Pencarian

Kamis, 23 Maret 2017

Akidah Islam

PENGERTIAN AKIDAH


Aqidah secara bahasa diambil dari kata aqad yakni ikatan dan buhulan yang kuat. Bisa juga berarti teguh,saling mengikat dan rapat. Bila dikatakan tali itu di-aqad-kan, artinya diikat. Bisa juga digunakan dalam ikatan jual beli atau perjanjian. Meng-aqad sarung, berarti mengikatnya dengan kuat. 

Istilah aqidah tidak ditemukan dalam alquran dan hadits rasulullah, dan baru muncul pada zaman imam Abu Hanifah. Secara sekilas, aqidah tercantum dalam ayat 89 surat Al-Maidah dan ayat 33 surat An-Nisaa’, tetapi tidak menunjukkan sebuah tema khusus. Dari ayat itu, sebagian umat islam membuat definisi aqidah menurut istilah sebagai : kepercayaan yang teguh, kokoh dan kuat yang tidak terasuki oleh keragu-raguan, yakni keyakinan yang menyebabkan hati seseorang terikat pada keyakinan itu, lalu dijadikan sebagai madzhab dan agamanya.

Dalam tulisan ini, yang dimaksudkan aqidah adalah tatacara yang perlu dilakukan secara sungguh-sungguh oleh orang yang berniat membangun akhlak mulia mendekatkan diri kepada Allah SWT agar Allah SWT berkenan memberikan pengetahuan tentang diri-Nya. Manusia  tidak akan mampu memperoleh pengetahuan tentang Allah, tetapi Allah yang akan memberikan pengetahuan itu kepada manusia yang dikehendaki.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala, tidak ada yang dapat mengetahui tentang Dia dan Dia Maha Tinggi. Akan tetapi Dia berkehendak untuk memperkenalkan diri-Nya pada makhluk-Nya. Seorang yang beriman kepada Allah adalah orang yang berusaha mengikatkan diri kepada Allah agar Allah berkenan untuk menarik dirinya kepada akhlak mulia dan didekatkan. 

Akhlak mulia adalah syarat mutlak agar Allah SWT berkenan memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-Nya. Untuk hal itu, Allah SWT telah menurunkan tali yang amat kuat yang tidak akan putus, maka hendaknya makhluk memegang tali tersebut dengan kuat agar mendapatkan jalan yang terbimbing. Usaha yang sungguh-sungguh meniti tali Allah itulah yang dimaksudkan sebagai akidah dalam tulisan ini.

IMAN SEBAGAI ASPEK AKIDAH

Di antara aspek akidah islam adalah beriman kepada Allah. Seseorang dikatakan memegang tali Allah dengan kuat adalah bila dirinya mengingkari setiap thaghut dan beriman sepenuhnya kepada Allah SWT.
Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang terbimbing daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut  dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat  yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah : 256)
Taghut adalah pengetahuan yang tidak mempunyai dasar dari kitabullah. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang bersesuaian dengan Alquran dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, sedangkan pengetahuan-pengetahuan yang tidak bersesuaian dengan alquran merupakan thaghut.
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS Annisaa’ : 60)
Seseorang yang benar-benar beriman adalah orang yang berusaha mendapatkan pengetahuan yang bersesuaian dengan kitabullah dan membuang pengetahuan-pengetahuan yang bertentangan dengan kitabullah. Pengetahuan yang belum mempunyai kedudukan dalam kerangka pengetahuannya tentang kitabullah,  harus diusahakan agar mendapat kedudukannya. Dengan cara itulah seseorang dikatakan telah mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, dan berpegang pada tali Allah yang amat kuat yang tidak akan putus.

Jalan seperti itulah jalan yang terbimbing, sedangkan jalan yang lain merupakan jalan yang tidak terbimbing. Pengetahuan tentang kitabullah akan membimbing manusia, sedangkan syaitan menggunakan thaghut untuk menyesatkan manusia dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.

Tidak ada keterpaksaan dalam agama. Agama tidak dapat dibangun dengan memaksakan pengetahuan yang belum dipahami, karena agama harus dibangun dengan cara yang hanif. Untuk bersikap hanif, manusia harus bersikap benar, mencari sudut pandang yang tepat terhadap suatu pengetahuan, dan pengetahuan satu harus ditempatkan pada posisi yang benar terhadap pengetahuan yang lain sehingga dapat membangun pemahaman. Pemahaman itu akan menghasilkan pemahaman baru bila mendapatkan kaitan dengan pengetahuan yang lain. Demikian seterusnya sehingga ayat-ayat baik qauliyah maupun kauniyah dapat dipahami yang mengantarkannya mengenal Al-haq.

Pemaksaan pengetahuan atau indoktrinasi akan menjadikan seseorang mengalami kelemahan akal, padahal akal merupakan instrumen utama bagi manusia untuk mengenal al-haq. Pengetahuan semacam itu dapat menjadi alat syaitan untuk menyesatkan manusia menuju kesesatan yang sejauh-jauhnya. Manusia harus selalu berusaha mencari pemahaman yang benar atas suatu pengetahuan  sesuai dengan kitabullah, dengan tidak memaksakan pemahaman dirinya atas suatu ayat dalam kitabullah sebagai kebenaran final, dan melaksanakan apa yang telah difahami dari sunnah rasulullah dan membiarkan apa yang belum difahami, hingga dirinya memahami.

BERSERAH DIRI DAN IHSAN SEBAGAI ASPEK AKIDAH

Aspek akidah islam yang lain adalah berserah diri kepada Allah dan berbuat ihsan. Dengan cara berserah diri kepada Allah dan berbuat ihsan berarti seseorang berpegang pada tali Allah itu.
Dan barangsiapa yang berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat ihsan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (QS Luqman : 22)
Salah satu parameter benarnya akidah adalah perbuatan ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seolah-olah dirinya melihat Dia, sekiranya tidak melihat-Nya, maka Dia maha melihat dirinya. Jiwa seseorang harus tumbuh dengan baik, ditandai dengan menguatnya akal, agar dirinya bisa merasakan dan melihat kehadiran Allah.  Tanpa jiwa yang baik, jiwa seseorang tidak akan mengetahui kehadiran Allah dalam kehidupannya. Jiwa itu harus ditumbuhkan dan dirawat sebagaimana merawat pohon, dengan memberikan pengairan, pencahayaan dan menjaga dari hama dan penyakit.
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat thayyibah  seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS Ibrahim : 24-25)
Kehadiran Allah hanya dikenal dalam bentuk kalimah thayyibah yang dimengerti oleh orang yang jiwanya tumbuh dengan baik. Jiwa itu dimisalkan sebagai pohon yang baik, pengetahuan jasadiahnya berakar ke bumi dan jiwanya menjulang di langit mencari cahaya Allah. Pohon itu dapat mengeluarkan buah berupa pemahaman atas ayat-ayat Allah bagi  dirinya yang bisa diberikan kepada orang lain. Dengan jiwa yang tumbuh dengan baik itulah manusia dapat berbuat ihsan, dan buah yang dihasilkan merupakan bukti atas pengenalan diri.

Parameter lain yang menunjukkan  benarnya akidah adalah keberserahdirian kepada Allah. Berserah diri bukanlah sikap pasif, pasrah tanpa tindakan. Yang dimaksudkan sebagai berserah diri kepada Allah adalah berusaha  keras  mengenal kehendak Allah dan bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh ayat berikut :
yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.  Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS Az-Zumar :17-18)
Memilih perkataan-perkataan yang paling baik untuk diikuti merupakan wujud tindakan berserah diri kepada Allah. Dengan mencari dan memilih perkataan yang paling baik untuk diikuti, maka akal seseorang akan mendapatkan petunjuk dan dengan mengikuti perkataan terbaik, akal seseorang akan tumbuh agar mampu mengenal Allah SWT.

AKIDAH DAN PERSATUAN

Dengan menjalankan akidah islam, akan hilanglah perpecahan di antara umat. Akidah islam akan menghilangkan permusuhan di antara manusia, mempersatukan hati-hati manusia dan menjadikannya orang-orang yang bersaudara atas nikmat Allah.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran : 103)
Orang-orang yang berpecah-belah sebenarnya berada di tepi jurang neraka. Allah menyelamatkan manusia yang berpecah-belah dari jurang neraka dengan tali Allah yang harus digenggam dengan kuat. Akidah yang benar akan menyelamatkan manusia dari sikap berpecah-belah, bukan malah membuat manusia berpecah-belah.

Sebagian manusia justru berpecah belah karena membaca kitabullah, sebagaimana diterangkan dalam alquran surat Al-Baqarah ayat 113. Mereka adalah orang-orang yang menyerupai orang-orang yahudi dan nasrani, dan mereka adalah orang-orang yang menyimpang jauh  (Syiqaq) dari jalan Allah, padahal mereka membaca kitabullah.  Kaum yang berpecah-belah dalam membaca kitab suci akan menjadi sasaran mudah bagi orang-orang musyrik untuk memecah belah umat islam, dan menyeretnya  menjadi bagian dari musyrikin.
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Dari (golongan orang-orang) yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.(QS Ar-Ruum : 32-33)
Salah satu bentuk usaha kaum musyrikin untuk mencerai beraikan umat islam adalah memecah belah agama menjadi beberapa golongan dan membangkitkan kebanggaan pada golongan mereka masing-masing.  Kaum musyrikin benar-benar membangkitkan perpecahan di dalam umat islam dengan membuat ajaran-ajaran yang menyerupai ajaran tauhid islam, padahal ajaran itu melemparkan manusia jauh dari islam (khawarij). Mereka juga membangkit-bangkitkan kebanggaan terhadap apa yang ada pada golongan yang diikuti. Orang islam yang mengikuti perpecahan yang dibangkitkan oleh orang musyrikin akan termasuk dalam golongan musyrikin.

Muslimin yang semacam inilah yang akan tertimpa kehinaan dimanapun mereka berada. Mereka akan ditimpa kehinaan di antara muslimin yang lain, dan mereka ditimpa kehinaan di antara kaum musyrikin. Mereka tertimpa kehinaan di dunia dan mereka ditimpa kehinaan di akhirat, tertimpa kehinaan di antara manusia dan tertimpa kehinaan  di antara makhluk yang lain. Dimana saja mereka berada, mereka akan diliputi kehinaan. Kehinaan itu karena mereka melemahkan akalnya sendiri, yg seharusnya diperkuat.
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali Allah dan tali terhadap manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. (QS Ali Imran : 112)
Kehinaan itu akan terangkat bila umat islam  kembali kepada akidah yang benar, yaitu berpegang pada tali Allah dan memperbaiki hubungan dengan manusia. Berpegang pada tali Allah tidak dapat dilakukan semata-mata  mengandalkan pembacaan ayat-ayat kitabullah, karena beberapa kaum pembaca kitabullah keluar dari islam (Khawarij). Pembacaan ayat-ayat itu benar bila hubungan dengan manusia menjadi baik, sedangkan bila pembacaan ayat-ayat itu merusak hubungan dengan manusia, maka pembacaan itu hanya memecah-belah agama.

Kerusakan  pembacaan ayat-ayat itu bukanlah tanpa sebab. Sebagian dari kaum pembaca kitab adalah orang-orang yang kafir kepada Allah, maka pembacaan mereka adalah pembacaan yang rusak dan merusak pengikutnya. Mereka tidak menganggap nabi-nabi sebagai pembawa kebenaran dari Allah, dan bahkan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar. Demikian pula terjadi di antara sebagian umat islam tanpa sengaja menganggap bahwa kitab nabi-nabi secara total tidak membawa kebenaran dari Allah. Mereka tidak menimbang kitab suci nabi-nabi dengan alquran, tetapi menghukuminya dengan hawa nafsu mereka sendiri. Tindakan itu hampir menyerupai pembunuhan kepada nabi-nabi tanpa alasan.

Mereka adalah orang yang tidak memperhatikan peringatan rasulullah SAW tetapi lebih memperhatikan bacaan penyeru-penyeru di kalangan mereka, sehingga mereka mendurhakai rasulullah SAW. Di antara mereka terdapat orang-orang yang benar-benar berkeinginan untuk menyesatkan manusia,  mengajarkan kepada manusia  agama berdasarkan  hawa nafsu dan tanpa pengetahuan.
Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. (QS Al-An’aam : 119)
Kebanyakan di antara mereka beragama hanya berdasarkan pada hawa nafsu secara berlebihan, tidak berusaha secara setimbang melihat pada kehendak Allah dan   tidak berusaha memahami yang ada dalam kitabullah. Dengan itu, mereka menginginkan orang lain untuk beragama sesuai keinginannya, dan tidak berusaha membangkitkan orang lain untuk beragama dengan pemahaman. Mereka tidak mempunyai keinginan untuk mendapatkan ilmu untuk mengenal Sang Khalik yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar