Pencarian

Selasa, 15 Februari 2022

Perintah Bersujud

Untuk mendapatkan washilah kepada Rasulullah SAW yang menempati kedudukan tertinggi di antara seluruh makhluk di sisi Allah, seseorang harus berusaha memperoleh pengenalan tentang imam yang menjadi washilahnya kepada Rasulullah SAW. Dengan cara demikian maka seseorang memperoleh washilah yang bersambung. Seseorang tidak serta merta memperoleh washilah Rasulullah SAW tanpa mengetahui jalan-jalan washilah dirinya hingga kepada Rasulullah SAW.

﴾۱۷﴿يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولٰئِكَ يَقْرَؤُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
yaitu (pada) suatu hari (yang di hari itu) akan Kami panggil tiap umat dengan imamnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. (QS Al-Israa’ : 71)

Jalan menemukan washilah itu ada di dalam diri, dan itu harus terhubung dengan yang di luar dirinya. Washilah yang ada di dalam diri itu berwujud nafs wahidah yang merupakan cetak biru penciptaan diri seseorang, sedangkan washilah yang ada di luar diri itu berupa imam yang menghubungkan urusan dirinya kepada amr Rasulullah SAW. Seseorang yang mengenal nafs wahidah akan dapat mengenal imam yang menjadi washilahnya kepada Rasulullah SAW. Dengan mengenal dirinya dan imamnya, seseorang menemukan shaff-nya untuk bersujud mengikuti Rasulullah SAW.

Sujud merupakan bentuk lebih lanjut dari ketaatan yang dapat dilakukan hanya bagi Allah. Sujud bukan hanya sebuah bentuk meletakkan kepala ke bumi, tetapi juga mencakup ketundukan cara bersikap seseorang dalam menghadapi fenomena kehidupan. Kesamaan sikap dengan Allah itu adalah kualitas sujud, baik sujudnya seseorang ataupun sujudnya umat. Satu orang yang bersujud mempunyai sikap sama dengan orang lain yang bersujud, dan mereka mengetahui kedudukan mereka dalam shaff-shaff hamba Allah. Sikap mereka sama dengan kehendak Allah. Kualitas kesamaan sikap dengan kehendak Allah itu adalah kualitas sujud.

Pada prinsip dasarnya, Allah benar-benar melarang setiap makhluk untuk bersujud kepada makhluk yang lain tanpa berlandaskan kebersujudan kepada Allah. Akan tetapi dalam perjalanan kembali kepada Allah, seseorang harus menemukan tempat bersujudnya dalam shaff yang dipimpin Rasulullah SAW. Gambaran sikap bersujudnya makhluk dalam shaff dalam berbagai tingkatan alam semesta yang diciptakan Allah dapat dilihat pada perintah Allah kepada para malaikat dan iblis untuk bersujud kepada Adam.

﴾۴۳﴿وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS Al-Baqarah : 34)

lebih lanjut, rasulullah SAW secara tidak langsung memberikan gambaran tentang lapisan tingkat alam semesta itu pada wujud yang dapat dilihat oleh seluruh jenis makhluk hingga makhluk jasmaniah yang hidup di bumi, berupa gambaran dalam wujud laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan yang terikat dalam suatu pernikahan merupakan kepingan fraktal yang menggambarkan susunan besar fraktal yang membentuk gambar yang sama.

dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
Seandainya aku menyuruh seseorang sujud kepada seseorang, maka benar-benar aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya”[HR at-Tirmidzi no. 1159, Ibnu Hibban no. 1291 dan al-Baihaqi (VII/291) ]

Itu adalah kepingan gambaran bagaimana seorang makhluk seharusnya bersujud kepada Allah. Seorang makhluk dapat menemukan tempat bersujud kepada Allah dalam shaff melalui imam yang dikenalinya berdasarkan pengetahuannya tentang kehendak Allah. Para malaikat dan iblis diperintahkan bersujud kepada Adam hanya sebagai jalan mereka bersujud kepada Allah, bukan bersujud sebagai sujud kepada Adam. Demikian pula seorang isteri diperintahkan bersujud kepada suaminya hanyalah dalam kondisi tertentu, yaitu ketika jalan untuk bersujud mereka kepada Allah terbuka.

Perintah bersujudnya seorang isteri kepada suaminya merupakan gambaran yang sama dengan perintah bersujudnya para malaikat dan iblis kepada Adam, tetapi pada tingkatan alam yang berbeda. Kedua peristiwa itu menjadi gambaran tentang bersujudnya seluruh hamba kepada Allah yang ditentukan melalui jalan masing-masing. Para malaikat dan iblis seharusnya bersujud kepada khalifatullah, sedangkan khalifatullah bersujud kepada Rasulullah SAW. Dengan sikap demikian, mereka bersujud kepada Allah mengikuti Rasulullah SAW.

Kebersujudan demikian bukanlah suatu kemusyrikan, tetapi merupakan jalan yang disediakan Allah bagi para makhluk sesuai dengan tingkatan masing-masing. Mustahil seorang makhluk bodoh dan hina di alam bumi dapat menghubungkan dirinya kepada Dzat Yang Maha Tinggi dengan mengabaikan washilah yang diturunkan Allah bagi mereka. Allah-lah yang menurunkan tali kepada para makhluk dalam berbagai tingkatan yang harus dicari oleh masing-masing makhluk sesuai dengan tingkatannya. Makhluk di alam tertinggi mengetahui washilah mereka langsung kepada Rasulullah SAW. Di alam yang lebih rendah, para malaikat akan mengetahui washilah mereka kepada Rasulullah SAW melalui imam mereka khalifatullah a.s, dan di alam bumi, manusia harus mencari para imam yang menghubungkan mereka kepada Rasulullah SAW, sedangkan para perempuan harus mentaati suami mereka untuk menemukan jalan bersujud kepada Allah.

Menemukan Shaff

Perjalanan mencari shaff tempat bersujud ini bukanlah sesuatu yang bisa dilihat hitam putih. Seseorang harus mencari dari alam yang penuh dengan berbagai kegelapan dan terang yang bercampur-campur. Kadangkala seseorang harus mencari kebenaran di antara kegelapan, kadangkala seseorang harus berusaha menelan kebenaran yang belum bisa dipahami, kadangkala seseorang harus memisahkan antara kebenaran dan kebathilan yang bercampur. Hal ini cukup sulit dilakukan manusia dalam mencari washilahnya, tetapi akan semakin jelas bagi seseorang dengan pertumbuhan akal.

Hal prinsip yang harus digenggam setiap orang di setiap keadaan adalah hendaknya ia berpegang pada Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Seorang perempuan harus menentukan imamnya di dunia sebelum pernikahannya, maka hendaknya ia memilih imam dengan pengetahuan yang sebaik-baiknya dari Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Demikian pula selama kehidupannya ia harus mentaati suami mengikuti tuntunan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana perempuan memilih imamnya, hendaknya laki-laki juga berusaha memperoleh pengetahuan yang sebaik-baiknya tentang Alquran dan sunnah dalam mencari imamnya. Imam yang sebenarnya bagi seorang laki-laki akan dikenali manakala ia akan memperoleh fadhilah Allah.

Tingkat sujudnya seorang hamba tergantung pertumbuhan akal mereka dalam memahami kehendak Allah melalui Rasulullah SAW. Seorang makhluk tidak boleh bersujud kepada makhluk lain tanpa memiliki pengetahuan tentang kehendak Allah sesuai dengan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Hal ini tidak berarti harus membantah. Tingkat sujudnya seseorang ditentukan bagian pengetahuannya tentang Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Tidak ada bagian sujud seorang hamba kepada Allah melalui makhluk lain tanpa pengetahuan tentang kehendak Allah dan sunnah Rasulullah SAW, walaupun dalam mentaati seorang wali Allah. Hendaknya setiap orang berusaha memahami kehendak Allah dan sunnah Rasulullah SAW dalam ketaatannya kepada orang yang diikuti untuk memperoleh bagian sujudnya kepada Allah.

Akal dalam hal ini bukanlah sekadar kemampuan logika, tetapi akal yang memahami kehendak Allah. Pertumbuhan akal ini akan disertai dengan pertumbuhan jiwa seseorang hingga jiwa seseorang dapat bertemu dengan ruh alquds. Pertumbuhan jiwa seseorang dalam memahami kehendak Allah ini adalah pertumbuhan akhlak al-karimah. Tingkat sujud seseorang terkait dengan tingkat pertumbuhan akhlak al-karimah dalam dirinya.

Pertumbuhan akhlak al-karimah merupakan penyatuan kepingan-kepingan diri seseorang untuk kembali kepada Allah. Manusia adalah makhluk yang diciptakan sebagai makhluk paling sempurna dari komponen jasmani, nafs wahidah dan ruh. Itu merupakan kesempurnaan kumpulan komponen dari alam tertinggi hingga alam terendah yang diciptakan Allah. Ada syahwat dan hawa nafsu yang tumbuh dari perpaduan komponen-komponen tersebut. Pertumbuhan akhlak al-karimah akan menyatukan kepingan komponen seorang manusia di jalan Allah, mulai dari komponen alam terendah berupa jasmaninya dengan komponen yang lebih tinggi secara bertahap, dengan nafs wahidah dan ruh al-quds.

Allah menyediakan bantuan bagi manusia dalam penciptaan dirinya untuk memudahkan upaya penyatuan tersebut. Allah menciptakan manusia berpasangan dari setiap satu nafs wahidah. Dari setiap satu nafs wahidah, Allah menciptakan seorang laki-laki dan pasangan atau pasangan-pasangannya. Keberpasangan manusia dari satu nafs wahidah yang sama itu akan memudahkan setiap manusia untuk menyatukan kepingan diri membentuk akhlak al-karimah. Setiap manusia dapat mengenal kehendak Allah melalui keberpasangan diri mereka, karena Allah menjadikan keberpasangan itu media belajar yang paling baik.

Pernikahan merupakan media yang paling baik bagi setiap manusia untuk menumbuhkan akhlak al-karimah dalam diri mereka masing-masing. Seorang laki-laki akan mengetahui bahwa Allah menghendaki dirinya tumbuh dengan rasa kasih sayang kepada isterinya untuk kembali kepada Allah, dan seorang perempuan akan tumbuh untuk mentaati suaminya sebagai jalannya kembali kepada Allah. Dengan pertumbuhan banyak hal dalam pernikahan, setiap orang akan memperoleh kemudahan untuk menumbuhkan akhlak al-karimah, berbeda bila harus menumbuhkan akhlak dengan diri sendiri saja.

Keberpasangan itu menjadi gerbang yang mengantarkan sepasang manusia tumbuh sebagai hamba Allah yang memberikan manfaatnya bagi semesta mereka. Pertumbuhan akhlak al-karimah disemai dalam pernikahan, dan hal itu akan mendatangkan manfaat yang besar bagi semesta mereka secara keseluruhan. Dalam fungsinya, seorang laki-laki dengan akalnya akan dapat memahami kehendak Allah dengan melihat khazanah dalam diri isterinya, dan seorang isteri adalah pembawa semesta duniawi kepada suaminya. Dengan tumbuhnya akhlak al-karimah pada kedua pihak, maka seorang laki-laki dapat melihat kehendak Allah dan berbuat yang terbaik untuk semesta dirinya. Bila seorang isteri durhaka kepada suaminya yang shalih, maka suami hanya mengerti kehendak Allah tanpa bisa berbuat banyak untuk semestanya, sedangkan bila seorang suami tidak berakhlak al-karimah sedangkan istrinya shalihah, maka dunia mereka akan berkembang secara duniawi tanpa terhubung dengan aspek bathiniah secara baik. Pasangan pernikahan yang shalih merupakan pembuka kemakmuran bumi.

Keberpasangan pernikahan merupakan elemen fraktal yang akan mengantar manusia memperoleh washilah yang lurus hingga alam yang tertinggi. Perbedaan yang terlihat kecil antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan menjadi gambaran sederhana yang mewakili azas penciptaan alam semesta raya, yaitu untuk memperkenalkan asma Allah sebagai Ar-rahman Ar-rahiim.

Pemahaman terhadap azas ini akan terbangun bila seseorang bersikap benar sejak dalam pernikahan. Seseorang yang berkhianat atau menolak petunjuk jodoh yang benar dengan kemauannya sendiri akan terhalang untuk memperoleh pengetahuan demikian. Demikian seterusnya hingga di alam yang tertinggi. Upaya memahami azas penciptaan alam semesta raya ini harus dibangun secara menyatu pada semua tingkat, tidak terputus pada tingkat tertentu. Seorang isteri tidak boleh memutus ketaatan pada suami, seorang laki-laki tidak memutus ketaatan pada imamnya, dan imam tidak boleh memutus ketaatan pada washilah, manakala tidak menyalahi yang diajarkan Rasulullah SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar