Pencarian

Jumat, 02 April 2021

Akidah Islam untuk Membina Manusia

 

Setelah masa kepresidenan donal trump berlalu, umat islam harus bersiap kembali untuk mendengarkan fitnah-fitnah terhadap mereka dengan aksi-aksi terorisme yang dilakukan oleh sebagian muslim. Pasukan amerika yang pernah ditarik mungkin akan kembali didatangkan ke negeri-negeri muslim bersamaan dengan didatangkannya para teroris dari kalangan muslimin. Sebagian teroris muslim di negeri yang damai kembali diaktivasi oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh kesempatan kembali dalam kekuasaan.

Para teroris itu merupakan bagian dari fenomena yang disebut rasulullah SAW sebagai khawarij. Ibadah mereka membuat para sahabat rasulullah SAW merasa berkecil hati, dan mereka membaca Alquran akan tetapi bacaan itu tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya.

Hal itu tidak terlepas dari akidah yang menjadi dasar kehidupan. Akidah itu tidaklah berdasar pada Alquran ataupun ajaran rasulullah SAW, tetapi mereka membuat-buat sendiri akidah yang melenceng dari kehendak Allah. Akidah itu menjadikan mereka seolah-olah telah mengenal Allah, akan tetapi sebenarnya Allah yang mereka kenal hanyalah permisalan-permisalan tentang Allah yang mereka buat sendiri, walaupun dibuat berdasarkan kitabullah. Hal ini membuat jalan kehidupan mereka melenceng dari islam.

﴾۴۷﴿فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka janganlah kamu mengadakan permisalan-permisalan bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS An-Nahl : 74)

Setiap muslim harus berusaha untuk mempunyai pengetahuan tentang Allah sehingga akan menjadi saksi yang benar bagi Allah. Ada akidah yang harus dipatuhi oleh setiap muslim dengan benar, yaitu akidah yang akan menjadikan mereka mempunyai kemampuan untuk mempunyai pengetahuan tentang Allah. Dewasa ini akidah semacam ini telah ditinggalkan oleh sebagian muslimin sehingga sebagian di antara muslimin kemudian disesatkan menjadi golongan kaum khawarij. Sebagian kaum muslimin membuat sendiri gambaran tentang Allah dalam pikiran mereka berdasarkan kitabullah, padahal Allah melarang membuat permisalan-permisalan bagi Allah.

Kalimah Thayyibah Sebagai Akidah Islam

Akidah islam yang benar adalah kalimah thayyibah. Alquran menjelaskan dengan sangat baik dan sederhana gambaran kalimah thayyibah itu sebagai pohon thayyibah yang akarnya menghunjam kuat ke dalam bumi dan dahannya menjulang ke langit. Gambaran ini sangatlah sederhana dan sangat mudah dipahami oleh siapapun, akan tetapi syaitan menjadikan manusia terlena dari akidah ini, dan terkelabui oleh akidah yang dibuat-buat dengan membuat permisalan-permisalan tentang Allah dalam kepala mereka.

﴾۴۲﴿أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat thayyibah seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (QS Ibrahim : 24)

Untuk memperoleh pengetahuan tentang Allah, setiap muslim harus menumbuhkan jiwanya sebagaimana tumbuhnya pohon. Jiwanya harus tumbuh menjulang ke langit untuk mencari cahaya Allah, dan raganya tumbuh menghunjam kuat ke bumi dengan menguasai pengetahuan kebumian. Pengetahuan jiwa manusia tentang agama tidaklah boleh terpisah dengan pengetahuan kebumian untuk beramal shalih di bumi. Setiap muslim harus tumbuh secara integral sebagai manusia, tidak terpisah antara alam ragawi dengan jiwanya.

Bila seseorang hanya tumbuh pengetahuan agama tanpa terhubung dengan kehidupan buminya, itu bukanlah kalimah thayyibah. Kalimah yang buruk dimisalkan dengan pohon yang tercerabut dari bumi tidak dapat tegak sedikitpun. Hal ini sering terjadi bila seseorang mencoba memperoleh pengetahuan tentang Allah hanya dengan daya pikirnya. Dengan cara demikian orang tersebut sebenarnya hanya memperoleh kalimah yang buruk, tidak dapat tegak di bumi. Setiap orang harus menumbuhkan langit dan bumi secara sinergis bersama-sama, tidak hanya melatih isi kepala untuk memperoleh pengetahuan tentang Allah.

Akidah kalimah thayyibah dapat digambarkan sebagaimana para ahli fisika adalah saksi yang sah bagi intelegensi seorang Einstein. Seorang buruh angkut tanpa pengetahuan fisika tidak sah menjadi saksi kepandaian Einstein. Dalam akidah islam, hanya orang yang bersifat rahmaniah yang bisa menjadi saksi Allah sebagai Ar-rahman. Arrahman hanya akan dikenal oleh orang yang berakhlak baik. Seorang pendendam dan penuh rasa permusuhan akan memandang sifat rahmaniah sebagai kelemahan yang buruk. Akidah kalimah thayyibah menuntut setiap orang untuk menumbuhkan sifat mulia sebagaimana sifat-sifat mulia Allah agar dapat mengenal Allah, dan sifat-sifat mulia itu harus ditumbuhkan dalam kehidupannya di bumi. Ini adalah pohon thayyibah dirinya.

Membangun pengetahuan tentang Allah hanya dengan pikiran merupakan perbuatan membuat permisalan-permisalan tentang Allah. Hal ini di larang Allah karena seseorang tidak akan memperoleh pengetahuan tentang Allah dengan metode itu. Kadang-kadang suatu kelompok atau seseorang menutupi kekeliruan metode tersebut dengan mengatakan bahwa mereka tidak membuat tamtsil, takyif, ta’tsil, ilhad dan lain sebagainya. Penafian seperti itu tidaklah bisa diterima akal. Fitrah manusia tidak bisa menerima penafian semacam itu dari metode yang dipakai. Allah melarang metode tersebut karena metode tersebut sebenarnya pasti menuntut tamtsil, takyif, ta’tsil, ilhad dan lain sebagainya, tidak dapat ditutup-tutup dengan penafian. Yang dikehendaki Allah adalah metode yang lain, yaitu menumbuhkan pohon thayyibah.

Akidah semacam ini merupakan dakhaan yang mewarnai kebangkitan islam setelah kekalahan dari bangsa mongol. Banyak kalangan muslimin pada masa itu dan setelahnya mengikuti akidah demikian. Akidah ini tidak termasuk dalam kategori akidah khawarij, tapi membawa noda dalam dunia islam. Pada akhirnya, akidah ini dimanfaatkan musuh islam dengan sungguh-sungguh untuk membangkitkan kaum khawarij, dan hampir seluruh dunia islam dipengaruhi akidah demikian sehingga umat islam menjadi lemah sebagaimana buih. Kaum khawarij membangkitkan perselisihan di antara muslimin dengan argumentasi-argumentasi logika tanpa membangun kualitas akhlak dengan sebagaimana mestinya, kecuali hanya sebagai riasan bagi gerakan mereka, sedangkan inti gerakan mereka memecah belah umat dengan membangkitkan kebanggaan terhadap kelompok dan merendahkan kelompok lain.

Dengan akidah sebagaimana ajaran kalimah thayyibah, akan terwujud umat manusia yang berakhlak mulia. Dengan akidah permisalan-permisalan tentang Allah, suatu umat dapat terlempar mengikuti kaum khawarij. Hal ini perlu diperhatikan, bahwa akidah islam adalah menumbuhkan pohon thayyibah. Membuat pikiran gambaran tentang Allah tidaklah berguna. Akidah islam harus melahirkan generasi yang tangguh, bukan kaum teroris yang mengacaukan dunia dengan dalih agama.

Tujuan Dalam Menempuh Akidah

Allah memberikan gambaran hasil proses dari orang yang berakidah benar sebagai orang yang yang dapat memerintahkan dengan keadilan, sedangkan ia berada pada shirat al-mustaqim. Orang yang membuat-buat permisalan tentang Allah tidak akan menjadi orang yang dapat memerintah dengan keadilan dan tidak akan menemukan shirat al-mustaqim kecuali hanya persangkaan saja. Orang yang memerintah dengan keadilan dan berada di shirat al-mustaqim hanyalah orang-orang yang mempunyai akidah benar.

﴾۶۷﴿وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَّجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ لَا يَقْدِرُ عَلَىٰ شَيْءٍ وَهُوَ كَلٌّ عَلَىٰ مَوْلَاهُ أَيْنَمَا يُوَجِّههُّ لَا يَأْتِ بِخَيْرٍ هَلْ يَسْتَوِي هُوَ وَمَن يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَهُوَ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Dan Allah membuat perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebaikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus? (QS An-Nahl : 76)

Tanpa akidah yang benar, seorang yang ingin menghamba kepada Allah tidak akan bertransformasi secara sempurna sesuai dengan kehendak Allah. Sebagian orang tetap menjadi orang yang bisu tidak dapat mengucapkan kebenaran di hadapan orang lain, sebagian tidak dapat mengerti untuk berbuat amal shalih. Sebagian tetap menjadi orang yang menjadi “beban” bagi rabb-nya karena hanya bisa meminta-minta kepada rabb-nya tanpa mengerti tuntunan Allah yang telah diturunkan melalui para utusan-Nya, walaupun Allah pasti tidak akan terbebani sedikitpun. Sebagian orang yang mengerti urusan Allah pergi menjalankan urusan-Nya akan tetapi tidak dapat mendatangkan kebaikan bagi umatnya. Masing-masing orang akan bertransformasi dengan hasil berbeda-beda sesuai dengan tatacara berpegang pada akidahnya.

Dengan akidah yang benar, Allah menghendaki manusia untuk bertransformasi menjadi makhluk yang mampu mengucapkan kebenaran di hadapan orang lain, yaitu kebenaran sesuai dengan kehendak Allah, menjadi makhluk yang mengerti dan dapat beramal shalih, menjadi makhluk yang mengerti bagaimana Allah mengatur makhluk-Nya sehingga dirinya bisa berbuat dengan benar berdasar tuntunan-Nya tidak hanya bisa meminta-minta kepada-Nya tanpa bisa berbuat dengan benar, dan mengerti bagaimana beramal mengerjakan perintah Allah sesuai perintah Allah agar Allah memberikan kebaikan, tidak mengerjakannya sesuai dengan kemauannya sendiri sehingga tidak mendatangkan kebaikan dari Allah.

Secara ringkas, transformasi yang dikehendaki Allah bagi manusia adalah menjadi orang yang mampu menyuruh berbuat adil dan berada di atas jalan yang lurus. Ini adalah fitrah manusia yang harus dicapai agar dirinya dapat dianggap layak menjadi khalifatullah di muka bumi. Dari penjelasan sebelumnya, keadilan dapat digambarkan sebagai mengerjakan perintah Allah sesuai dengan kehendak Allah disertai dengan kefahaman, yaitu faham hukum-hukum Allah bagi makhluk. Sarana untuk faham ini telah Allah turunkan berupa Alquran dan tuntunan rasulullah SAW. Tentang shirat al-mustaqim dalam ayat ini lebih menekankan pada kokohnya i’tikad pada tujuan kehidupan untuk kembali kepada rabb-nya, sedangkan rabb-nya berada di atas shirat al-mustaqim.

Langkah Awal Memahami Kalimah Thayyibah

Menumbuhkan pohon thayyibah adalah menanam benih thayyibah pada media tanam yang tepat, dan itu adalah pernikahan. Transformasi yang baik akan terjadi bilamana seorang laki-laki menikah dengan perempuan yang tepat. Perempuan adalah ladang bagi pertumbuhan benih thayyibah yang tersimpan dalam diri suaminya.

Ayat 76 tersebut terkait erat dengan ayat 72 pada surat yang sama yang bercerita tentang perjodohan. Perjodohan menjadi kunci yang menentukan pertumbuhan jiwa sepasang manusia. Ayat tentang perjodohan berikut ini ditutup dengan sebuah pertanyaan Allah : “apakah mereka beriman terhadap kebathilan dan kufur terhadap nikmat Allah?” Ini menekankan peran penting perjodohan dalam keberhasilan pertumbuhan jiwa seseorang. Keputusan seseorang memilih jodohnya akan menentukan apakah dirinya termasuk dalam kelompok orang yang memiliki kesempatan membangun bait yang diijinkan Allah untuk berdzikir dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya, atau apakah dirinya termasuk orang yang beriman terhadap hal yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah. Hal itu dapat dilihat saat dirinya menentukan pilihan siapa suami atau istrinya.

﴾۲۷﴿وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Allah menjadikan bagi kamu dari jiwa-jiwa kalian isteri-isteri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" (QS An-Nahl : 72)

Sebagian orang diberi pilihan yang jelas berupa petunjuk yang kuat dan benar tentang siapa jodohnya. Hal ini membawa konsekuensi yang jelas juga ketika menentukan pilihan jodoh, yaitu apakah dirinya kufur terhadap nikmat Allah atau dirinya masih memiliki kesempatan mengenal Allah. Ketika salah memilih, kemajuan perjalanannya kepada Allah akan berhenti pada tingkatan saat itu. Hal ini barangkali tidak berarti kehidupan dunianya akan buruk, bahkan mungkin saja lebih baik karena Allah mungkin akan membiarkan dirinya dalam istidraj-Nya.

Walaupun jelas, seringkali proses menentukan pilihan dalam kasus demikian tetap berbelit-belit. Kadang yang bersangkutan tidak dapat langsung menerima jodohnya, dan kadangkala pihak keluarga atau pihak lain menghambat proses pernikahan, dan kadangkala komunikasi antara dua pihak berjodoh sulit terjadi. Banyak hal yang mempengaruhi kelancaran menentukan pilihan jodoh. Hal mendasar yang perlu dibangun oleh setiap pihak berjodoh dengan cara ini adalah mau menerima jodohnya dengan semua kelemahan dan kelebihannya, dengan kelapangan hati. Apapun yang terjadi berikutnya, kesempatan membangun bait itu tidak boleh ditutup dengan sikap kufurnya terhadap nikmat Allah. Penolakan terhadap petunjuk itu merupakan sikap kufur tehadap nikmat Allah yang akan menutup jalan kembali kepada Allah baginya.

Setelah melapangkan dada untuk menerima petunjuk, harus dilakukan usaha untuk terjadinya pernikahan. Usaha ini harus dilakukan hingga jelas jawaban yang diperoleh dari pihak jodohnya, apakah dirinya diterima atau tidak diterima, tidak hanya berdasarkan membaca keadaan. Jawaban semacam ini hanya keluar dari diri jodohnya, dari wali jodohnya, atau orang yang dijadikan wali oleh jodohnya, atau salah satu di antara ketiganya kadangkala cukup mewakili. Itu merupakan jawaban yang sah untuk usahanya apakah harus berhenti atau melanjutkan langkah untuk bersama. Usaha ini dapat atau harus dilakukan oleh pihak laki-laki ataupun perempuan. Tidak hanya pihak laki-laki yang berhak untuk melakukan usaha penjajagan. Bilamana jelas jawaban pihak jodohnya, dirinya harus menerima jawaban itu dengan sebaik-baiknya lapang dada tidak menyimpan rasa kecewa. Bilamana ia melihat adanya kesalahpahaman dalam upaya penjajagan itu, hendaknya ia menyampaikan masalahnya dengan cara yang baik dan kemudian menerima apapun jawaban pihak lainnya.

Barangkali seseorang merasa terbebani bila ditolak sedangkan ia melihat bahwa perjodohannya adalah perjodohan yang baik atau bahkan perjodohan terbaik. Hendaknya ia bertawakkal kepada Allah tentang apa yang dimengertinya. Allah tidak akan menggolongkannya sebagai seseorang yang kufur nikmat, dan seluruh fitnah serta kegagalan menunaikan amanah yang mungkin timbul dari penolakan itu bukanlah dalam tanggungannya. Beban baginya mungkin hanya sebatas kekacauan kehidupan dunianya saja, atau bahkan boleh jadi Allah akan menggantinya dengan jodoh yang lain untuk menunaikan amanah bersamanya. Hendaknya dirinya bertawakkal apapun jawaban pihak jodohnya.

Para wali atau yang dijadikan wali hendaknya mempertimbangkan perjodohan anak walinya dengan sebaik-baiknya. Keputusan yang dibuatnya terkait dengan keimanan atau kekufuran anak walinya. Hendaknya ia tidak menghalangi sedikitpun bila anak walinya menemukan jodohnya, dan hendaknya ia tidak membiarkan anak walinya hanya mengikuti hawa nafsunya tanpa diberi pertimbangan, baik ketika anaknya tertarik pada seseorang atau lari dari jodohnya. Kesalahan dalam hal ini dapat menunjukkan adanya keimanan terhadap hal yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah yang ada pada wali. Dan fitnah besar akan menimpa anak walinya karena kesalahan itu.

Sebagian orang tidak mendapatkan petunjuk yang kuat dan jelas. Bukan berarti hal itu menutup kesempatan untuk memperoleh jodoh yang paling tepat. Dirinya harus mengasah jiwanya agar dapat menerima jodoh yang diberikan dengan sebaik-baiknya, mungkin dalam proses yang lebih panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar