Pencarian

Rabu, 07 September 2022

Iman dan Pemakmuran Bumi

Rasulullah SAW diutus untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Beliau SAW menjadi penghulu segenap makhluk yang menjabarkan kehendak Allah dalam penciptaan alam semesta seluruhnya secara sempurna sehingga makhluk memperoleh jalan untuk mengenal Allah, dan karena hal itu maka mereka memperoleh rahmat. Tanpa mengikuti Rasulullah SAW, akan sangat sulit bagi makhluk untuk memperoleh rahmat Allah.

Di antara makhluk Allah, ada orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW. Mereka mengikuti Rasulullah SAW kembali kepada Allah, dan setelah memperoleh rahmat Allah, mereka menjadi wakil Allah di muka bumi. Orang-orang yang menjadi wakil Allah adalah orang-orang yang telah melampaui fitnah-fitnah yang ditimpakan Allah kepada mereka. Mereka mengenal kehendak Allah yang sebenarnya, dapat mengenali kehendak Allah yang benar dibalik fitnah-fitnah yang Allah datangkan. Mereka tidak tertipu oleh fitnah dari syaitan, bahkan oleh fitnah yang didatangkan Allah bagi mereka.

﴾۲﴿أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
﴾۳﴿وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
(2)Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang tidak kami datangkan bagi mereka fitnah?(3)Dan sesungguhnya kami telah datangkan fitnah pada orang-orang yang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang berbuat benar dan sungguh Dia mengetahui orang-orang yang berbuat dusta. (QS Al-’Ankabuut: 2-3)

Mereka adalah orang-orang yang benar (shadiq). Bila seseorang mengenal Allah dengan benar, ia akan mengetahui bahwa Allah kadangkala mendatangkan pula fitnah bagi dirinya, dan ia mengetahui apa kehendak-Nya di balik fitnah itu. Bila seseorang hanya menuruti segala hal yang datang pada dirinya, termasuk ketika fitnah-Nya yang datang, sebenarnya ia belum mengenal Allah dengan benar. Bila demikian, maka ia termasuk sebagai orang-orang yang dusta imannya. Hal ini tidak selalu menunjukkan adanya keinginan berdusta, tetapi sering pula menunjuk pada tidak terpenuhinya kualitas keimanan yang ditentukan Allah, sedangkan ia mengira dirinya orang beriman. Orang yang tertipu oleh fitnah Allah harus berusaha memahami kembali pengenalannya kepada Allah dengan benar.

Terkait pemakmuran bumi sebagai tugas khalifatullah, orang-orang yang mempunyai iman yang benarlah yang akan memakmurkan bumi. Orang-orang yang tidak memenuhi kualifikasi iman yang ditentukan Allah juga akan berbuat dengan hal-hal yang bersifat memakmurkan bumi, akan tetapi perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan sebenarnya hanya merupakan sayyiah, yaitu perbuatan yang terlahir dari hawa nafsu. Kebanyakan manusia hidup di bumi dikendalikan hawa nafsunya. Sebagian berusaha menundukkan hawa nafsu untuk beribadah kepada Allah, sebagian mempertuhankan hawa nafsu, akan tetapi keduanya tetap dikendalikan hawa nafsu.

Bila manusia mengenal nafs mereka, mereka akan menemukan pengetahuan yang sifatnya berbeda dengan orang kebanyakan. Seseorang yang mengenal nafs mereka secara umum mempunyai kualitas pemahaman yang berbeda karena ada sumber pengetahuan dari Allah melalui jalan-jalan yang diturunkan-Nya. Sebagian sumber pengetahuan yang berbeda mempunyai sumber dari alam yang tidak baik, yaitu manakala sumber itu tidak melalui jalan-jalan yang diturunkan Allah. Sumber pengetahuan yang baik itu harus dimanfaatkan oleh seseorang untuk berupaya mewujudkan pemakmuran bumi. Tidak boleh seseorang yang menemukan sumber pengetahuan itu menggunakannya untuk kepentingannya sendiri saja. Bila seseorang mempunyai pengetahuan dan jalan yang tidak berbeda dengan orang kebanyakan, sangat mungkin upaya mereka itu hanya berasal dari hawa nafsu.

Orang-orang yang dibukakan kepadanya sumber melalui jalan Allah itulah orang yang akan memakmurkan bumi mereka. Banyak golongan manusia menginginkan kemakmuran bumi dengan latar belakang tujuan dan sasaran mereka masing-masing, dan menempuh jalan yang mereka pilih masing-masing. Setiap orang dapat menempuh jalan mereka sendiri untuk suatu tujuan memakmurkan bumi. Berbagai macam pemakmuran dilakukan banyak manusia, dari orang-orang jahat yang menggunakan kamuflase pemakmuran bumi untuk pemakmuran diri mereka sendiri, hingga orang-orang benar pun berusaha memakmurkan bumi. Mereka seluruhnya tidak akan dapat memakmurkan bumi sesuai dengan kehendak Allah dengan jalan mereka sendiri, hanya orang yang mengikuti jalan Allah yang memakmurkannya.

Pemakmuran Bumi Oleh Mukminin

Sebagian orang yang imannya tidak memenuhi kualifikasi Allah setelah didatangkan fitnah-fitnah kepada, sedangkan mereka menganggap diri mereka beriman, mereka juga berusaha dengan bersegera untuk memakmurkan bumi. Sebenarnya upaya mereka hanyalah sayyiah-sayyiah yang berasal dari hawa nafsu mereka.

﴾۴﴿أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَن يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
Ataukah orang-orang yang mengerjakan sayyiah itu mengira bahwa mereka akan mendahului Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu. (QS Al-’Ankabuut: 4)

Orang-orang demikian tidak akan berhasil memakmurkan bumi dengan upaya mereka. Allah mempertanyakan kepada mereka, apakah mereka akan mendahului Allah (dan orang-orang yang selaras dengan kehendak Allah) untuk memakmurkan bumi? Sebenarnya sangat buruklah apa-apa yang mereka tetapkan itu.

Ketika seseorang belum mampu melampaui fitnah yang didatangkan Allah baginya, ia belum benar-benar mengenal Allah. Orang yang selaras dengan kehendak Allah adalah orang yang mengenal kehendak Allah sekalipun kehendak itu tersembunyi dibalik fitnah-Nya. Allah menghendaki pemakmuran bumi bersama dengan orang-orang yang selaras dengan-Nya. Kaum muslimin hendaknya berusaha memahami pertanyaan Allah dalam ayat ini, apakah mereka akan mendahului Allah dalam upaya mereka? Meninggalkan orang-orang yang selaras dengan kehendak Allah sama saja dengan mendahului Allah.

Apa yang mereka tetapkan sebenarnya sangat buruk. Mereka tidak mempunyai pengetahuan yang benar terhadap masalah yang terjadi di sekitar mereka karena tidak terhubung dengan kehendak Allah. Ketika memutuskan suatu perkara, apa yang mereka putuskan seringkali tidak membuat perbaikan dan justru menimbulkan kerusakan. Manakala mereka berbuat perbaikan, timbul kerusakan yang besar karena perbuatan yang lain. Secara total, lebih banyak kerusakan yang ditimbulkan daripada perbaikannya.

Orang yang selaras kehendak Allah sebenarnya hanya mengambil jalan yang ditentukan oleh Allah, tidak mengambil jalan lebih dari itu. Ia menemukan jalan yang ditentukan Allah dengan pengetahuan dari Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Walaupun jalan itu terlihat sempit, tetapi berlandaskan pengetahuan yang luas. Buruknya keputusan yang ditetapkan orang yang tertipu dengan fitnah Allah dapat digambarkan bahwa mereka bisa saja keliru mengambil jalan syaitan untuk memakmurkan bumi, dan mengira bahwa jalan itu adalah jalan Allah. Hal itu akan justru mendatangkan madlarat yang sangat besar.

Pemakmuran bumi harus dilakukan para mukminin melalui jalan penyatuan hal yang terserak dari dirimereka. Itu adalah jalan tauhid yang dikehendaki Allah menjadi jalan pemakmuran bumi. Setiap orang harus berusaha mengenal dirinya dan hal-hal yang terserak dari dirinya di alam semestanya tanpa tergoda untuk mengumpulkan hal-hal yang menjadi bagian orang lain. Dengan pengetahuan tentang dirinya dan apa yang terserak dari dirinya, seseorang harus berusaha untuk mengumpulkannya. Dengan hal itu maka akan terjadi pemakmuran bumi melalui masing-masing insan tanpa ada kerusakan dalam diri masing-masing, masyarakat dan semesta mereka. Prinsip pemakmuran dengan tauhid ini bernilai penting tidak dapat digantikan dengan prinsip yang lain.

Pemakmuran dengan cara demikian merupakan turunan dari tauhid untuk mengenali diri mereka sebagai hamba Allah dan pengikut Rasulullah SAW. Tanpa mengenali kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai pengikut Rasulullah SAW, seseorang tidak akan mengenali bagian dirinya yang terserak. Seringkali setiap orang harus menemukan seorang imam yang benar sebagai jalan untuk mengikuti Rasulullah SAW, sebagaimana seorang isteri menemukan kebenaran bagi diri mereka melalui suami. Akan tertutup jalan bagi seseorang bila mendustakan kebenaran dari imamnya sebagaimana tertutupnya jalan bagi seorang perempuan yang mendustakan kebenaran dari suaminya. Walaupun demikian, setiap orang tidak boleh membutakan diri untuk mengikuti suaminya atau imamnya tanpa memperhatikan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, karena yang menjadi intinya adalah mentaati Allah dan Rasulullah SAW, dan implementasinya secara konkret dengan mentaati washilahnya. Apa yang bertentangan dengan keduanya tidak mengandung kebenaran yang harus diikuti, walaupun mungkin ia tidak harus melakukan penentangan. Yang wajib dilakukan adalah menyuruh pada al-ma’ruf dan melarang dari kemunkaran, dengan cara yang baik.

Membangun rumah tangga secara benar menjadi pondasi pemakmuran bumi. Itu adalah setengah bagian dari agama. Pernikahan mengikuti sunnah Rasulullah SAW akan menghubungkan upaya pemakmuran bumi oleh seseorang dengan perintah Allah, yang terhubung melalui Rasulullah SAW dalam sebuah tatanan Ilahiah berupa al-arham. Boleh jadi suatu kaum diijinkan untuk memakmurkan bumi dengan upaya mereka sendiri, akan tetapi mereka tidak terhubung dengan perintah Allah dalam tatanan yang dikehendaki-Nya. Dengan cara apapun pemakmurannya, bahwa sebenarnya orang yang paling berperan dalam memakmurkan adalah orang yang membangun keluarganya dengan baik. Pemakmuran tanpa terhubung pada perintah Allah dan jalan-Nya akan bersifat rentan terhadap makar dan tipu daya. Mereka tidak memiliki pengetahuan yang benar sehingga seringkali tidak membuat kemajuan yang tepat dan tidak mengatasi masalah sebenarnya. Allah pada dasarnya menegur mereka : Ataukah orang-orang yang mengerjakan sayyiah itu mengira bahwa mereka akan mendahului Kami?

Orang yang mendahului Allah mungkin akan menempuh jalan pemakmuran tanpa pengetahuan hak yang memandu mereka. Amat buruklah apa yang mereka tetapkan. Mereka barangkali dapat mengusahakan pemakmuran dengan apa-apa yang dapat diusahakan oleh orang-orang kafir, tetapi tidak memperhatikan apa yang harus diupayakan oleh mukminin. Mungkin jalan utama untuk mengumpulkan yang terserak dari diri seseorang tidak mereka perhatikan. Apa yang menjadi hak orang lain mungkin dihitung dan dikumpulkan bagi dirinya, atau mungkin mereka merusak pula segala upaya mukmin lain yang berusaha mengumpulkan bagian dari dirinya hingga rusaklah segala bagian orang tersebut. Manakala seseorang dipisahkan dari isterinya, maka pangkal dari upaya mengumpulkan yang terserak dari diri seseorang tersebut akan terlepas, hingga seseorang terpaksa mencari apa-apa yang tidak menjadi bagian mereka. Bila seseorang menjadikan seorang isteri laki-laki lain ribut dengan isteri yang lain, maka orang itu telah merusak banyak hal yang menjadi bagian suami dan para perempuan itu. Hal-hal demikian sangatlah disukai oleh syaitan, dan apakah mereka menjadikannya jalan utama mereka? Amat buruklah apa-apa yang mereka tetapkan.

Peran Mukminat dalam Pemakmuran

Peran wanita dalam pemakmuran bumi sesuai dengan kehendak Allah mempunyai tingkat peran yang sama penting dengan laki-laki walaupun mempunyai peran berbeda. Seorang laki-laki tidak akan mampu memakmurkan bumi tanpa ada wanita yang mendampingi sebagai isteri. Baiknya suatu umat tidak terlepas dari baiknya isteri imam mereka. Suatu umat dapat celaka karena buruknya isteri imam mereka, dan suatu umat selamat karena kebaikan isteri imam mereka.

Kadangkala seorang wanita harus rela berbagi peran bagi suaminya bersama dengan wanita lain karena penciptaan nafs mereka, dimana dari satu nafs wahidah diciptakan pasangan lebih dari satu. Dalam hubungan ini, sebenarnya ada hubungan yang relatif lebih rumit bagi seluruh pihak. Seorang suami harus berbagi dalam lebih dari satu keluarga, dan seorang isteri harus berbagi peran dengan madunya.

Kebutuhan mewujudkan rumah tangga ta’addud dalam beberapa kasus dibutuhkan oleh setiap pihak, baik suaminya, isteri dan isteri lainnya, dan bahkan umat mereka. Dalam beberapa kasus, bantuan kecil seorang perempuan terhadap seorang laki-laki shalih dapat menyelamatkan suatu kaum dari kebinasaan. Suatu kaum kadangkala harus bersyukur dan berterima kasih terhadap suatu upaya seorang perempuan tertentu membantu seorang laki-laki tertentu, karena upaya itu boleh jadi sebenarnya telah menyelamatkan mereka. Demikian pula kadangkala seorang isteri sebenarnya terbantu keadaannya dengan kehadiran seorang madu. Termasuk terbantu dalam agamanya hingga ia dapat berjalan lurus mengikuti suaminya. Hal demikian seringkali tertutupi oleh kecemburuan. Memisahkan perempuan dari laki-laki dalam hubungan keshalihan demikian merupakan keputusan yang sangat buruk yang menghambat pemakmuran bumi atau mendatangkan mushibah bagi umat, yang bisa dijadikan contoh keputusan yang mendapat celaan Allah : Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu. (QS Al-’Ankabuut: 4)

Dalam urusan ta’addud, perlu disadari bahwa seringkali syaitan lebih mudah mencari jalan di antara suami dan isteri melalui celah kekosongan yang belum terisi oleh seorang madu. Juga terdapat celah yang lebar bagi syaitan di antara mereka dengan calon madu mereka. Bila pernikahan dibiarkan dengan celah, ketenangan akan sulit diperoleh. Ta’addud seharusnya menyatukan satu suami bersama seluruh isterinya dalam keluarga yang lebih sakinah di semua rumah tangga mereka, tidak menyisakan celah bagi masuknya syaitan dalam langkah mereka kembali kepada Allah. Kebutuhan ta’addud ini ditandai dengan tidak berkurangnya cinta pada isteri lama karena kehadiran isteri baru. Bila seseorang menyesali ta’addud karena melibatkan pernikahan dengan isteri terdahulu, maka landasan ta’addud itu boleh jadi hanya tipuan syaitan.

Kerumitan dalam rumah tangga ta’addud harus disikapi dengan baik sebagai ibadah kepada Allah dengan memakmurkan bumi mereka. Kadangkala jalan memakmurkan bumi bagi mereka harus diwujudkan melalui hubungan pernikahan ta’addud sehingga seorang laki-laki dapat mengumpulkan yang terserak dari dirinya. Bila demikian, seorang isteri tidak boleh serta-merta berprasangka buruk kepada suaminya. Perkataan negatif orang lain hendaknya tidak dijadikan bahan menghakimi suaminya karena belum tentu perkataan itu benar. Demikian pula tidak boleh tuduhan buruk seorang isteri ditujukan kepada wanita lain. Ketika seorang laki-laki mengenal penciptaan dirinya, ia akan mengenali pula nafs para perempuan yang diciptakan dari dirinya. Hal demikian harus difahami oleh isteri, dan bahwa perempuan lain itu pun secara tidak langsung sebenarnya termasuk bagian dari dirinya. Kerelaan seorang isteri bagi suaminya untuk menyatukan yang terserak dari diri mereka merupakan bagian penting dari pemakmuran bumi sebagai jalan ibadah.

Bila urusan ta’addud menjelang, kadangkala seorang perempuan dipertakuti keadaan yang sulit dan kecemburuan. Hubungan ta’addud yang demikian seringkali terjadi dengan latar keadaan yang sangat sulit, bukan terjadi dalam romantika sederhana ala remaja. Syaitan akan menghalangi mereka dengan sekuat tenaga, memisahkan hubungan satu dengan yang lain untuk menggagalkan urusan pemakmuran bumi mereka. Seorang isteri harus memahami bahwa keadaan suaminya dan calon madunya pun sebenarnya tidak sederhana. Sama saja keadaannya, bahwa syaitan menghantam seluruh pihak yang mengemban amr Allah, sebagaimana syaitan menghantam keadaan rumah tangga mereka. Seorang isteri lebih memperoleh keuntungan dibandingkan yang belum menjadi isteri, dimana lebih mudah bagi seorang laki-laki untuk bersikap benar dalam pernikahan daripada dalam hubungan sebelum ikatan pernikahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar