Pencarian

Senin, 13 Juni 2022

Kembali Kepada Allah dengan Alquran

 

Setiap manusia diciptakan di bumi untuk menjadi pemakmurnya dengan fadhilah yang diberikan Allah kepadanya. Pemakmuran bumi itu akan benar-benar terwujud hanya bila manusia berusaha kembali kepada Allah. Namun banyak orang yang terlupa dengan tujuan penciptaannya, atau tidak terbentuk iktikad untuk mengetahuinya. Dan banyak manusia kemudian tidak membentuk diri untuk menjadi pemakmur buminya.

Kembali kepada Allah merupakan seruan Rasulullah SAW dan orang-orang yang bersama dengan beliau SAW sebagai cara untuk mewujudkan pemakmuran bumi. Untuk mengikuti seruan dan langkah Rasulullah SAW, seseorang perlu berhijrah ke tanah yang dijanjikan sebagaimana Musa a.s berhijrah ke tanah yang dijanjikan, kemudian mengikuti millah nabi Ibrahim a.s membangun bayt di tanah haram setelah hijrah dilaksanakan. Dengan bayt yang terbangun, maka seseorang harus memberikan pelayanan bagi umat manusia agar kembali kepada Allah.  Dengan amal itu, maka ia dapat berharap mengikuti jalan Rasulullah SAW.

Hal di atas merupakan beberapa langkah yang menjadi gambaran milestone perjalanan manusia yang harus dicapai dalam membina nafs mereka. Semakin lanjut langkah yang ditempuh, semakin besar pemakmuran yang dapat diturunkan bagi buminya. Pemakmuran bumi dengan kembali kepada Allah itu adalah sabil (jalan) yang ditempuh oleh Rasulullah SAW. Semakin lanjut langkah yang ditempuh seseorang, semakin besar potensi pemakmuran yang dapat diturunkan bagi buminya.

﴾۸۰۱﴿قُلْ هٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan bashirah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik" (QS Yusuf : 108)

Mengikuti Rasulullah SAW menempuh sabilillah harus dilakukan dengan mengikuti sepenuhnya Alquran, tidak mengikuti pendapat sendiri. Alquran itu adalah bashirah yang nyata yang menuntun langkah seseorang untuk sampai kepada Allah tanpa menyimpang. Seseorang mungkin mempunyai bashirah yang tajam terhadap banyak hal, akan tetapi bila bashirah tersebut tidak terhubung dengan Alquran, maka itu tidak termasuk dalam bashirah yang berguna untuk menempuh jalan Allah mengikuti Rasulullah SAW. Sebaliknya, tanpa penglihatan yang banyak tetapi terbuka makna-makna Alquran yang menuntun seseorang menempuh kehidupannya untuk mengikuti Rasulullah SAW, maka tuntunan Alquran itu merupakan bashirah yang nyata.

Kaum ‘Aad dan tsamud merupakan contoh kaum yang mempunyai pandangan yang tajam. Dengan pandangan tajam itu, syaitan menjadikan mereka kaum yang memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, dan syaitan menghalangi mereka dari jalan Allah. Pandangan yang tajam tidak dapat dijadikan pedoman untuk menempuh jalan Allah (sabilillah), kecuali pandangan itu merupakan penjelasan atau clue terhadap Alquran.

﴾۸۳﴿وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَد تَّبَيَّنَ لَكُم مِّن مَّسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ
Dan (juga) kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu dari tempat tinggal mereka. Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang berpandangan tajam, (QS Al-Ankabuut : 38)

Di sisi lain, pandangan yang tajam itu dapat menjadi jalan bagi syaitan untuk menjadikan manusia memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu pandangan baik itu dijadikan syaitan sebagai sarana untuk menghalangi manusia dari jalan Allah.

Sekiranya perbuatan-perbuatan yang dijadikan indah dalam pandangan mereka itu menghasilkan kebudayaan yang megah, hal itu tidak menunjukkan kebaikan di dalamnya. Kaum ‘Aad dan Tsamud telah menghasilkan peradaban yang terlihat sangat megah di tempat mereka tinggal. Akan tetapi tidak hanya bangunan dan peninggalan yang indah itu yang dibutuhkan oleh manusia. Ada ketimpangan dalam diri manusia manakala mereka tidak dibina sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan Allah.

Ada kekosongan dalam diri manusia yang harus diisi dengan mengikuti ajaran Allah sepenuhnya. Manakala kekosongan itu tidak diisi, maka hal itu akan mendatangkan kehancuran bagi kemajuan fisik yang dibina oleh manusia. Nabi Shalih a.s dan nabi Huud a.s berusaha menyampaikan kekosongan dalam pembinaan manusia yang menjadi umatnya, akan tetapi umatnya mendustakan seruan nabi-nabi tersebut dan hanya mengikuti pandangan mereka sendiri yang sangat tajam. Manakala hal itu terjadi, maka kehancuran akan menanti umat tersebut.


Berpegang Pada Alquran

Pelajaran dari kaum ‘Aad dan Tsamud tidak boleh dilupakan oleh umat manusia, termasuk umat Rasulullah SAW. Di antara umat Rasulullah SAW akan ada orang-orang yang merasa sebagai orang-orang yang memperoleh petunjuk, akan tetapi sebenarnya mereka menjadi perpanjangan tangan syaitan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah.

﴾۷۳﴿وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ
Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS Az-Zukhruf : 37)

Jalan Allah adalah jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW bersama orang-orang yang mengikuti beliau. Hal ini harus berusaha difahami dengan benar oleh setiap insan, tidak boleh berhenti dipahami dengan setengah-setengah. Tipuan syaitan yang paling sulit dikenali adalah penggunaan kebenaran secara setengah-setengah. Syaitan yang paling penipu tidak menggunakan kesesatan sebagai alat tipuan mereka, tetapi menggunakan setengah dari kebenaran. Dahulu iblis menggunakan pohon khuldi sebagai alat tipuan kepada Adam. Ini adalah contoh penggunaan setengah kebenaran sebagai alat menipu.

Demikian pula syaitan dapat menggunakan seseorang atau sekelompok manusia untuk menghalangi dari jalan Allah, sedangkan mereka mungkin merasa sebagai kelompok yang menerima petunjuk. Hal ini sangat mungkin terjadi karena syaitan menggunakan tipuan berupa kebenaran setengah. Membuktikan kesalahan kelompok demikian sangat sulit, hanya bisa dilihat dalam kerangka besar ajaran yang meliputinya.

Dalam hal ini, ajaran Rasulullah SAW adalah ajaran sempurna yang tidak dapat digunakan syaitan untuk menipu. Tetapi syaitan dapat menggunakan sebagian dari ajaran untuk menipu. Rasulullah SAW mengajak umat manusia kembali kepada Allah. Langkah di jalan ini meliputi seluruh langkah yang dicontohkan oleh para nabi. Hal ini harus berusaha dipahami secara komprehensif oleh umat yang ingin mengikuti Rasulullah SAW agar tidak dibengkokkan oleh syaitan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah.

Syaitan bisa memperkenalkan manusia pada sebagian jalan (sabil) Rasulullah SAW untuk menghalangi bagian jalan (sabil) yang lain. Ini sebagian langkah syaitan dalam menghalangi manusia dari jalan Allah. Misalnya boleh jadi seseorang mencapai tanah yang dijanjikan berupa pengenalan diri, tetapi ia digunakan untuk merusak bayt yang seharusnya dibina, baik bayt dirinya ataupun bayt orang lain yang berpotensi manjadi bayt yang diijinkan Allah untuk berdzikir dan meninggikan asma-Nya. Ketika hal ini terjadi, maka masing-masing pihak akan merasa sebagai orang yang mendapatkan petunjuk, karena semua pihak berada pada bagian dari jalan Rasulullah SAW, sedangkan sebenarnya satu pihak menghalangi yang lain dari jalan Allah karena syaitan menggunakannya.

Masalah ini timbul karena seseorang mengabaikan pengajaran Ar-Rahmaan dalam kitabullah. Pengetahuan sebagian dari jalan Rasulullah SAW tidak menjadikan seseorang tertipu syaitan. Berpaling dari kitabullah-lah yang menjadi penyebabnya. Gejala berpaling ini dapat dilihat dengan keberanian menghukumi bacaan Alquran dengan pendapatnya sendiri ataupun pendapat golongannya. Ketika Alquran menerangkan tentang sesuatu dan seseorang atau sekelompok orang menghukumi bacaan Alquran itu salah atau mungkin salah, maka hal itu mungkin gejala berpaling dari kitabullah, baik berpaling kepada dirinya sendiri atau berpaling kepada orang/hal lain bahkan mungkin kepada syaitan.

Seseorang tidak boleh berhenti belajar memahami Alquran. Hanya Rasulullah SAW yang mengetahui sepenuhnya kandungan Alquran, sedangkan orang lain hanya diberi sebagian dari Alquran, dan ia harus mengerti bahwa orang lain mungkin saja diberi bagian Alquran yang berbeda dari dirinya. Ia harus beramal dengan bagian dirinya, dan membuka diri bagi pengetahuan Alquran yang dibukakan kepada orang lain agar dapat bersinergi dalam Al-jamaah. Merasa telah memahami seluruh kandungan Alquran akan menyebabkan seseorang berhenti berusaha memahami Alquran. Bila seseorang merasa memahami seperti komprehensifitas Rasulullah SAW memahami, ia akan berhenti memahami Alquran. Bila demikian, ia akan dapat dimanfaatkan oleh syaitan untuk menghalangi dari jalan Allah (sabilillah).

Alquran harus dijadikan imam bagi setiap orang, sama sekali tidak boleh dijadikan pendukung pendapatnya. Seseorang harus mengikuti atau setidaknya menimbang setiap bacaan Alquran tanpa pernah mengatakan salah kecuali jelas kesalahannya. Kesalahan dalam pembacaan Alquran harus dapat dibuktikan kesalahannya, tidak boleh hanya menuduh pembacaan yang salah karena tidak sesuai dengan pendapatnya sedangkan Alquran telah mengatakan dengan fasih. Keseluruhan ilmu yang dibutuhkan seseorang untuk kembali kepada Allah ada di dalam Alquran, dan hal ini bisa dipelajari sebagian demi sebagian selama seseorang tidak merasa menjadi pemilik kebenaran.

Tidak sekadar berhenti, kadang syaitan membuat manusia melenceng dari sunnah Rasulullah SAW. Melencengnya langkah seseorang dari millah Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW akan menyebabkan seseorang terjatuh dalam bid’ah. Taubat dan tanggung jawab seseorang dalam hal melencengnya dari langkah kedua uswatun hasanah itu relatif agak berat dari sisi banyaknya pengikut. Seseorang mungkin dapat menyadari kesalahan dan kembali mengikuti Alquran sepenuhnya, tetapi tidak selalu demikian orang yang mengikutinya. Kesadaran itu harus pula diupayakan pada para pengikutnya tidak hanya bagi dirinya sendiri. Tanpa upaya yang sungguh-sungguh, di akhirat kelak para pengikutnya yang tersesat boleh jadi akan menyeretnya kembali ketika dihalau dari alhaudh menuju neraka.

Bid’ah akan menyebabkan dua gejala bersamaan. Ketika seseorang melenceng dari millah Ibrahim a.s maka ia dan pengikutnya akan melenceng dari sunnah Rasulullah SAW. Melencengnya bentuk bayt akan menyerongkan sikap pengikutnya terhadap Alquran, dan sebaliknya. Setiap orang hendaknya dibina agar dapat memahami Alquran dengan akalnya masing-masing, tidak sekadar mengikuti. Mereka masing-masing harus memiliki kesadaran bahwa ada bagian Alquran yang diperuntukkan bagi diri mereka, dan bagian itu adalah amanah Allah yang harus ditunaikan dalam kehidupannya. Satu orang dengan orang lain mungkin mempunyai bagian yang sama dari Alquran, tetapi cara pandang masing-masing seringkali berbeda-beda dan dan saling melengkapi. Harus dimunculkan sikap menghormati Alquran yang dibacakan dengan benar oleh siapapun. Hal ini adalah sasaran utama dalam mengikuti langkah Rasulullah SAW di jalan Allah. Bila hanya sekadar mengikuti, maka para pengikutnya mungkin akan melenceng dan berpaling dari kitabullah, dan itu sangat berpotensi untuk menyeretnya kembali ketika pengusiran dari alhaudh terjadi, sedangkan mungkin ia telah bertaubat dari langkah melenceng dari jalan Rasulullah SAW.

Pemakmuran bumi yang sebenarnya akan terjadi dengan mengikuti jalan Rasulullah SAW, yaitu dengan kembali kepada Allah. Hendaknya setiap orang berusaha mengikuti langkah beliau SAW di sabilillah dengan berpegang teguh kepada Alquran dan memahami dengan sungguh-sungguh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar