Pencarian

Selasa, 13 September 2022

Shirat Al-Mustaqim dan Al-jama’ah

Manusia diciptakan di dunia yang jauh dari cahaya Allah untuk kembali ke kedudukan yang dijanjikan bagi mereka di hadirat Allah SWT. Agar dapat kembali kepada kedudukan mereka, Allah menyediakan bagi mereka shirat Al-mustaqim, yaitu jalan yang terdekat bagi manusia kembali ke hadirat Allah. Rasulullah SAW bertemu wajah Allah di ufuk yang tertinggi ketika beliau SAW dimi’rajkan. Sebagian orang menemukan jalan itu dalam kehidupannya di dunia, dan sebagian tidak memperolehnya dan harus menempuh perjalanan panjang dari alam dunia melalui alam kubur, alam makhsyar dan hari pengadilan, agar mereka dapat hadir di hadapan Rabb mereka.

Setiap orang islam selalu bermohon kepada Allah untuk diberi petunjuk tentang shirat al-mustaqim. Shirat Al-mustaqim merupakan jalan kehidupan yang ditentukan Allah bagi setiap manusia, ditentukan sebelum kelahiran mereka di dunia yang dipersaksikan terhadap nafs mereka masing-masing. Orang yang mengenal nafs mereka akan mengetahui sebagian ketetapan bagi mereka, dan mereka mengetahui jalan kehidupan yang ditentukan bagi mereka. Jalan kehidupan itu adalah shirat al-mustaqim bagi mereka.

Dalam kehidupan di dunia, manusia menemukan bahwa mereka dapat menempuh jalan kehidupan yang bermacam-macam. Di antara jalan kehidupan yang bermacam-macam, terdapat jalan kehidupan yang ditetapkan Allah bagi mereka, baik mereka menyadari atau tidak menyadari. Sebagian besar manusia mengabaikan hal itu dan memilih jalan kehidupan yang diinginkan hawa nafsunya. Sebagian peduli pada ketetapan yang ditentukan Allah bagi mereka dan pada akhirnya mengantarkan mereka menemukan shirat al-mustaqim bersama shahabat dalam al-jamaah.

Dari ‘Abdullah bin Mas‘ûd Radhiyallahu anhu berkata :
خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًـا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَـالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَـِرّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَـى: وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Rasûlullâh SAW membuat garis dengan tangannya untuk kami kemudian bersabda, ‘Ini jalan Allâh yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai, tak satupun dari jalan-jalan ini kecuali disana ada setan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) maka (jalan-jalan itu) akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” [al-An’âm/6:153][HR. Ahmad (I/435, 465), ad-Darimy (I/67-68), al-Hakim (II/318)]

Kesatuan umat dalam al-jamaah hanya dapat terjadi di jalan yang lurus (shirat al-mustaqim) yang ditentukan Allah. Ada sekian banyak jalan yang ditempuh oleh setiap orang pada setiap saat kehidupan mereka, dan jalan yang banyak itu akan selalu mencerai-beraikan manusia. Di setiap jalan yang bercerai berai terdapat syaitan yang menyeru mereka, dan hanya satu jalan yang tidak ada syaitan menyeru kepadanya. Satu jalan itu adalah shirat al-mustaqim.

Satu jalan yang tidak ada syaitan menyeru itu adalah jalan Allah yang lurus (sabilillah). Jalan itu adalah jalan Allah, hanya akan dapat mulai dirasakan atau dapat diketahui dengan pasti oleh orang-orang yang menginginkan pertemuan dengan Allah, yaitu orang-orang yang menginginkan dirinya untuk memperoleh pakaian ketakwaan berupa sifat Rahman dan Rahim. Memiliki sifat rahman dan rahim merupakan turunan asma Allah yang paling utama yaitu Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim. Barangkali sebagian manusia tidak mempunyai imajinasi tentang bertemu Allah, atau keinginan bertemu Allah. Manakala ada harapan untuk menjadi orang yang baik, itu adalah benih keinginan pertemuan dengan Allah. Bila keinginan seseorang untuk menjadi baik telah tumbuh kuat di antara keinginan yang lain, maka akan disadari bahwa ia mempunyai keinginan bertemu dengan Ar-Rahmaan Ar-Rahiim. Orang-orang demikian itulah yang disebut orang yang menginginkan pertemuan dengan Allah.

Selain membangun sifat baik, setiap orang harus berusaha memahami kehendak Allah di atas landasan keinginan menjadi baik. Berusaha memahami kehendak Allah merupakan upaya membuat salinan dari asma Allah Ar-Rahman. Hal ini bisa dilakukan dengan berusaha memahami firman Allah berupa Alquran dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Alquran dan sunnah Rasulullah SAW adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahwa Rasulullah SAW adalah Alquran yang berjalan di antara manusia. Setiap pemahaman terhadap firman Allah dalam Alquran yang bersesuaian dengan sunnah Rasulullah SAW hanya akan terlahir dari keinginan untuk menjadi baik. Pemahaman terhadap Alquran dengan cara demikian merupakan pengajaran dari Ar-Rahmaan. Banyak golongan yang dibangkitkan syaitan menggunakan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW tanpa berlandaskan keinginan menjadi baik, tetapi karena keinginan agar dipandang terhormat oleh manusia dan keinginan yang lain.

Sifat-sifat baik dan memahami kehendak Allah pada bagian besarnya merupakan limpahan asma Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim bagi hamba-Nya. Seringkali seseorang tidak dapat mengupayakan kedua hal itu dengan kemampuan dirinya sendiri, dan kadangkala hanya dengan harapan kepada Allah, tiba-tiba Allah melimpahkan apa yang diharapkan sang hamba. Walaupun demikian setiap orang harus berusaha dengan sebaik-baiknya untuk membina keduanya, karena boleh jadi harapan itu akan melemah bila tidak disertai usaha, sedangkan harapan itu akan diuji dengan seruan-seruan syaitan di setiap jalan-jalan yang bukan merupakan shirat al-mustaqim.

Kedua asma Allah tersebut merupakan sifat yang paling mengantarkan seseorang untuk menemukan shirat Al-mustaqim. Dalam kehidupan, upaya untuk berpakaian dengan sifat rahman rahim akan sangat banyak menemukan tantangan berupa seruan untuk mengikuti sifat-sifat syaitan. Sifat kesombongan menjadi sifat utama syaitan yang menyeru manusia untuk memperjuangkannya, bertentangan dengan sifat rahman rahim. Terdapat banyak gradasi sifat syaitan yang menyeru setiap manusia untuk memperjuangkannya, dari kesombongan yang nyata hingga sifat-sifat buruk yang terlihat halus dalam selubung kebaikan. Setiap seruan untuk memakai sifat syaitan dalam jiwa manusia akan mendatangkan hijab yang menutupi seseorang dari shirat al-mustaqim mereka.

 

Al-Jamaah Sebagai Media

Kesatuan umat manusia hanya dapat terjadi di jalan Allah. Jalan Allah inilah jalan orang-orang yang termasuk dalam golongan al-jamaah. Tidak tercampur di dalamnya sifat-sifat syaitan pada orang-orangnya kecuali mereka mengalahkannya untuk dipimpin oleh orang-orang yang mempunyai sifat yang lebih dekat kepada Allah, dan mereka memahami kehendak Allah terhadap ruang dan jaman kehidupan mereka. Tidaklah disebut al-jamaah suatu kelompok besar yang tidak membina sifat-sifat mulia dan tidak memahami kehendak Allah. Sebaliknya boleh disebut al-jamaah kumpulan orang yang mengikuti kebenaran walaupun mereka sedikit, atau bahkan sendirian. Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata :

اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.
Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”

Setiap orang harus berusaha menemukan al-jamaah dan berjalan bersama mereka dalam Al-jamaah. Itu adalah jalan paling mudah untuk menemukan shirat al-mustaqim. Kebersamaan dalam upaya menuju Allah membutuhkan suatu kedekatan, oleh karena itu setiap orang harus berusaha membina sifat mulia dan melepaskan sifat-sifat syaitaniah. Orang yang bertemu dan bergaul dengan golongan al-jamaah belum tentu termasuk dalam golongan mereka tanpa benar-benar berusaha untuk membina kebersamaan dengan mereka.

Suatu kesombongan tidak akan dapat benar-benar bersanding dengan orang-orang yang mempunyai sifat rahman dan rahim. Bagi orang yang ingin berpakaian rahman dan rahim, kesombongan mendatangkan rasa panas. Ia tidak akan berkeinginan untuk memakai pakaian kesombongan. Ketika ada orang lain bersikap sombong terhadap yang lain, atau bersikap sombong dan merendahkan dirinya, rasa panas itu akan terasakan. Mungkin ia tidak marah atau kecewa terhadap sikap orang yang merendahkan dirinya, tetapi akan timbul hambatan baginya untuk berkomunikasi dengan orang atau kelompok yang menyombongkan diri. Kadangkala rasa marah tercampur pula, akan tetapi mereka akan mudah untuk memaafkan. Walaupun memaafkan, tetap sulit bagi seorang al-jamaah untuk membangun komunikasi bila berhadapan dengan orang demikian, karena boleh jadi tidak melihat landasan kebersamaan yang harus dibina di antara mereka.

Ada hal-hal yang menimbulkan keadaan tidak baik bagi orang lain dalam seluruh fenomena kesombongan baik secara bathiniah maupun hanya fenomena fisik saja. Kadangkala muncul kesombongan bathiniah yang bermula dari fenomena fisik. Tidak semua hal yang terlihat membesarkan diri mempunyai nilai kesombongan. Kadangkala ada hal yang terlihat halus namun membawa kesombongan. Sebaliknya ada hal yang terlihat kasar secara kasat mata, tetapi tidak terasa ada kesombongan di dalamnya. Namun demikian setiap hal yang menunjukkan gejala kesombongan harus dihindari oleh orang yang menginginkan kebaikan. Demikian pula sifat-sifat syaitan yang lain harus dihindari.

 

Mengikuti Shirat Al-Mustaqim dalam Al-Jamaah

Penting bagi setiap orang beriman untuk menempuh jalan Allah tanpa mengikuti jalan-jalan yang lain. Ketika mereka mengikuti jalan-jalan yang lain, maka mereka akan berselisih. Jika terjadi perselisihan di antara dua orang yang menempuh jalan Allah, hal itu menunjukkan bahwa mereka masih bercampur mengikuti jalan yang lain. Agar tidak berselisih, maka hendaknya mereka berusaha melihat dengan seksama campuran jalan-jalan lain yang ada dalam jalan yang mereka tempuh. Allah memberikan perintah kepada orang-orang beriman :

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), maka (jalan-jalan itu) akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” [al-An’âm/6:153]

Demikian itu merupakan washiat Allah kepada orang beriman agar memperoleh jalan ketakwaan. Setiap orang beriman harus berusaha melihat jalannya menuju Allah dengan seksama dan berjalan tepat dengan apa yang diketahui dari jalan Allah (sabilillah) tanpa mencampurnya dengan jalan-jalan yang lain. Bila mereka mengikuti jalan-jalan yang lain, mereka akan bercerai-berai tidak bisa mengikuti Al-jamaah. Bila mereka mencampurkan jalan-jalan yang lain dengan jalan Allah, maka mereka akan berselisih dengan al-jamaah lainnya. Orang beriman harus berusaha mengetahui dengan jelas sabilillah bagi dirinya, dan menguatkan hati untuk mengikutinya tanpa mencampur dengan jalan yang lain.

Ketika seseorang melihat cercah cahaya shirat al-mustaqim baginya, hendaknya ia mensyukuri, tidak mensia-siakannya dan selalu berhati-hati. Perjalanannya menuju Allah pada dasarnya sudah mengarah pada kebenaran, tetapi ia harus berhati-hati karena akan menghadapi ujian fitnah yang besar. Tanduk syaitan akan terbit baginya. Bila ia diselamatkan dalam menghadapi fitnah besar itu, ia akan menjadi golongan orang beriman. Bila ia tertipu, maka ia termasuk dalam golongan orang yang kufur terhadap nikmat Allah. Keadaan kufur terhadap nikmat ini tidak dapat dianggap ringan, karena ia akan tampak seperti orang beriman sedangkan ia membawa kekufuran dalam dirinya. Ia bisa menjadi fitnah bagi umat yang mengikutinya.

Seorang sahabat al-jamaah akan sangat berarti dalam keadaan ini. Akan tetapi kadangkala syaitan berhasil memisahkan dua orang dengan mencampurkan kesombongan terselip pada komunikasi atau percakapan mereka, maka keduanya menjadi saling bertentangan tanpa mengetahui kejelasan duduk permasalahannya. Terlebih bila kedua orang itu harus mempunyai hubungan yang dekat, maka syaitan akan bersungguh-sungguh membangkitkan konflik dengan kesombongan yang ditampakkan syaitan pada pihak lain. Ketika berusaha menunaikan kehendak Allah, mereka berselisih karena syaitan.

Syaitan mempunyai banyak cara untuk hal demikian, bahkan hingga bisa melakukan tanpa melibatkan adanya niat kesombongan pada kedua pihak. Hal ini bisa terjadi terutama bila syaitan mempunyai sekutu dari kalangan manusia baik orang musyrik maupun orang yang tertipu, masing-masing dapat dimanfaatkan kelebihannya oleh syaitan. Syaitan mungkin saja bisa menampakkan wajahnya secara hampir sempurna melalui sekutunya, yaitu meremehkan manusia dan mengabaikan kebenaran sedangkan ia memandang dirinya benar. Bila seseorang menilai sahabatnya karena wajah syaitan yang ditampakkan demikian, maka ia akan salah menilai sahabatnya. Akan tetapi, bila terus dipaksa untuk menghadapi wajah syaitan itu maka ia tidak akan bisa melihat keadaan sebenarnya sahabatnya. Termasuk bila ada kesungguhan untuk menempuh shirat al-mustaqim bersama-sama dalam aljamaah, keinginan itu dapat tertutupi dari pandangan sahabatnya karena tampilan wajah yang keliru. Dengan demikian, mereka akan terus berselisih dalam upaya menjalani shirat al-mustaqim.

Untuk mengantisipasi hal ini, hendaknya setiap pihak berusaha kembali pada sabilillah sepenuhnya. Mengajak serta mencari informasi kesungguhan pihak lain dalam menempuh jalan Allah bersama-sama seringkali dapat membantu, tetapi syaitan kadang mempunyai jalan yang tidak terpikirkan oleh manusia. Para syaitan akan mendatangi orang-orang yang mengambil jalan selain shirat al-mustaqim dan dengan jalan itu kemudian mencerai-beraikan kedua pihak yang terlibat dari shirat al-mustaqim mereka. Berhasil ataupun tidak, amr ma’ruf nahy munkar akan mendatangkan kebaikan bagi yang melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar