Pencarian

Senin, 12 April 2021

Amar Ma’ruf Nahy Munkar Pilar Khayru Ummah

Salah satu sendi tegaknya masyarakat dalam kebaikan adalah adanya orang-orang yang memerintah manusia dengan al-ma’ruf dan melarang manusia dari kemungkaran. Dengan adanya orang-orang yang menegakkan amar ma’ruf nahy munkar maka suatu umat akan menjadi umat yang terbaik yang disebut sebagai khayru ummah.

Sifat Perintah Amar Ma’ruf dan Nahy Munkar

Perintah menegakkan amar ma’ruf dan melarang dari kemunkaran ditujukan kepada sebagian dari kaum beriman. Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan perintah oleh orang-orang yang memperoleh perintah ini .

﴾۴۰۱﴿وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُولٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imron : 104).

Perintah mencegah kemungkaran saja mempunyai sifat berbeda dengan amar ma’ruf nahy munkar. Rasulullah SAW memerintahkan setiap orang untuk mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuan masing-masing, sementara menyuruh pada makruf diperintahkan pada sebagian orang. Setiap orang harus berusaha mencegah kemungkaran yang dilihatnya, tidak membiarkannya terjadi tanpa mencegahnya, setidaknya dengan sikap ketidaksetujuan dalam hati atas apa yang terjadi. Hal itu telah dihitung sebagai mencegah suatu kemunkaran walaupun hanya merupakan bentuk keimanan yang selemah-lemahnya.

Mengubah keadaan dengan hati dapat dihitung sebagai mencegah kemungkaran, akan tetapi itu merupakan bentuk selemah-lemahnya iman. Cahaya iman yang terpancar dari sikap semacam itu akan mempunyai pengaruh yang kecil bagi lingkungannya atau hampir-hampir tidak terlihat. Bilamana seseorang diberi kemampuan untuk mengatakan sesuatu yang baik untuk mencegah kemungkaran, hendaknya dirinya berusaha dengan kemampuan yang dimiliki. Cahaya iman yang dimiliki hendaknya ditampakkan dengan lebih kuat untuk mengubah kemunkaran yang terjadi. Bilamana seseorang memiliki kekuatan untuk mengubah dengan kuasanya, hendaknya itu pula yang dilakukannya dengan baik.

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْـخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ؛ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنَ لَـمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْـمَـانِ».
Dari Abu Sa’îd al-Khudri R.a berkata, “Aku pernah mendengar Rasûlullâh SAW bersabda, ‘Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lidahnya; dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemah iman.’” HR Muslim (no. 49). Ahmad (III/10, 20, 49, 52-53, 54). Abu Dâwud (no. 1140, 4340). an-Nasâ’i (VIII/111-112). at-Tirmidzi (no. 2172). Ibnu Mâjah (no. 1275, 4013).

Melaksanakan perintah amar ma’ruf nahy munkar harus memperhitungkan kebaikan bagi masyarakat luas, tidak semata-mata dilaksanakan berdasarkan pemahaman yang dimilikinya. Melaksanakan pencegahan terhadap kemungkaran dengan sikap hati saja diperbolehkan bagi seseorang karena tujuan itu. Seseorang yang bisa mengubah dengan cara berkata-kata hendaknya berusaha menyampaikan dengan kata-kata yang baik, untuk menghindari membuat kerusakan dan permusuhan di masyarakat. Namun demikian melakukan tindakan dengan kuasa yang diberikan kepadanya harus dilakukan sebagai pilihan pertama bilamana suatu kemunkaran terjadi, bilamana kemunkaran itu berpotensi membawa kerusakan yang besar bagi masyarakat. Tentu semua harus dilakukan dengan mempertimbangkan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat luas.

Menghindari Perselisihan

Alquran memberikan perintah menegakkan amar ma’ruf nahy munkar disandingkan bersama dengan perintah untuk tidak bersifat sama dengan orang-orang yang berselisih dan berpecah-belah. Memerintah dengan al-ma’ruf tidak dapat dilakukan oleh semua orang, karenanya perintah itu difirmankan untuk membentuk umat terbaik dari sebagian orang mukmin, tidak diperintahkan bagi semua orang. Amar ma’ruf itu harus dilaksanakan oleh orang-orang yang tepat yaitu orang-orang yang mempunyai ma’rifat. Tanpa ma’rifat, tidak ada alma’ruf di antara umat tersebut.

Tanpa makrifat, amar ma’ruf nahy munkar bisa memecah belah umat dan menjadikan umat berselisih. Orang-orang yang memperoleh makrifat harus melakukan amar makruf dengan hati-hati sehingga terbentuk umat yang bersatu dari hatinya, tidak berselisih hati satu dengan yang lain dan tidak pula mengarah pada sikap berpecah belah. Kesalahan dalam urusan demikian dapat menjadikan semua pihak merasa melakukan hal yang benar padahal kebenaran yang dipegang hanya bersifat parsial. Dengan kebenaran parsial, satu pihak dengan pihak yang lain berselisih dan berpecah-belah. Beramar ma’ruf nahy munkar harus berlandaskan prinsip yang benar.

﴾۵۰۱﴿وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat (QS Ali Imron : 105)

Sebagian manusia bercerai-berai dan berselisih satu sama lain ketika melakukan amar ma’ruf nahy munkar. Hal itu sebenarnya sebuah indikasi bahwa mereka tidak benar-benar berpegang pada al-ma’ruf. Kebenaran-kebenaran parsial dapat mengelabui manusia untuk memandang indah apa-apa yang mereka lakukan. Syaitan sangatlah terampil menjadikan manusia memandang indah perbuatan mereka yang buruk. Salah satu cara yang dibuat syaitan adalah dengan memperkenalkan manusia pada kebenaran-kebenaran parsial, dan mendorong mereka untuk berselisih dengan kebenaran parsial tersebut. Dengan demikian mereka berselisih dan bercerai-berai dalam melakukan amar ma’ruf nahy munkar.

Kebenaran-kebenaran parsial tersebut seharusnya diintegrasikan untuk mengenal kebenaran secara komprehensif. Setiap orang harus membuka fikiran terhadap kebenaran yang mungkin turun kepada orang lain dan kemudian menyusunnya untuk mengenal kebenaran yang lebih besar. Merasa kebenaran hanyalah kebenaran yang ada pada pihaknya hanyalah jebakan syaitan agar seseorang memandang indah kebenaran parsial yang dimilikinya. Bahkan bukan tidak mungkin kebenaran yang dipegangnya sebenarnya hanyalah kesalahan yang harus diluruskan. Sikap hanif sangat dibutuhkan oleh setiap orang agar tidak terjebak dalam kebenaran-kebenaran parsial yang akan menjerumuskan mereka pada siksa Allah.

Tanpa sikap hanif dalam beramar ma’ruf nahy munkar, setiap orang terancam adzab yang pedih. Tidak menerima kebenaran dari orang lain dan berpegang hanya pada kebenaran milik sendiri akan mengantarkan seseorang memperoleh adzab yang pedih justru ketika berusaha menegakkan amar ma’ruf nahy munkar. Fenomena yang tampak dari sikap batin demikian akan tampak pada umatnya sebagai umat yang bercerai-berai dan berselisih. Itu adalah cerminan sikap pemimpin umat tersebut yang harus diperbaiki, yaitu pemimpin yang seharusnya memerintahkan pada alma’ruf dan mencegah kemunkaran. Adzab itu akan menimpa orang-orang yang turut serta berselisih dan berpecah-belah setelah datang kepada mereka keterangan yang jelas. Sebelum datang keterangan yang jelas kepada mereka, hal itu merupakan tanggung jawab pemimpinnya.

Umat Yang diperintahkan Melakukan Amar Ma’ruf

Perintah melakukan amar ma’ruf nahy munkar dibebankan kepada orang-orang yang diteguhkan kedudukan mereka di muka bumi. Orang-orang yang bersikap hanif dalam mencari kebenaran akan semakin kokoh bilamana langkahnya benar. Bilamana telah sampai pada kriteria tertentu, Allah akan menempatkannya pada bumi tertentu untuk beramal shalih sesuai dengan jati dirinya. Seringkali seseorang berhasrat kedudukan tertentu di muka bumi tanpa memenuhi kriteria yang ditentukan Allah. Kadangkala Allah memberikan kedudukan itu dengan pertanggungjawaban yang sangat berat kelak di hari kiamat. Orang yang demikian tidak termasuk orang yang mempu melakukan amar ma’ruf nahy munkar. Tanpa sikap hanif, kedudukan seseorang di muka bumi seringkali hanyalah beban yang akan memberatkan kehidupan mereka.

﴾۱۴﴿الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. QS Al-Hajj : 41)

Ciri bahwa Allah yang melakukan penempatan seseorang di muka bumi adalah terbangunnya bait bagi orang tersebut sehingga dirinya dapat menegakkan shalat, memberikan zakat dan menegakkan amar ma’ruf nahy munkar bagi umatnya. Dengan baitnya, orang tersebut bersujud kepada Allah. Melalui rezeki at-thayyibat yang diberikan melalui baitnya, dirinya dapat menunaikan zakat yang harus diberikan bagi lingkungannya. Dengan kekuatan baitnya, dirinya dapat menegakkan amar ma’ruf nahy munkar.

Tanpa bait yang terbangun, seorang manusia yang ingin memiliki kedudukan di dunia harus banyak terlibat dalam jaring-jaring kekuasaan dunia yang seringkali lebih banyak dikuasai oleh syaitan. Akan terlalu banyak kompromi harus dilakukan oleh orang demikian agar memperoleh kedudukan di muka bumi sehingga amar ma’ruf nahy munkar tidak mungkin ditegakkan. Kekuatan yang dimiliki seseorang tanpa memperoleh fasilitas kedudukan dari Allah sangatlah kecil sehingga tidak akan mampu menegakkan amar ma’ruf nahy munkar dengan benar. Hanya umat rasulullah SAW yang diberi kedudukan sebagai khayru ummah. Umat-umat sebelum rasulullah SAW tidaklah memperoleh kedudukan khayru ummah yang harus menegakkan amar ma’ruf nahy munkar.

Segala urusan yang dilakukan orang yang dikukuhkan kedudukannya di muka bumi harus ditujukan untuk mengajak manusia kembali kepada Allah. Pemakmuran bumi dan hal-hal lain yang mewarnai upaya tersebut hanyalah sebuah hadiah yang tidak boleh dijadikan tujuan. Khayru ummah menunjukkan kemuliaan manusia karena pengenalan seseorang terhadap Allah, bukan perhiasan-perhiasan yang dapat ditampakkan. Pengenalan terhadap Allah dapat dilakukan dengan menjadikan umatnya memiliki sifat-sifat yang dikehendaki Allah bagi mereka berupa sifat-sifat mulia berdasarkan asma-asma Allah SWT.

Hal ini seringkali tidak dapat diterima oleh orang-orang yang mempertuhankan hal-hal yang lain. Penolakan terhadap hal demikian acapkali mengundang adzab Allah ketika Allah berkehendak. Mereka adalah orang-orang yang cenderung kepada hal yang rendah sehingga Allah mungkin berkehendak memusnahkan mereka. Bilamana seseorang cenderung pada hal-hal yang mulia, maka mereka akan bergembira menerima ajakan amar ma’ruf nahy munkar. Semakin baik keadaan seseorang maka akan semakin mudah mereka menerima seruan tersebut, dan kesulitan akan semakin muncul manakala keadaan mereka tidak baik.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar