Pencarian

Kamis, 03 Februari 2022

Imam dan Fadhilah Allah

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna di antara seluruh makhluk hingga manusia dapat menempati kedudukan sebagai makhluk paling mulia. Dengan kedudukan demikian, Allah akan memberikan kepada seseorang kelebihan yang sempurna melebihi kelebihan yang diberikan kepada makhluk-makhluk lain yang diciptakan Allah. Ada pemberian Allah dalam diri manusia yang menjadikannya mampu untuk mengenal kemuliaan Allah dan menjadi wadah pemberian-Nya. Pemberian Allah kepada manusia itu akan menjadi fadhilah yang paling sempurna yang dilimpahkan-Nya kepada makhluk.

Untuk memperoleh kedudukan dan fadhilah tersebut, setiap orang harus bertaubat sejak kehidupan di muka bumi yang merupakan alam terjauh dari sumber cahaya Allah. Bumi adalah alam yang diciptakan paling jauh dari sumber cahaya semesta alam, dan di alam terjauh itu manusia ditempatkan agar berjalan kembali menuju sumber cahaya. Dengan berjalan kembali kepada Allah, maka manusia akan berproses untuk memperoleh fadhilah dan kemuliaan yang dijanjikan bagi mereka.

﴾۰۷﴿ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS Al-Israa’ : 70)

Sebagian orang yang bertaubat itu dimudahkan menempuh jalannya kembali kepada Allah. Sebenarnya Allah menyediakan kemudahan ini bagi semua hamba-Nya, tetapi tidak semua hamba Allah menemukan kemudahan ini. Allah memperjalankan hamba-Nya dengan mengangkutnya dalam perjalanan taubat di daratan dan di lautan. Daratan itu adalah perjalanan yang mempunyai tanda-tanda perjalanan yang jelas, dan lautan merupakan perjalanan dengan tanda-tanda perjalanan yang kurang terlihat, dan seseorang harus mencari tanda-tanda perjalanannya di langit atau di tempat yang jauh. Allah memudahkan perjalanan hamba-hamba-Nya dalam perjalanan di daratan dan di lautan untuk kembali kepada-Nya.

Orang-orang yang dimudahkan Allah dalam perjalanannya ditandai dengan rezeki yang diturunkan Allah berupa rezeki dari at-thayyibat. At-thayyibat merupakan pengetahuan manusia terhadap kehendak Allah atas dirinya dalam bentuk pengetahuan yang samar-samar, sebagaimana seseorang mengenal bunga tanpa melihat bunga itu tetapi hanya dengan mencium wangi bunga itu. Seseorang yang dimudahkan Allah dalam perjalanannya akan mengenal secara samar-samar kehendak Allah atas dirinya, tanpa mengetahui persis bentuk kehendak Allah atas dirinya sebagaimana ia mencium wangi bunga .

Bila seseorang mensyukuri rezeki at-thayyibat yang diberikan Allah kepada dirinya, maka ia akan berjalan menuju fadhilah Allah yang paling sempurna di antara seluruh fadhilah bagi seluruh makhluk yang diciptakan Allah. Ia akan memperoleh fadhilah yang dijanjikan baginya. Akan ditemukan tanda yang jelas ketika seseorang menemukan fadhilah yang besar. Tanda seseorang memperoleh fadhilah yang sempurna adalah ketika ia mengenal dan menemukan imam yang sebenarnya bagi dirinya.

﴾۱۷﴿يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولٰئِكَ يَقْرَؤُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
yaitu (pada) suatu hari (yang di hari itu) akan Kami panggil tiap umat dengan imamnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. (QS Al-Israa’ : 71)

Mengenal dan menemukan imam itu adalah menemukan washilah kepada Rasulullah SAW. Hal ini diawali dengan keterbukaan seseorang tentang pengenalan dirinya sendiri. Ketika seseorang mengenali jati dirinya, ia akan bisa berusaha mengenali orang-orang yang ada di sekitarnya atau orang-orang terdahulu atau orang yang akan datang, dan terutama mengenali washilah yang menghubungkan dirinya hingga sampai kepada rasulullah SAW. Mengenali sahabat-sahabatnya akan menjadikannya termasuk dalam suatu umat (unas). Kadangkala seseorang menemukan urusannya sebagai penerus orang lain yang dihormatinya. Kadangkala seseorang menemukan urusannya terhubung dengan orang lain yang sebelumnya tidak dekat atau tidak diperhitungkannya, atau bahkan orang pada masa yang akan datang. Puncak washilah ini adalah Rasulullah SAW. Hal itu dapat dikenali manusia manakala ia mengalami keterbukaan tentang jati dirinya sendiri.

Mencari Imam dan Akhlak

Mencari imam merupakan indikator adanya sifat rendah hati pada diri seseorang yang menjadikan seseorang melihat kebenaran. Seseorang hanya akan mencari imam bila mengetahui adanya kelemahan dalam dirinya, sedangkan seseorang yang merasa tinggi dan kuat tidak akan merasa perlu mencari imam. Tingkat takut dan harap seseorang kepada Allah (khauf dan raja’) juga terlihat dari sikap ini. Ia mengharap hadirnya (wakil) Allah dalam wujud yang dapat terjangkau oleh alamnya yang rendah, dengan sebuah kesadaran tentang tingginya kedudukan Allah dan rendahnya wujud dirinya. Ia takut mengharapkan hadirnya wujud yang tinggi untuk alamnya yang rendah tanpa sebuah hijab yang layak bagi dirinya.

Seseorang dapat memunculkan sifat-sifat yang tampak baik kepada orang lain tetapi secara bersamaan menyimpan dalam hatinya perasaan tinggi dan kesombongan. Kadang perasaan itu tersembunyi tanpa diketahui. Hal itu tidak menunjukkan adanya sikap rendah hati. Sikap rendah hati yang sebenarnya ditunjukkan dengan sikap butuh mencari tauladan bagi dirinya. Kadangkala mencari tauladan dilakukan dengan belajar dari orang yang mengajarkan agama, kadang dilakukan dengan mencari sandaran bagi ilmu yang terbuka kepadanya, dan kadangkala orang mencari sandaran bagi amal shalih yang harus dilakukan.

Allah menciptakan setiap manusia untuk menempati kedudukan yang tinggi di antara para makhluk, tetapi kedudukan itu hanya dapat ditempati bila seseorang bersifat rendah hati. Dengan rendah hati, kebenaran akan dapat dilihat seseorang dengan jelas hingga sebagaimana jelasnya kitab yang diberikan Allah kepada mereka. Rendah hati itu harus terwujud hingga makhluk-pun mengetahui hal itu, yaitu dengan ridha-nya para imam atas kebenaran diri mereka, sebagaimana seorang suami ridha atas kebenaran yang ditemukan dalam diri seorang isteri bilamana seorang isteri berakhlak dengan kebenaran, bukan isteri yang berkemampuan berargumentasi dengan dalil kebenaran.

Seorang perempuan yang menyombongkan diri terhadap suami atau merendahkan suaminya akan sulit mendapatkan ridha suaminya. Demikian pula seorang murid yang sombong tidak akan memperoleh ridha gurunya, dan seorang guru akan sulit menjadikan seseorang yang menyombongkan diri kepada guru itu sebagai murid. Jalan mencari imam yang benar akan tertutup atau terkacaukan manakala seseorang memiliki sifat kesombongan. Suami adalah jalan untuk ibadah seorang isteri kepada Allah, dan para imam menjadi jalan bagi laki-laki untuk menemukan kedudukan diri mereka di sisi Allah.

Pola pencarian imam yang dilakukan oleh seorang laki-laki akan dipengaruhi pertumbuhan kalimah thayyibah dalam jiwanya. Tidak mustahil dalam suatu fase pencarian imam, seseorang hanya menemukan jati dirinya berupa jiwanya, sedangkan imam dalam wujud manusia lain harus ditemukan pada fase berikutnya. Jiwanya itu juga merupakan imam bagi jasmaninya. Seorang laki-laki mungkin mengawali pencarian dengan mentaati guru yang mengajari agama, kemudian ia melanjutkan pencarian imam dalam amr-nya ketika ia mengenal jati dirinya, sedangkan gurunya mungkin saja kemudian menjadi sahabatnya. Kadangkala pencarian imam dilakukan oleh seorang laki-laki secara parallel pada masing-masing bidang, tanpa mengkhianati satu pihak pun. Itu mungkin terjadi pada seorang laki-laki yang mencari imam, dan tidak boleh terjadi pada perempuan terhadap suaminya. Terdapat banyak persamaan antara mencari imam dengan pernikahan bagi seorang perempuan, walaupun tidak sepenuhnya sama. Seorang perempuan hanya boleh terikat pada satu imam sepanjang hidupnya, yaitu laki-laki yang menjadi suaminya.

Ada hal utama yang harus dibentuk oleh setiap manusia baik laki-laki atau perempuan melalui pencarian imamnya, yaitu akhlak mulia dalam ibadah kepada Allah berupa tumbuhnya kalimah thayyibah. Ukuran akhlak itu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasulullah SAW. Kadangkala terjadi perbedaan antara seseorang dengan imamnya, maka akhlak mulia itu terdapat pada seseorang yang berusaha mentaati Allah dan Rasulullah SAW. Prinsip ini hendaknya menjadi salah satu pedoman bagi seseorang dalam mencari imam, bahwa imam yang dipilih haruslah seseorang yang mengantarkan dirinya dalam ketaatan kepada Allah dan Rasulullah SAW. Seringkali seseorang keliru memilih imam yang menjadikan dirinya taat hanya kepada sang imam tanpa memperkenalkan kedudukan mereka dalam ketaatan kepada Allah dan Rasulullah SAW. Maka mereka tidak menjadi lebih baik dari keadaan imam mereka. Imam yang baik akan mendidik pengikutnya untuk bersaksi dengan baik bahwasanya tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah.

Sebagian di antara orang yang mengenal imamnya, diberikan kepada mereka kitab mereka melalui tangan kanan. Sebagian tidak demikian. Orang-orang yang memperoleh kitab mereka dengan tangan kanan akan membaca kitab mereka dan mereka tidak didzalimi sedikitpun. Orang yang tidak memperoleh kitab yang diberikan melalui tangan kanan mereka tidak akan membaca kitab diri mereka dengan benar, dan boleh jadi ada kedzaliman-kedzaliman dalam diri mereka. Mungkin masalah kedzaliman harus dibicarakan dengan imam mereka yang mempunyai akal lebih kuat dan mengetahui kedzaliman yang dilakukan dan tersembunyi dari dirinya sendiri. Orang-orang yang mengenal imamnya dan memperoleh kitab mereka dengan tangan kanan inilah orang-orang yang memperoleh fadhilah Allah yang sempurna melebihi fadhilah kepada makhluk lainnya.

Pemimpin Bagi Yang tidak Bertaubat

Kadangkala seseorang hidup bersama dan bergaul dengan orang-orang yang seharusnya menjadi washilah mereka kepada rasulullah SAW, tetapi mereka tidak mengenal kedudukan washilahnya. Hal ini sangat banyak terjadi pada masyarakat, terutama pada masyarakat yang tidak bertaubat. Masyarakat yang bertaubat akan sedikit atau banyak mengalami keterbukaan karena budaya pencarian imam yang tumbuh. Mungkin imam yang mereka pilih tidak sepenuhnya tepat, tetapi tidak terlalu salah dalam memilih pemimpin mereka. Masyarakat yang tidak bertaubat akan mengangkat hawa nafsu mereka sebagai imam yang memimpin mereka, bahkan mungkin menjadikannya tuhan bagi diri masing-masing. Hal ini akan menenggelamkan pencarian akan imam dan menyebabkan negeri mengalami kekacauan.

Orang yang tidak buta adalah orang yang mendapatkan kesempatan untuk membaca kitab dirinya. Ketika seseorang yang hidup di bumi tidak berjalan ke arah yang ditunjukkan Alquran sebagaimana ayat-ayat di atas, orang tersebut dikategorikan sebagai buta. Barangkali ia tidak pernah mengetahui kabar tentang nilai dirinya sebagai manusia di antara seluruh makhluk lainnya. Barangkali ia tidak berjalan kembali kepada Allah, atau ia berjalan kembali kepada Allah tetapi tidak pada jalan yang dimudahkan Allah. Barangkali ia tidak merasakan datangnya rezeki dari ath-thayyibat, atau barangkali ia tidak menemukan imam yang menjadi washilah kepada Rasulullah SAW, atau ia tidak dapat membaca kitab dirinya, maka ia dikatakan mengalami kebutaan dalam tingkatan yang bermacam-macam.

﴾۲۷﴿وَمَن كَانَ فِي هٰذِهِ أَعْمَىٰ فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا
Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (QS Al-Israa’ : 72)

kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang paling berharga bagi manusia. Seseorang dapat menemukan shirat al-mustaqim pada kehidupan di bumi, dan menempuhnya hingga bilamana Allah berkehendak ia dimi’rajkan ke hadirat Allah sesuai kedudukan dirinya sebagaimana mi’rajnya Rasulullah SAW ke ufuk yang tertinggi sebagai kedudukan beliau. Allah telah menyediakan tempat-tempat mi’raj (al-ma’arij) bagi hamba-hamba-Nya.

Manakala seseorang kehilangan arah dalam kehidupan dunia, maka ia akan menempuh jalan yang lebih berat dalam kehidupan berikutnya. Bilamana ia tersesat dalam perjalanannya di bumi, maka pada kehidupan berikutnya ia akan lebih tersesat. Bilamana ia masih mempunyai kebutaan, maka di alam akhirat menghilangkan kebutaan itu akan lebih sulit. Manusia akan melanjutkan perjalanan di akhirat sesuai dengan keadaan jiwanya pada akhir kehidupannya di bumi.

Sebagian manusia tidak peduli ke arah mana kehidupannya terpimpin. Sebagian manusia sepenuhnya terpimpin oleh hawa nafsu mereka sendiri. Sebagian manusia mengikuti kilasan petunjuk-petunjuk dalam kitab suci namun tidak bersungguh-sungguh dalam memahami dan mengikuti petunjuk-petunjuk kecuali untuk keuntungan dunia mereka. Allah menjadikan fir’aun dan bala tentaranya sebagai imam-imam yang menyeru ke neraka melalui kehidupan dunia dan kedzaliman.

﴾۱۴﴿وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنصَرُونَ
Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong (QS Al-Qashash : 41)

Firaun dan bala tentaranya merupakan para pemimpin orang-orang yang bergelut dalam kehidupan dunia dengan melupakan aspek lain kehidupan manusia hingga umat manusia tenggelam dalam kehidupan dunia saja. Mereka menyeru umat manusia menuju neraka dengan ketenggelaman dalam kehidupan dunia secara menyeluruh. Orang-orang yang tenggelam bermegah-megah dalam kehidupan dunia sebagaimana Fir’aun tidak akan memperoleh pertolongan dalam kehidupan akhirat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar