Pencarian

Rabu, 11 Mei 2022

Cahaya Allah dan Kegelapan Dunia

Allah menciptakan alam semesta bagi makhluk-makhluk-Nya, agar mereka dapat mengenal Dzat yang menciptakan mereka. Setiap makhluk diberi jalan dan kemampuan untuk mengenal Sang Maha Pencipta sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Tidak ada satupun makhluk yang dapat mengenal Sang Pencipta mereka secara sempurna, tetapi terbatasi oleh kemampuan masing-masing. Rasulullah SAW adalah satu-satunya makhluk yang mengenal Sang Pencipta dengan seluruh aspek yang hendak Dia perkenalkan kepada makhluk, sedangkan makhluk yang lain hanya mengenal bagian dirinya dari apa yang dikenal Rasulullah SAW. Beliau SAW mengenal seluruh wajah Allah yang hendak Dia perkenalkan kepada makhluk. Walaupun demikian tidak berarti beliau SAW mengenal Sang Pencipta dengan sempurna, hanya saja beliau SAW mengenal Allah dengan cara yang paling sempurna di antara seluruh makhluk-Nya.

Sebagian di antara jalan mengenal Allah adalah berusaha menjadikan diri sebagai mitsal bagi cahaya (nuur) Allah, yaitu sebagai laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari dzikir kepada Allah, kemudian mereka membangun bayt untuk meninggikan asma Allah dan mendzikirkan asma-Nya yang diperkenalkan kepadanya. Seseorang tidak akan bisa menjadi mitsal bagi cahaya (nuur) Allah dengan salah satu keadaan saja, misalnya hanya dengan berdzikir saja. Seseorang harus berusaha menjadikan diri sebagai mitsal bagi cahaya Allah bagi semesta mereka, disertai dengan membangun pernikahan sebagai bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah bagi semesta mereka.

Pernikahan merupakan keping fraktal ubudiyah dalam mengikuti Rasulullah SAW yang paling menyentuh kehidupan setiap manusia. Seorang perempuan memperoleh imam yang harus ditaatinya dalam rangka ibadah kepada Allah, dan seorang laki-laki memperoleh representatif umat yang harus disayanginya dalam wujud istrinya. Pada hakikat yang lebih tinggi, sebenarnya seorang laki-laki akan memperoleh imamnya melalui pernikahan mereka, yaitu bila ia memperhatikan jalinan al-arham dalam pernikahannya, sehingga ia dapat memperoleh kedudukan sebagai ulul arham yang memperoleh washilah kepada Rasulullah SAW. Ubudiyah yang sebenarnya kepada Allah harus disertai dengan amal sosial yang dimulai dari membangun pernikahan, tidak hanya dengan melakukan dzikir syariat saja.

Tauhid berupa pengenalan kepada Allah merupakan hal yang paling bernilai bagi setiap manusia. Banyak hal dapat dilakukan setiap makhluk, akan tetapi seringkali sebenarnya nilainya tidak terlalu bermakna walaupun tampak besar dalam pandangan manusia. Perbuatan yang dilakukan tanpa landasan pengenalan kepada Allah akan bernilai seperti fatamorgana yang tidak mempunyai nilai apa-apa, sedangkan ia tampak seperti air yang berharga ketika orang memandang perbuatan itu dari tempat yang jauh.

﴾۹۳﴿وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
﴾۰۴﴿أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُّجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا وَمَن لَّمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِن نُّورٍ
(39)Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang rendah, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (40)Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS An-Nuur : 39-40)

Fatamorgana berupa amal-amal tanpa membawa pengenalan kepada Allah itu berada pada tanah yang rendah, yaitu berupa kemilau duniawi di alam yang rendah. Manakala di tempat yang jauh, seringkali kemilau itu disangka sebagai air yang akan membawa obat bagi kehausan jiwa mereka. Ketika telah mendekati fatamorgana, kemilau itu akan menghilang bagi jiwa-jiwa mereka. Mereka akan menemukan disisinya Allah yang akan memberikan kepada mereka balasan sesuai dengan keadaan mereka.

Allah akan memberikan perhitungan yang cukup dan cepat atas amal-amal yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerjakan sesuatu berdasarkan fatamorgana yang mereka ikuti. Mereka akan diberi hasil-hasil duniawi atas amal mereka dengan bersegera dan tidak akan dikurangi sedikitpun bilamana mereka benar-benar menginginkan balasan yang segera itu. Akan tetapi hasil duniawi itu tidak akan menyembuhkan rasa dahaga bagi rasa haus dalam jiwa mereka. Bagi orang-orang yang ingin berdzikir kepada Allah dan meninggikan asma-Nya, balasan itu seringkali dinyatakan dengan sebenarnya berupa fatamorgana. Dengan balasan itu, ia akan menemukan makna yang lebih baik atas semua hal yang terjadi atasnya. Maka mereka akan sedikit lebih mengenal Allah dan akan mencari jalan lebih lanjut untuk mengenal Allah.

Perumpamaan sebagai fatamorgana itu merupakan amal-amal bagi orang-orang kafir yang mungkin saja mencari makna kehidupan. Seringkali hal itu menjadi pengantar bagi mereka untuk menjadi orang-orang beriman, tergantung bagaimana mereka bersikap kepada Allah hingga boleh jadi Allah melimpahkan cahaya iman kepada mereka. Sebagian orang kafir tidak peduli dengan makna kehidupan bagi jiwa mereka sehingga mereka benar-benar mengejar fatamorgana-fatamorgana. Sebagian orang kafir berfikir tentang makna kehidupan bagi mereka sehingga tersadar untuk mengenal arti penting mengenal Allah bagi jiwa mereka. Mereka boleh jadi kemudian diijinkan memperoleh cahaya Allah sebagai seorang yang beriman.

Allah memberikan perumpamaan lain bagi amal-amal orang kafir. Amal mereka itu bagaikan kegelapan di lautan yang dalam dengan ombak di atas ombak yang lain, sedangkan di atas mereka langit yang gelap. Orang-orang kafir beramal dalam kegelapan yang bertindih-tindih sehingga mereka hampir-hampir tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dengan tangan mereka manakala mereka harus melakukan sesuatu.

Ini adalah gambaran kehidupan di dunia tanpa cahaya Allah. Syaitan masih menjadi amir bagi kehidupan di bumi hingga kelak hari agama ditegakkan, sedangkan mereka berusaha menjadikan kehidupan manusia di bumi berada dalam kegelapan tanpa cahaya Allah. Mereka tidak mempunyai kekuatan atas hamba-hamba Allah yang mukhlas, akan tetapi kebanyakan manusia bukanlah orang yang mukhlas. Sebagian manusia memperoleh cahaya Allah sebagai orang mukhlas tanpa kuasa syaitan untuk menutupinya, sebagian memperoleh bagian cahaya mereka tetapi syaitan masih mempunyai celah untuk memasukkan tipuan bagi mereka, dan manusia yang tidak beriman berwalikan syaitan dalam kehidupan mereka.

Pada dasarnya kehidupan di bumi merupakan kegelapan karena sifat kegelapan intrinsiknya. Dengan kekuasaan syaitan atas kehidupan manusia di bumi, kehidupan di bumi menjadi kegelapan di atas kegelapan bagaikan ombak lautan yang berada di atas ombak yang lainnya yang terjadi dalam kegelapan tanpa cahaya dari langit. Langit yang gelap merupakan perumpamaan waham dalam jiwa manusia yang tidak memperoleh cahaya Allah. Tanpa keinginan untuk mengenal Allah, kehidupan di bumi adalah kegelapan di atas kegelapan yang berada dalam langit yang gelap.

Ikhlas Sebagai Cahaya

Keinginan mengenal Allah itu adalah keikhlasan. Ikhlas merupakan kemuliaan Allah yang disembunyikan di dalam hati para hamba Allah yang dikehendaki-Nya. Dengan keikhlasan, seseorang akan berjalan dari kegelapan menuju cahaya Allah, hingga ia menjadi mitsal bagi cahaya Allah dalam kedudukan yang mulia. Karena Allah yang menyembunyikan keikhlasan dalam diri seseorang, kadangkala tidak ada mata yang melihatnya, tidak ada telinga yang mendengarnya, dan tidak ada hati yang terbetik padanya kabar keikhlasan seseorang. Itu adalah keadaan hamba Allah yang paling tinggi di antara ahli surga.

الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ عَلَى الْمِنْبَرِيَرْفَعُهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَأَلَ مُوسَى رَبَّهُ مَا أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً قَالَ هُوَ رَجُلٌ يَجِيءُ بَعْدَ مَا أُدْخِلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ فَيُقَالُ لَهُ ادْخُلْ الْجَنَّةَ فَيَقُولُ أَيْ رَبِّ كَيْفَ وَقَدْ نَزَلَ النَّاسُ مَنَازِلَهُمْ وَأَخَذُوا أَخَذَاتِهِمْ فَيُقَالُ لَهُ أَتَرْضَى أَنْ يَكُونَ لَكَ مِثْلُ مُلْكِ مَلِكٍ مِنْ مُلُوكِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ رَضِيتُ رَبِّ فَيَقُولُ لَكَ ذَلِكَ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ فَقَالَ فِي الْخَامِسَةِ رَضِيتُ رَبِّ فَيَقُولُ هَذَا لَكَ وَعَشَرَةُ أَمْثَالِهِ وَلَكَ مَا اشْتَهَتْ نَفْسُكَ وَلَذَّتْ عَيْنُكَ فَيَقُولُ رَضِيتُ رَبِّ
قَالَ رَبِّ فَأَعْلَاهُمْ مَنْزِلَةً قَالَ أُولَئِكَ الَّذِينَ أَرَدْتُ غَرَسْتُ كَرَامَتَهُمْ بِيَدِي وَخَتَمْتُ عَلَيْهَا فَلَمْ تَرَ عَيْنٌ وَلَمْ تَسْمَعْ أُذُنٌ وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ قَالَ وَمِصْدَاقُهُ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ { فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ } الْآيَةَ
Al Mughirah bin Syu'bah r.a mengabarkan kepada manusia di atas mimbar apa yang didengarnya dari Rasulullah SAW tentang hal ini. Ia berkata : "Musa bertanya kepada Rabbnya, 'Apakah kedudukan penghuni surga yang paling rendahnya? ' Allah menjawab, 'Yaitu orang yang datang setelah penghuni surga dimasukkan ke dalam surga, lalu dikatakan kepada orang ini, 'Masuklah ke surga! ' Orang ini menjawab, 'Wahai Rabbku, bagaimana aku bisa masuk, sementara mereka sudah menempati tempat masing-masing dan mengambil bagian mereka? ' Maka dikatakan kepada orang ini, 'Apakah kamu ridha mendapatkan bagian kerajaan seperti seorang raja di antara raja-raja dunia? ' Orang itu menjawab, 'Aku rela, wahai Rabbku.' Rabb mengatakan, 'Itu bagianmu ditambah seperti itu, ditambah seperti itu, ditambah seperti itu, (ditambah seperti itu)." Pada kali kelima, orang itu mengatakan, 'Aku rela, wahai Rabbku." Rabb mengatakan, 'Ini bagianmu ditambah sepuluh kali lipatnya. Dan kamu mendapatkan apapun yang kamu inginkan dan yang matamu menyukainya.' Orang itu mengatakan, 'Aku rela, wahai Rabbku.'
Ia (Musa a.s) berkata, ' Wahai rabb, maka (bagaimana dengan kedudukan) orang yang paling tinggi kedudukannya?' Rabb menjawab, 'Mereka itu adalah orang yang Aku kehendaki, kemuliaan mereka aku letakkan dengan tangan-Ku, dan Aku menutup (kemulian itu) hingga ia tidak akan terlihat oleh sebiji-pun mata, tidak akan terdengar oleh sedaun-pun telinga, dan tidak akan terbetik oleh segumpal-pun hati manusia.' (Mughirah r.a) berkata: dan pembenarnya ada pada kitabullah : “maka tak satu jiwa-pun mengetahui apa yang disembunyikan baginya sebagai hiasan mata”. (Qs. As-Sajdah: 17). (HR Muslim no. 276)

Ketersembunyian keikhlasan itu merupakan gambaran bagi khazanah Allah yang tersembunyi bagi kebanyakan makhluk, tetapi terbuka bagi orang-orang yang mempunyai keikhlasan. Keikhlasan dalam diri seseorang tidak akan dapat diketahui oleh orang lain dengan matanya, dengan telinganya, atau dengan hatinya karena Allah boleh jadi menyembunyikannya karena keikhlasan. Keikhlasan seseorang itu akan diketahui dengan keikhlasan pada diri orang lain, tidak dengan indera mereka sekalipun memiliki indera batin.

Hal ini dapat diketahui dari kenyataan bahwa banyak orang shalih pada dasarnya mempersiapkan jalan bagi seseorang yang tersembunyi karena disembunyikan Allah. Para awliya islam berbondong datang ke nusantara untuk mempersiapkan jalan bagi kemuliaan Allah yang diletakkan oleh-Nya pada diri seseorang yang Dia sembunyikan. Seseorang yang disembunyikan itu dikenali berdasar keikhlasan para awliya itu, bukan karena indera mereka. Setiap awliya di jaman setelah Rasulullah SAW akan mengenali orang yang disembunyikan Allah tersebut karena para awliya mengenali kehendak Allah, juga karena Rasulullah SAW sendiri menjadikannya sebagai mitsal bagi beliau SAW, dan seruannya menjadi mitsal bagi seruan beliau SAW. Hal ini mungkin menjadi sebuah pro-kontra di antara masyarakat umum, tetapi bagi kalangan wali Allah, menolak masalah ini berimplikasi menyerupai penolakan terhadap perintah Allah untuk bersujud kepada Adam. Kedudukan tertinggi di surga ditempati oleh seseorang yang menjadi kehendak Allah dan sekaligus disembunyikan Allah. Para ulama hind sebelum kedatangan Rasulullah SAW pun mengenali orang yang tersembunyi tersebut, dan mereka kemudian bergerak dari tempat asal mereka ke ujung negeri mereka yang paling timur untuk mempersiapkan jalan bagi insan tersembunyi tersebut. Seseorang yang mengandalkan indera dan hati mereka tidak akan mampu mengenalinya.

Keikhlasan akan menjadikan seseorang memiliki kedudukan yang tinggi kelak di surga. Perjalanan di bumi menuju kehidupan akhirat pada dasarnya merupakan kegelapan yang dapat menyesatkan setiap manusia sehingga terjatuh pada kerendahan. Resiko kesesatan itu akan dapat dikurangi dengan memperhatikan sikap ikhlas dalam dirinya. Seseorang tidak boleh merasa selamat karena merasa mempunyai keikhlasan, sedangkan ia tidak berusaha memahami firman dan ayat-ayat Allah dengan benar tetapi hanya dengan mengikuti indera dan hatinya saja. Keikhlasan itu harus diwujudkan dalam usaha yang sungguh-sungguh memahami kehendak Allah berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, serta memperhatikan ayat-ayat kauniyah di semesta mereka.

Keikhlasan akan menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia dalam kehidupan mereka. Cahaya itu akan menjadikan mereka mengenal kehendak Allah, dan manusia akan mengetahui apa yang harus dikerjakan sesuai dengan kehendak Allah manakala mereka harus mengeluarkan tangan mereka. Mereka dapat melakukan amal dengan pengetahuan tentang apa yang harus dikerjakan berdasarkan cahaya Allah. Orang yang tidak memperoleh cahaya Allah tidak akan mengetahui apa yang harus dikerjakan tangannya. Tidak semua orang yang memperoleh cahaya Allah mengetahui apa yang harus dikerjakan, tetapi setidaknya mereka memperoleh cahaya penerang dalam kehidupan mereka di bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar