Pencarian

Senin, 24 Januari 2022

Rasulullah SAW dan Alquran Sebagai Rahmat

Allah menciptakan seluruh makhluk karena Dia berkehendak untuk dikenal, yang tertinggi berupa pengenalan terhadap asma Ar-Rahman dan Ar-Rahiim. Ar-Rahman merupakan asma-Nya sebagai zat yang berkehendak memberikan pengetahuan yang sebaik-baiknya kepada makhluk, dan Ar-Rahiim merupakan asma-Nya sebagai zat yang menghendaki makhluk-Nya untuk melahirkan amal-amal terbaik bagi makhluk lain berdasarkan pengetahuan yang diajarkan-Nya. Kedua asma itu merupakan puncak asma Allah yang merangkum keseluruhan asma Allah yang hendak Dia perkenalkan bagi makhluk.

Terwujudnya suatu sumber pengetahuan ilahiah dalam diri seorang makhluk merupakan limpahan nikmat Allah yang diberikan kepada makhluk tersebut. Hal ini merupakan nikmat Allah dan kebaikan yang sangat besar bagi makhluk. Nikmat Allah demikian akan menjadi rahmat bila makhluk tersebut tidak menjadi kufur karenanya. Banyak makhluk yang menjadi kufur karena pengetahuan ilahiah yang terbuka baginya, dan banyak makhluk kufur dengan cara itu kemudian berusaha menyeret makhluk lainnya untuk kufur bersamanya. Setiap orang harus bertakwa dalam menerima pengetahuan dari Allah.

Allah telah mengutus Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi semesta alam. Beliau merupakan segel benarnya rahmat Allah yang diberikan kepada seseorang. Beliau merupakan entitas yang membawa keseluruhan rahmat Allah bagi semesta alam, dan seluruh rahmat Allah bersumber dari diri beliau SAW. Tidak ada rahmat Allah yang terpisah sumbernya dari Rasulullah SAW. Mungkin seseorang mengenali bagian rahmat Allah yang terlihat tidak terhubung dengan Rasulullah SAW, akan tetapi tidak mungkin menemukan rahmat yang bertentangan dengan apa-apa yang beliau ajarkan.

﴾۷۰۱﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam. (QS Al-Anbiyaa :107)

Rasulullah SAW merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta. Hal ini menunjuk pada keseluruhan rahmat dari alam yang terendah di alam mulkiyah hingga alam tertinggi di sisi Allah. Di alam apapun, tidak ada rahmat yang bertentangan dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Umat manusia dan para malaikat dikatakan memperoleh ilmu yang haq hanya bilamana sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, dan bernilai salah bila bertentangan dengan Rasulullah SAW.

Rahmat Allah turun ke alam semesta melalui Rasulullah SAW bersama dengan turunnya Alquran. Alquran dan Rasulullah SAW merupakan kesatuan rahmat Allah, yaitu Rasulullah SAW merupakan insan yang memanifestasikan rahmat Allah, dan Alquran merupakan firman Allah yang merupakan sumber rahmat. Ketaatan dan kecintaan seseorang kepada Rasulullah SAW diukur dari ketaatan seseorang pada Alquran, dan kefahaman seseorang tentang Alquran hanya benar bila bersesuaian dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Alquran dan Rasulullah SAW adalah satu kesatuan rahmat Allah bagi semesta alam.

﴾۶۸﴿وَمَا كُنتَ تَرْجُو أَن يُلْقَىٰ إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلَّا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ ظَهِيرًا لِّلْكَافِرِينَ
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al Quran diturunkan kepadamu, kecuali sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (QS Al-Qashash : 86)

Mengharapkan Rahmat Allah

Beberapa ulama menerangkan rahmat Allah dalam uraian tentang wujud atau fenomena yang menyertai keterbukaan pengetahuan Alquran. Hal itu bukan sesuatu yang keliru, tetapi harus dipahami bahwa yang merupakan inti dari rahmat Allah adalah keterbukaan makna Alquran dan ketaatan serta kecintaan pada Rasulullah SAW, bukan pencapaian wujud-wujud dan fenomena yang menyertainya. Uraian ulama tentang fenomena yang menyertai limpahan rahmat Allah berfungsi sebagai peneguh pemahaman terjadinya limpahan rahmat Allah atas diri seseorang, sehingga jelas apa yang dimaksud sebagai rahmat.

Kadangkala seseorang memperoleh pengetahuan dengan upaya mereka sendiri. Hal itu tidak menunjukkan terjadinya limpahan rahmat Allah bagi seseorang karena pengetahuan bisa diperoleh dengan upaya jasmaniah. Walaupun demikian, pengetahuan demikian sangatlah berguna bagi setiap orang selama ada sikap hanif mencari kebenaran dalam upaya mencari pengetahuan tersebut, bukan mencari pengetahuan untuk kebanggaan hawa nafsu. Bahkan setiap orang harus berpegang pada tekstual setiap ayat Alquran dalam mencari pengetahuan agama, tidak boleh meninggalkan tekstual setiap ayat Alquran dan sunnah pada setiap tingkatan pengetahuan yang diperoleh.

Kadangkala Allah membukakan pengetahuan yang tinggi kepada seseorang. Sebagian orang yang menerima pengetahuan demikian kemudian mencari kebenaran pengetahuan yang diperolehnya melalui Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, maka pengetahuan itu kemudian menjadi limpahan rahmat Allah bagi dirinya. Terlimpahnya rahmat Allah itu berupa pengetahuan seseorang tentang kedudukan dirinya dalam jihad Rasulullah SAW dan keterbukaan makna Alquran bagi dirinya. Tanpa memiliki dasar pengetahuan tentang Alquran dan Rasulullah SAW, pengetahuan yang dibukakan bagi seseorang tidak boleh secara spontan dianggap sebagai ilmu dari Allah. Boleh jadi ada makhluk lain menurunkan pengetahuannya kepada seseorang. Tanpa rahmat Allah, pengetahuan itu bisa menjadi fitnah bagi orang tersebut menuju kekufuran.

Sebagian orang yang menerima pengetahuan dari Allah kemudian berubah menjadi kufur. Mereka memandang diri mereka secara berlebih dari cara pandang yang ditetapkan Allah. Bagaimanapun setiap orang harus memandang diri mereka sebagai hamba Allah, meniru sikap Rasulullah SAW. Seberapapun besar dan tinggi pengetahuan yang diterima Rasulullah SAW, beliau tidak memandang dirinya lebih dari yang ditetapkan Allah bagi beliau. Beliau SAW merupakan teladan bagi setiap makhluk, dan beliau SAW merupakan sandaran kebenaran yang kuat di hadapan Allah. Tidak ada makhluk lain yang bisa menjadi sandaran kebenaran secara mandiri tanpa merujuk pada sandaran lain yang terhubung hingga mendapat washilah Rasulullah SAW. Tidak ada makhluk lain yang memiliki pengetahuan kebenaran paripurna sebagaimana Rasulullah SAW, sehingga sangat mungkin terjadi suatu kesalahan pemahaman kebenaran yang bersumber dari makhluk lain.

Setiap orang hendaknya membangun dirinya dalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah melalui firman-Nya, dan kepada Rasulullah SAW melebihi kecintaan dan ketaatan kepada siapapun. Hal itu yang akan menuntun seseorang pada jalan yang lurus. Membangun diri dengan berusaha mencapai wujud atau fenomena yang menyertai keterbukaan pengetahuan Alquran dapat membelokkan seseorang dalam langkahnya menuju Allah.

Pada dasarnya Rasulullah SAW tidaklah berharap Alquran diturunkan kepada beliau. Sikap ini terkait dengan status dan peran di antara umat karena Alquran, bukan tentang kandungan Alquran. Dalam pandangan setiap orang yang berakal, tentulah Alquran merupakan hal paling mulia bagi mereka, dan ada amanah yang harus ditunaikan karena memahami Alquran. Hal itu akan memberikan status tertentu di antara umat karena. Secara prinsip, Rasulullah SAW tidak mengharapkan suatu status tertentu karena Alquran, tetapi beliau harus menetapi status beliau SAW karena Alquran.

Manakala seseorang mengharapkan status sosial tertentu karena Alquran, maka dirinya akan terjebak dalam kekufuran. Setiap orang sebagaimana Rasulullah SAW harus mengharapkan Alquran sebagai rahmat Allah, bukan untuk status sosial. Ciri Alquran sebagai rahmat adalah tercapainya kesatuan pemahaman dengan Rasulullah SAW. Rahmat Allah ditandai dengan dua ciri yang keduanya muncul, yaitu pengetahuan tentang kedudukan dirinya dalam jihad Rasulullah SAW dan keterbukaan makna Alquran. Kedua hal itu adalah rahmat yang diturunkan Allah.

Seseorang yang memperoleh rahmat Allah dari Alquran dan sunnah Rasulullah SAW diperintahkan untuk tidak menolong orang-orang yang berbuat kekufuran sebagai pendukung kesuksesan kekufuran mereka. Banyak tingkatan kufur dapat terlihat oleh orang-orang yang memperoleh rahmat Allah, dari kufur berupa kebodohan menolak kebenaran hingga kufurnya orang-orang yang mengubah nikmat Allah menjadi kekufuran. Mereka tidak boleh mensukseskan kekufuran yang dapat terlihat oleh mereka, dalam segala bentuk kekufurannya. Hal ini tidak berarti harus mengobarkan permusuhan walaupun kadangkala harus terlibat konflik. Langkah yang lebih baik yang perlu ditempuh adalah menunjukkan jalan keimanan hingga orang lain bisa memperoleh rahmat Allah.

Kebinasaan Karena Durhaka

Sebagian orang yang memperoleh nikmat Allah kemudian mengubah nikmat itu menjadi kekufuran, tidak berlanjut menuju limpahan rahmat Allah. Hal itu merupakan penyimpangan dari proses taubat seseorang dalam membina jiwanya sebagai kalimat thayyibah. Barangkali kekufuran itu tidak terlihat, atau tertutupi secara rumit sehingga tidak terlihat, tetapi kekufuran itu akan menjadikan suatu kaum sulit menumbuhkan akal mereka. Mereka akan tertutupi waham yang membuat sulit mengenali kebenaran. Penyimpangan itu dapat dilihat dengan tanda terjadinya penghalalan negeri yang binasa bagi kaumnya. Setiap orang tidak boleh mengikuti langkah yang menyebabkan terjadinya negeri yang binasa.

﴾۸۲﴿ أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekufuran dan menghalalkan kaumnya ke negeri kebinasaan? (QS Ibrahim : 28)

Kekufuran oleh orang-orang yang mengubah nikmat Allah menjadi kekufuran bersifat lebih berbahaya daripada kekufuran yang lain. Kekufuran itu bisa menuntun suatu kaum menuju kebinasaan, bukan hanya menyebabkan satu atau dua orang menuju kebinasaan. Hal ini harus diperhatikan dengan seksama oleh orang-orang yang memperoleh rahmat Allah. Kaum yang tertuntun ke arah kebinasaan itu belum tentu kaum yang kafir. Mereka yang mengikuti sangat mungkin dari kalangan orang-orang yang mencari nikmat Allah dan melihat nikmat Allah pada diri seseorang, tetapi tidak menyadari bahwa nikmat itu diganti dengan kekufuran.

Seseorang boleh jadi hanya menghalalkan satu atau beberapa pintu menuju kebinasaan, tetapi akan ada atau mungkin bahkan banyak kaumnya memasuki pintu itu menuju kebinasaan. Sebagian pintu itu mungkin bersifat strategis yang dibutuhkan hampir semua orang, sehingga banyak orang memasukinya. Kadang dijumpai suatu pintu yang merusak satu orang namun menjadi kunci rusaknya kaum secara keseluruhan. Sangat banyak kemungkinan pintu yang dapat dihalalkan bagi suatu kaum untuk menuju kebinasaan, misalnya pintu kekufuran terhadap nikmat Allah berupa perjodohan. Bila perempuan dirusakkan, maka rusaklah rumah tangga dan runtuhlah negeri. Sekalipun banyak laki-laki berhasil memperoleh ilmunya, mereka tidak akan dapat berbuat banyak untuk kebaikan negerinya tanpa isteri yang baik. Dalam prakteknya, akan sulit membina jiwa laki-laki untuk tumbuh tanpa isteri yang baik. Lebih buruk lagi, akan banyak orang yang tertutup waham tidak mengenali cahaya Allah, atau bahkan mendustakan cahaya Allah hingga kemudian melangkah menuju jahannam.

Agak sulit untuk menyadari kesalahan yang demikian karena hal demikian melibatkan tipuan syaitan yang duduk bagi manusia pada shirat al-mustaqim untuk mengganti nikmat Allah dengan kekufuran. Menyadari suatu kesalahan yang demikian dan kemudian melakukan perbaikan akan sangat membantu bagi suatu kaum untuk menemukan rahmat Allah dan terhindar dari kebinasaan. Kebinasaan itu dapat menimpa suatu kaum dalam kehidupan dunia, dan kemudian menjadikan mereka akan memasuki neraka. Rumah tangga yang buruk misalnya, dapat membuat seseorang binasa dalam kehidupan dunia dan kemudian mengantarkan mereka memasuki jahannam. Syaitan dapat memasuki celah dalam rumah tangga yang buruk untuk membuat fitnah bagi umat manusia. Perbaikan yang harus dilakukan tidak hanya untuk kehidupan akhirat saja, tetapi harus melakukan perbaikan dalam kehidupan di dunia dengan membangun visi kehidupan dunia dalam keimanan sesuai tuntunan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.

Terkait kebinasaan karena musuh, Rasulullah SAW memperingatkan kepada umat manusia bahwa risalah yang beliau bawa termasuk dalam menghadapi musuh. Ini merupakan bagian yang harus diupayakan setiap orang untuk mencari rahmat Allah karena merupakan bagian risalah nabi Muhammad SAW menghindari kebinasaan. Seringkali hal ini terabaikan oleh orang-orang yang terlena dengan kebanggaan pemahaman parsial. Bukan pemahaman parsial yang menjadi masalah, tetapi kebanggaannya. Kebinasaan dalam hal ini menyebabkan kebinasaan baik di dunia maupun di akhirat. Ketaatan kepada risalah nabi Muhammad SAW termasuk dalam menghadapi musuh yang akan membinasakan manusia.

عَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْماً فَقَالَ: يَا قَوْمِ إِنِّي رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيْرُ الْعُرْيَانُ، فَالنَّجَاءَ فَأَطَاعَهُ طَائِفَةٌ مِنْ قَوْمِهِ فَأَدْلَجُوْا فَانْطَلَقُوْا عَلَى مَهْلِهِمْ فَنَجَوْا، وَكَذَّبَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ فَأَصْبَحُوْا مَكَانَهُمْ فَصَبَّحَهُمُ الْجَيْشُ فَأَهْلَكَهُمْ وَاجْتَاحَهُمْ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ أَطَاعَنِي فَاتَّبَعَ مَا جِئْتُ بِهِ وَمَثَلُ مَنْ عَصَانِي وَكَذَّبَ بِمَا جِئْتُ بِهِ مِنَ الْحَقِّ.

Dari Abi Musa r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Permisalanku dan permisalan apa-apa yang Allah utus aku dengannya adalah seperti seorang yang mendatangi suatu kaum, lalu ia berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku melihat pasukan musuh dengan mata kepalaku dan sesungguhnya aku pemberi peringatan yang nyata, maka marilah menuju kepada keselamatan. Sebagian dari kaum itu mentaatinya, lalu mereka masuk pergi bersamanya, maka selamatlah mereka. Sebagian dari mereka mendustakan. Pagi-pagi mereka diserang oleh pasukan musuh lalu mereka dihancurkan dan diluluhlantakan. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang taat kepadaku dan mengikuti apa yang aku bawa dan perumpamaan orang-orang yang durhaka kepadaku dan mendustakan kebenaran yang aku bawa.”

Untuk masalah kebinasaan ini, Rasulullah SAW menyatakan permisalan bagi beliau SAW. Orang yang memperingatkan tentang musuh manusia dengan jelas dan mengajak pada keselamatan dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai misal bagi beliau SAW dan misal bagi risalah beliau SAW. Barangkali permisalan itu merujuk pada seseorang tertentu, tetapi setiap peringatan terhadap musuh dan ajakan menuju keselamatan harus diperhatikan dengan baik, karena Rasulullah SAW menyatakan permisalan diri beliau SAW dengan seseorang yang memperingatkan manusia terhadap musuh dan mengajak pada keselamatan.

Orang yang mentaati seruan orang itu dan bersiap bersamanya akan selamat, sedangkan orang-orang yang durhaka dengan mendustakan peringatan itu berarti mendustakan kebenaran risalah SAW maka mereka akan binasa. Dalam permisalan perutusan beliau SAW ini, Orang yang durhaka tidak akan memperoleh rahmat Allah justru mereka akan celaka baik dalam kehidupan dunia dan akhirat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar