Pencarian

Minggu, 20 Februari 2022

Umat Wahidah Mencegah Kerusakan

Allah memperkenalkan diri-Nya dengan asma Ar-rahman Ar-rahiim sebagai asma yang paling utama. Kedua nama itu adalah asma tertinggi yang dikehendaki Allah untuk dikenal oleh segenap makhluk. Di antara para makhluk, manusia menempati peran terpenting dalam mengajarkan asma-asma Allah kepada makhluk lain di semesta alam, akan tetapi kebanyakan manusia terlupa dan tidak mengerjakan hal tersebut karena justru lebih tertarik pada alam yang rendah.

Bagi orang-orang yang mengetahui amanah memperkenalkan asma Allah yang seharusnya dilaksanakannya bagi semua makhluk, Allah menghendaki mereka untuk membentuk umat wahidah sehingga mereka dapat menegakkan dengan baik dan benar amanah-amanah yang harus mereka laksanakan. Dengan umat wahidah, satu orang dengan orang lain bisa saling mendukung dan memperkuat pelaksanaan tugas mereka sehingga amanah mereka dapat ditunaikan dengan baik. Dan dengan umat wahidah maka satu orang dengan orang lain dapat saling mengingatkan manakala terjadi kesalahan dalam pelaksanaan penunaian amanah. Tanpa umat wahidah, kedua hal tersebut akan sulit dan berat dilaksanakan.

﴾۸۱۱﴿وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, (QS Huud : 118)

Umat wahidah merupakan kumpulan dari orang-orang yang mengenal nafs wahidah. Seseorang yang mengenal nafs wahidah mengerti amanah Allah yang harus ditunaikan bagi makhluk lainnya. Akan tetapi mengenal nafs wahidah bukanlah tujuan akhir kehidupan manusia. Hal itu hanya merupakan awal langkah seseorang menginjak tahapan ad-diin (agama). Setelah menginjak tahap ber-agama, seseorang hendaknya melanjutkan langkah dengan membentuk umat wahidah. Umat wahidah ini merupakan langkah lanjutan yang dikehendaki Allah untuk ditempuh seseorang setelah mengetahui amanah Allah yang harus ditunaikannya.

Ada tantangan besar bagi seseorang ketika menginjak tahapan agama. Tanduk syaitan akan terbit manakala matahari terbit. Itu gambaran bahwa syaitan besar akan muncul bagi seseorang manakala seseorang menginjak tahapan mengenal nafs wahidah dirinya. Pengetahuan yang tiba-tiba terbuka akan menggoda seseorang untuk mempercayai segala yang terbuka bagi dirinya, sedangkan syaitan mencampuri keterbukaan pengetahuan tersebut. Pengetahuan yang terbuka bagi seseorang manakala pengetahuan tentang nafs wahidah terbuka benar-benar bercampur dengan pengetahuan syaitan, maka setiap orang yang mengenal nafs wahidah harus berusaha memisahkan pengetahuannya yang benar dengan pengetahuan campuran dari syaitan.

Pengetahuan campuran yang berasal dari syaitan itu akan membuat seseorang berselisih dengan orang lainnya dengan perselisihan yang berat. Bagi orang lain, pengetahuan itu jelas berasal dari syaitan sedangkan bagi dirinya pengetahuan itu adalah amr Allah. Campuran syaitan itu akan sedemikian mendorong seseorang berkeyakinan bahwa campuran urusan syaitan itu harus terlaksana di muka bumi, dan hal ini akan menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Ini harus benar-benar disadari oleh orang-orang yang menginjak tahapan agama.

Perselisihan hanya tidak terjadi pada orang-orang yang memperoleh rahmat Allah. Orang yang belum mengenal nafs wahidah akan berselisih karena sifat hawa nafsu, sedangkan orang yang mengenal nafs wahidah akan berselisih karena tipuan syaitan. Bila seseorang tidak tertipu syaitan ketika Allah memberikan keterbukaan mengenali nafs wahidah, mereka akan memperoleh rahmat Allah dan kemudian Allah menjadikannya termasuk dalam umat yang satu (ummatan wahidah). Umat wahidah merupakan bentuk jamaah yang tidak berselisih di dalamnya satu orang dengan yang lainnya, dan itu adalah orang-orang yang memperoleh rahmat Allah.

Dengan umat wahidah, tatanan sesuai dengan rahmaniyah dan rahimiyah Allah dapat terwujud dengan baik di bumi. Tanpa hal itu, kemajuan umat manusia sebenarnya selalu hanya berjalan melebar dari kemakmuran. Ketika ukuran kemakmuran meningkat, hal itu terjadi bersamaan dengan terwujudnya orang-orang yang tersingkir. Ketika pembangunan dilaksanakan, terjadi perusakan pada tempat lainnya. Hal sedemikian itu terjadi dalam semua aspek kehidupan. Demikian hal yang selalu terjadi pada umat manusia tanpa orang-orang yang memperoleh rahmat Allah.

 

Mencegah Kerusakan

Salah satu aspek yang harus diperhatikan orang-orang beriman dalam mewujudkan kemakmuran adalah pencegahan kerusakan di muka bumi. Orang beriman tidak boleh mengejar kemajuan di muka bumi dengan melupakan efek kerusakan yang mungkin terjadi. Orang beriman harus memperhatikan dan mencegah kerusakan yang mungkin terjadi karena perbuatan yang dilakukan. Seringkali suatu kaum tergesa-gesa mengejar kemakmuran duniawi tanpa memperhatikan kerusakan yang mungkin terjadi, dan kadangkala suatu kaum terlupa untuk memperhatikan peraturan-peraturan Allah hingga terjadi kerusakan di bumi.

﴾۶۱۱﴿فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُولُوا بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ
Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.(QS Huud : 116)

Orang-orang beriman umat Rasulullah SAW seharusnya membentuk/mewujudkan kelompok orang yang mencegah kerusakan di muka bumi. Ini merupakan tantangan pertama bagi orang yang mengenal amanah Allah sebelum mereka dapat memakmurkan bumi. Seorang beriman yang tergesa-gesa mengejar kemakmuran tanpa melihat kerusakan yang terjadi disekitarnya mungkin terpengaruh hawa nafsu untuk mengejar kemakmuran. Contoh-contoh kerusakan telah dapat dilihat pada umat terdahulu. Demikian pula contoh-contoh sedikit orang yang secara privat melakukan pencegahan kerusakan yang dilakukan kaumnya. Orang yang mencegah kerusakan itu adalah orang-orang yang diselamatkan Allah dari adzab akibat kerusakan yang dilakukan kaumnya.

Secara umum, kerusakan yang dilakukan oleh suatu kaum terjadi karena terputusnya kaum tersebut dari garis-garis yang ditentukan Allah dalam bermasyarakat dan berbuat di muka bumi. Umat manusia jaman ini secara sederhana menyebut mereka kafir kepada Allah. Yang terjadi secara konkrit dirasakan masyarakat yang hancur adalah bahwa mereka tidak mau mengenal atau memenuhi ketentuan Allah dalam tata kehidupan di antara masyarakat sehingga mendatangkan kerusakan yang besar di muka bumi. Mencegah kerusakan itu dapat dilakukan dengan menghubungkan tatanan bermasyarakat dan perbuatan yang dilakukan dengan ketentuan Allah. Hal demikian dapat terjadi dimulai dengan keimanan kepada Allah.

Umat nabi Muhammad SAW seharusnya membentuk Ulu Baqiyah (kelompok yang diutamakan) untuk mencegah kerusakan di muka bumi. Ulu baqiyah bermakna orang-orang yang dapat menjaga kesetimbangan. Keutamaan Ulu Baqiyah berasal dari pengetahuan untuk menghubungkan umat manusia dengan jalinan al-arham. Itu adalah sumber kemakmuran yang tidak mengandung angan-angan dan obsesi. Seringkali seseorang berusaha mewujudkan keselamatan atau kemakmuran di muka bumi tanpa mengetahui asal, sumber dan jalan mewujudkan kemakmuran. Seringkali keinginan itu disertai dengan perbuatannya melakukan kerusakan yang besar di antara masyarakat. Usaha yang demikian sebenarnya bercampur dengan angan-angan dan obsesi yang dihembuskan oleh syaitan. Seseorang harus berusaha menemukan dan membangun al-arham untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi, dengan mengetahui jalan mencegah kerusakan yang mungkin terjadi karena usahanya dan perbuatan umat manusia pada umumnya.

Mengarahkan kemakmuran sesuai dengan kehendak Allah merupakan bagian penting yang harus diperhatikan oleh orang-orang beriman. Bagi umat Rasulullah SAW, ada sebuah saluran yang menghubungkan antara kehidupan dunia dengan asma Ar-rahman Ar-rahiim berupa al-arham. Al-arham merupakan jalinan di antara orang-orang yang mendapat rahmat Allah agar rahmat Allah dapat diwujudkan di muka bumi. Jalinan Al-arham inilah yang menjadi sarana mewujudkan kemakmuran di muka bumi.

Dengan jalinan al-arham ini umat Rasulullah SAW dapat berproses menuju umat wahidah. Tanpa berusaha memasuki jalinan al-arham dalam shaff masing-masing, maka tidak akan terbentuk umat wahidah. Pengetahuan seseorang tentang jati dirinya hanyalah sebuah modal untuk dapat memasuki shaff masing-masing dalam jamaah yang dipimpin Rasulullah SAW. Tanpa berusaha memasuki shaff masing-masing, pengetahuan seseorang tentang nafs dirinya dapat mudah tercampur dengan hembusan tipuan syaitan, sebagaimana serigala mudah untuk menyerang domba yang sendirian. Dengan tipuan syaitan, akan timbul perselisihan di antara manusia, sekalipun orang itu telah mengenal jati dirinya.

Di antara titik kritis jalinan al-arham adalah jalinan yang menghubungkan seorang insan yang memperoleh rahmat Allah dengan kehidupan di bumi berupa pernikahan. Kerusakan yang terjadi pada pasangan yang seharusnya membentuk al-arham merupakan suatu sumber kerusakan yang sangat besar di muka bumi. Merusak perempuan mukminat hingga kehilangan kemampuan untuk memasuki jalinan al-arhamnya, atau menghalangi seorang laki-laki atau perempuan dari jalinan al-arham mereka, mendidik mukminat untuk menghindari jalinan al-arham, semua itu merupakan sumber kerusakan yang besar. Umat nabi Muhammad SAW harus memperhatikan ini dengan sungguh-sungguh, dan kerusakan dalam hal ini benar-benar merupakan kerusakan yang besar. Syaitan sangat berkepentingan untuk merusak pernikahan dan keberpasangan dengan memisahkan seorang isteri dari suaminya untuk menimbulkan fitnah yang paling besar bagi alam semesta.

Tanpa berpegang pada ketentuan Allah, maka suatu kaum menjadi dzalim. Orang-orang yang dzalim akan terlihat dari sikap mementingkan kemewahan duniawi di antara mereka. Mereka menjadikan kemewahan sebagai parameter kemajuan kehidupan mereka. Mereka menonjolkan kemewahan diri mereka di antara masyarakat, dan menonjolkan kemewahan mereka terhadap masyarakat lainnya. Karena sikap demikian, mereka kemudian terjerumus pada perbuatan-perbuatan dosa melanggar ketentuan-ketentuan Allah dalam tata kehidupan masyarakat hingga terjadi kerusakan di muka bumi. Mementingkan kemewahan dan perbuatan dosa merupakan dua hal yang saling menyuburkan satu dengan lainnya. Orang-orang yang berdosa akan mementingkan kemewahan, dan orang yang mementingkan kemewahan akan terjerumus dalam perbutan dosa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar