadapkan wajah ke masjid al-haram, mereka akan memperoleh arah kehidupan yang baik. Menghadapkan wajah ke masjidil haram merupakan kebenaran dari Allah, dan Allah tidak akan lengah dari apa yang dikerjakan setiap manusia.

﴾۹۴۱﴿وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Dan dari mana saja kamu keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Baqarah : 149)

Masjid al-haram merupakan tempat bersujud manusia di tanah al-haram. Masjid al-haram merupakan wujud tauladan uswatun hasanah Ibrahim a.s bagi setiap manusia untuk kembali kepada Allah. Kegelapan kehidupan dunia akan tersingkap sedikit demi sedikit bila seseorang menghadapkan wajahnya ke masjidil haram. Bagi orang yang bertaubat, seseorang akan melangkah bertaubat kepada Allah dengan arah yang benar dengan mengikuti tauladan beliau a.s. Dalam keadaan apapun, hendaknya setiap orang menghadapkan wajahnya ke arah masjid al-haram.

Ada beberapa tingkatan makna masjid al-haram yang akan diperoleh setiap hamba Allah sesuai keadaan masing-masing. Masjid al-haram mempunyai makna-makna bathiniah selain wujud fisiknya. Secara fisik, ketika seseorang sedang mengalami kegelisahan dan ia bersujud kepada Allah dengan menghadap arah masjid al-haram, hal itu dapat mengurangi kegelisahan hati. Bagi sebagian orang yang lain, mereka mungkin bisa memperoleh makna masjid al-haram adalah membentuk keluarga sebagai bayt untuk sarana berdzikir dan meninggikan asma Allah di dalamnya. Bagi orang-orang yang bertaubat, perjalanan taubat harus ditempuh dalam segenap aspek dalam dirinya tidak hanya ditempuh dengan tataran fisik saja, dan makna masjid alharam itu akan dimengerti sesuai dengan tingkatannya dalam mengikuti millah Ibrahim a.s. Masing-masing orang mungkin saja mempunyai bentuk kerinduan yang berbeda terhadap masjid alharam, baik orang yang pernah berkunjung ke sana ataupun orang yang mempunyai makna tertentu tentang masjid alharam dalam hatinya walaupun belum pernah mempunyai kesempatan berkunjung.

Bayt merupakan wujud kesatuan nafs wahidah bersama dengan bagian-bagian yang diturunkan darinya berupa pasangannya dan segala yang terlahir dari diri mereka, baik anak-anak laki-laki dan perempuan maupun segala yang terserak dari diri mereka. Dengan bayt yang terbentuk, maka seseorang bisa memperoleh sarana untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah.

﴾۱﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari nafs wahidah, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan-Nya kamu saling bertanya satu sama lain, dan (bertakwalah) tentang al-arham. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS An-Nisaa’ : 1)

Setiap orang harus membangun pondasi rumah tangga berdasarkan millah Ibrahim a.s, yaitu penyatuan nafs wahidah dan turunannya. Pernikahan sebisa mungkin dilakukan untuk menyatukan dua nafs yang berasal dari satu nafs wahidah yang sama, tidak karena landasan lain. Bila rasa cinta menjadi landasan, maka cinta itu bisa terbentuk dalam setiap komponen individu, baik komponen jasadiah atau hawa nafsu. Bila landasan pernikahan adalah cinta, maka boleh jadi mereka hanya akan menyatukan jasadiah atau hawa nafsu mereka saja, tidak berhasil menyatu pada nafs wahidah.

Orang yang berusaha membangun bayt berdasar nafs wahidah akan mudah membangun perbincangan untuk menemukan ketakwaan dan al-arham. Seorang laki-laki akan mudah memahami kehendak Allah dengan benar, dan seorang perempuan akan mampu memberikan bantuan yang tepat bagi suaminya manakala ia bertakwa. Seorang perempuan yang bertakwa akan memperoleh hal-hal yang dibutuhkan oleh suaminya untuk meninggikan asma Allah, baik berupa ha-hal duniawi maupun bantuan yang bersifat bathiniyah. Seorang isteri mungkin menghadirkan petunjuk Allah bagi mereka sedangkan suaminya mampu memahaminya berdasarkan Alquran, atau seorang isteri boleh jadi membawa ditangannya dunia yang harus diolah bersama suaminya dengan berdasar ketentuan Allah dalam Alquran. Dengan keadaan demikian, maka keluarga itu akan menjadi keluarga yang beruntung memperoleh izin untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah di dalam bayt mereka.

Rumah Abu Lahab

Walaupun merupakan sunnah Rasulullah SAW, suatu pernikahan dapat membuat sinergi yang mencelakakan pasangan suami dan isteri. Sikap pragmatis mementingkan diri sendiri dan beberapa sikap yang menyalahi syariat dapat mendorong suatu keluarga menjadi keluarga yang celaka. Keluarga Abu Lahab merupakan contoh rumah tangga yang celaka. Abu lahab mempunyai sifat utama mementingkan diri sendiri, dan isterinya memiliki sifat yang sinergis selaras untuk memperoleh apa yang diinginkan suaminya. Sifat Abu Lahab ini dapat dilihat pada peristiwa ketika Rasulullah SAW menyeru mereka untuk islam, Abu Lahab mempertanyakan kepada Rasulullah SAW tentang keuntungan harta dan kehormatan yang akan ia peroleh dengan islam. Istrinya selaras pula dengan Abu Lahab. Walaupun dapat membentuk sinergi yang baik antara suami dan isteri, akan tetapi sinergi yang mereka bentuk akan menyebabkan celaka.

﴾﴿تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ ﴾﴿ مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ ﴾﴿سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
﴾﴿وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ ﴾﴿فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ
(1)Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.(2)Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.(3)Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.(4)Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.(5)Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS Al-Lahab : 1-5)

Sebuah pernikahan pada dasarnya akan mendatangkan keuntungan bagi setiap orang yang terlibat bilamana mereka masing-masing mampu mensyukuri dan memberikan hal terbaik bagi pasangannya. Secara umum, pasangan orang beriman akan merasa senang memberikan nafkah bagi keluarganya dan itu akan mendatangkan rezeki bagi mereka. Akan tetapi kadang-kadang seseorang merasa tidak aman memberikan kelebihan nafkah karena suatu hal yang belum diketahui duduk perkaranya, atau seseorang tidak mau menuruti paksaan pasangannya untuk memperoleh nafkah yang lebih baik karena menyalahi ketetapan Allah. Harus terbangun kesefahaman pada kedua pihak tentang rezeki yang boleh mereka terima.

Masalah ini kadang menjadi sesuatu yang tidak mudah dipahami walaupun pada pasangan yang kedua pihak tidak menuntut banyak hal dari pasangannya. Kadang syaitan menemukan celah untuk menjalar di antara pasangan yang baik dengan rezeki yang seharusnya berlimpah untuk membuat mereka kehilangan bagian rezeki mereka, sedangkan mereka kemudian mempermasalahkan iktikad baik pasangannya. Pada kasus lain, kadangkala manusia salah dalam mensikapi pernikahan. Kadang sebuah pernikahan terasa menjadi beban bagi satu pihak, atau seseorang tidak mau berkhidmat kepada yang lain dalam rangka ibadah kepada Allah, dan banyak hal lain yang mungkin membuat pernikahan tidak mendatangkan keuntungan yang terlihat di tingkatan jasadiah.

Dalam hubungan Abu Lahab dengan isterinya, masing-masing memberikan hal yang diinginkan oleh pasangannya, akan tetapi apa yang mereka inginkan itu merupakan api neraka. Asbabun nuzul surat ini lebih terkait dengan pendustaan Abu Lahab terhadap seruan Rasulullah SAW, akan tetapi kandungan dari ayat ini bercerita tentang akar permasalahan pendustaan yang dilakukan dalam peristiwa tersebut. Sinergisnya sikap isteri Abu Lahab sebenarnya membawakan kayu bakar bagi mereka, dan dengan kayu itu mereka mengobarkan api bagi orang-orang di sekitarnya. Kelak mereka akan dibakar dengan tambahan kayu bakar yang dibawakan oleh isterinya. Abu Lahab akan binasa karena hasratnya terhadap penghormatan dan harta benda, sedangkan isterinya membawakan baginya kayu bakar yang akan menambah api untuk membakar mereka. Isterinya pun memperoleh keuntungan dari Abu Lahab berupa harta dan penghormatan semu yang akan lenyap, sedangkan harta dan penghormatan itu menjadi tali yang mengikat lehernya tunduk mengikuti keinginan Abu Lahab. Sikap ini berkebalikan dengan wanita tauladan Asiyah r.a, walaupun bersuami Fir’aun tetapi beliau tetap menjadi wanita shalihah yang dapat memahami kehendak Allah melalui suaminya yang kafir.

Setiap pernikahan pada dasarnya membawakan bagi seseorang bagian lain dari dirinya, dan bagian itu menyuburkan dirinya. Perempuan yang berakal mengetahui bahwa dirinya membawa suatu khazanah di tangannya yang harus diolah bersama suaminya, dan suami yang baik akan mengetahui ayat Allah yang menerangkan khazanah yang terdapat pada tangan isterinya. Perempuan yang buruk akan membawakan di tangannya bahan bakar bagi suaminya untuk membakar mereka berdua. Setiap orang harus berusaha membangun akhlak mulia agar pernikahan yang mereka lakukan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dan hendaknya perempuan berhati-hati dari tipuan syaitan agar tidak membalik khazanah yang ada di tangannya menjadi hal lain yang merusak, dan hendaknya ia tidak mengalami kebingungan kepada siapa khazanah itu harus dibawa.

Warna pernikahan akan dipengaruhi oleh motivasi pernikahan. Bila sepasang manusia menikah untuk menyatukan nafs wahidah dalam rangka ibadah kepada Allah, mereka akan memperoleh hal yang terserak bagi mereka. Bila menikah karena hawa nafsu, baik berupa kecantikan, harta dan kehormatan baik kehormatan secara material ataupun kehormatan agamanya di mata orang lain, maka mereka akan menemukan banyak ujian. Bila seseorang menginginkan kedekatan dengan Allah, ia akan melihat jalan untuk dekat kepada Allah melalui pernikahannya. Bila menginginkan kehidupan akhirat, ia akan melihat bayangan kehidupan akhirat, dan bila menginginkan kehidupan dunia ia akan melihat jalan mencari kehidupan dunia.

Abu Lahab dan isterinya merupakan pasangan yang mengikuti hawa nafsu dan syahwat mereka dan mereka pribadi akan masuk ke neraka. Sekalipun mereka masih hidup, ketetapan masuk neraka itu telah dikabarkan secara pasti. Selain hawa nafsu, ada banyak tipuan dalam perjalanan taubat manusia. Tipuan syaitan seringkali sangat berbahaya bagi umat manusia, tidak hanya untuk orang yang tertipu saja. Seseorang bisa saja memasukkan orang lain ke neraka karena tipuan syaitan dengan memberikan landasan beragama yang salah. Hendaknya setiap orang menjaga diri mereka dengan mengikuti petunjuk firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW dengan sebaik-baiknya, tidak mengandalkan pikiran sendiri atau pikiran orang lain dalam bertaubat. Bila tidak bergantung kepada Allah, maka syaitan akan menipu agar tersesat. Bergantung kepada Allah dalam bertaubat hanya dapat dilakukan dengan jalan membaca dan mengikuti firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak dengan angan-angan bergantung kepada Allah atau jalan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar