Pencarian

Kamis, 02 Maret 2017

ISLAM DAN POLITIK

Islam adalah agama tauhid,  jalan  untuk mengenal Allah. Dalam fase penciptaan dan setelahnya, “Allah” dikenal dengan martabat Rabbul-‘alamiin.  Sebelum ada penciptaan, tidak ada pangkat rabb disematkan bagi-Nya.  Martabat  Rabbul ‘alamiin menunjukkan bahwa Allah menciptakan dan memelihara ciptaan-Nya. Tanpa  martabat-Nya sebagai rabb, alam semesta akan lenyap tidak ada yang menjaga.

Mengenal rububiyah-Nya merupakan salah satu aspek tauhid, jalan untuk mengenal Allah, sehingga seseorang dapat memuji Allah dengan sebenarnya. Tanpa mengenal rububiyah-Nya, seseorang  tidak mengenal dan memuji Allah dengan sebenarnya. Hanya dengan mengenal rububiyah-Nya manusia dapat mengenal Allah dan memujinya sebagai rabbul ‘alamiin. Manusia dikatakan mengenal Allah, walaupun sebenarnya makhluk pada dasarnya tidak akan mampu mengenal Allah, seberapapun kemampuan makhluknya. Iblis adalah makhluk yang sangat kuat dan cerdas namun tidak mampu mengenal Allah dengan benar. Makhluk bisa mengenal Allah SWT hanya bila Allah memperkenalkan diri kepada makhluk, sebagaimana Dia memperkenalkan dirinya kepada Ibrahim a.s. Pengenalan itu hanyalah sebatas yang Dia kehendaki untuk diperkenalkan.

Ayat ke 2 hingga ke 4 surat al-fatihah bercerita tentang pengenalan terhadap rububiyah Allah. Dalam aspek rububiyah, Allah memperkenalkan diri-Nya salah satunya sebagai Malik (raja).  Nama Maalik disebutkan  sebagai  nama ketiga bagi rububiyah Allah SWT setelah Ar-rahman dan Ar-rahiim.sebagaimana tercantum dalam surat al-fatihah ayat 4.  Hal ini menunjukkan bahwa aspek maalikiyah (ke-raja-an-Nya) merupakan salah satu jalan utama yang dapat mengantarkan makhluk mengenal rububiyah Allah.

Setiap orang yang bertauhid harus bersifat rahmaniah untuk mengenal nama Arrahman, dan bersifat rahimiyah untuk mengenal nama Ar-rahiim, dan setiap orang harus mengenal fitrah diri untuk mengenal-Nya sebagai Maalik. Bertauhid hanya dapat dilakukan dengan cara menjalani sunnah, menempuh perjalanan untuk mencapai kedudukan masing-masing di hadapan rabb. Nama-nama itu tidak dapat dikenal hanya dengan menghafalkan nama-nama dan sifat-sifat yang diajarkan, tetapi harus dijalani dengan sungguh-sungguh dengan ikhlas hingga Allah memperkenalkan diri-Nya kepada masing-masing. 

Malik adalah sebuah kedudukan politik, dimana malik menunjukkan pemimpin tata aturan bermasyarakat. Umat islam adalah umat yang harus berpolitik sebagai jalan bertauhid untuk mengenal  sang Maalik,  mengenal salah satu aspek tauhid rububiyah agar mengenal rabbul ‘alamin.

POLITIK DALAM ISLAM


Umat islam harus senantiasa bersikap sebagaimana hamba yang selalu mengharapkan titah dari Rabbul ‘alamin sebagai raja. Raja merupakan kedudukan politik tertinggi dalam sebuah tatanan bermasyarakat. Tanpa seorang raja, masyarakat akan terpecah belah tanpa arah yang menyatukan masyarakat. Umat islam harus senantiasa berusaha berjamaah dengan menjadikan Rabbul ‘alamin sebagai raja yang mempersatukan umat, kendati maalikiyah-Nya baru akan dikenal pada hari agama. 

Dengan potensi yang dimiliki manusia, masyarakat yang tidak memiliki raja  cenderung akan berselisih dan bertikai satu dengan yang lain. Potensi yang dimiliki setiap individu di masyarakat justru akan menjadi faktor perusak bila masyarakat tidak mempunyai raja. Setiap potensi yang dimiliki individu harus diarahkan untuk tujuan bersama agar terbentuk masyarakat yang beradab.

Nama maalik yang hendak diperkenalkan Allah SWT kepada manusia akan terjadi pada hari agama, atau yaum ad-diin. Di alam makrokosmos, pada hari agama itu khalifatullah al-mahdi akan diberi kekuasaan atas bumi, dan pada hari itu iblis seharusnya tidak lagi diberi kuasa atas bumi. Allah akan menjadi raja dan mengangkat  khalifatullah di bumi. Secara tersirat, ke-raja-an-Nya di bumi saat ini belum termanifestasi dengan sempurna, karena baru dijanjikan kelak pada hari agama. Di level mikrokosmos,  Allah berkehendak memperkenalkan nama itu pada  setiap individu yang mencapai agama. Setiap orang yang mengenal fitrah dirinya berarti menemukan hari agama dirinya, dan akan mendapatkan rububiyah Allah sepenuhnya dan syaitan akan kehilangan kekuasaan atas dirinya. Itu adalah hari agama bagi individu.

Setiap muslim harus berusaha mengenal rububiyah Allah atas diri masing-masing, dan semesta alam secara umum. Salah satu cara mengenal rububiyahnya adalah dengan berpolitik sesuai dengan tatanan yang diajarkan dalam kitab-Nya, baik berpolitik untuk diri sendiri maupun berpolitik dalam konteks masyarakat luas. Tanpa berusaha berpolitik sesuai dengan rububiyah-Nya, umat muslimin akan tercerai berai menjadi santapan musuh, baik musuh berupa syaitan dari kalangan jin maupun manusia.

Politik merupakan jalan kehidupan setiap muslim. Setiap manusia  mempunyai peran yang telah ditentukan sebelum dilahirkan ke dunia. Setiap muslimin dituntut untuk menjalankan fitrah dirinya sebagai sumbangsih politik kepada masyarakat besar. Dengan mengenal dan menjalankan fitrah diri, seseorang bisa menegakkan agama dalam dirinya, dan memberikan sumbangsih paling penting yang dibutuhkan manusia dalam menciptakan struktur masyarakat yang kuat.

INDIVIDU SEBAGAI POLITIKUS


Menurut agama, seluruh insan merupakan makhluk politik yang harus berperan aktif menciptakan masyarakat beradab. Setiap manusia adalah penggembala yang akan ditanya tentang gembalaannya. Penggembalaan itu harus dilakukan dengan melakukan politik terhadap diri sendiri dan politik terhadap masyarakat. Politik pada diri sendiri menjadi pondasi agar bisa berpolitik dalam masyarakat. Tanpa melakukan politik pada diri sendiri, berpolitik dalam masyarakat hanya akan menghasilkan madlarat bagi masyarakat. Berpolitik terhadap masyarakat harus dibangun di atas politik terhadap diri sendiri.

Setiap insan diciptakan sebagai politikus yang harus berperan dengan fungsi yang telah ditetapkan oleh rabbul ‘alamiin. Namun tidak setiap orang mampu menjadi politikus yang baik karena tidak mengenal fitrah dirinya, sehingga belum mampu memberikan perannya bagi manusia sesuai kehendak Allah. Setiap insan diciptakan dengan membawa urusan yang telah ditentukan oleh rabbul ‘alamiin,
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (QS 17:13)
Setiap insan telah ditetapkan amal perbuatannya sebagai salah satu fitrah diri. Ketika seseorang mengenal fitrah dirinya, dia mengenal untuk urusan apa dirinya diciptakan. Apabila  menjalankan urusan yang telah ditetapkan untuk dirinya, maka orang itu menjadi seorang ulul ‘amr yang harus ditaati oleh segenap muslimin  dalam lingkup urusannya.  Apabila sedang berurusan dalam hal sepatu, seorang raja harus mentaati orang yang mempunyai urusan (ulil amr) sebagai tukang sepatu. Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi antara satu orang terhadap orang lain dalam hal menjalankan urusan. Orang yang menjadi ulul amri harus ditaati oleh yang lain dalam lingkup urusannya.

Fitrah diri menjadi sarana setiap orang untuk mencari pengetahuan tentang rububiyah Allah. Setiap ulil amr menjalankan fungsi dirinya dengan pengetahuan tentang tuhan. Dengan cara itu, dia menjalankan amar ma’ruf dan mencegah kemunkaran. Dengan cara itu pulalah umat terbaik bisa terbentuk.  Apabila setiap orang dalam masyarakat mengerti untuk apa dirinya diciptakan maka masyarakat akan sangat makmur, berkah melimpah akan dikaruniakan oleh rabbul ‘alamiin melalui orang-orang yang mengenal rububiyah-Nya, dan akan terbentuk masyarakat yang sangat beradab, makmur lahir dan bathin.

KEADAAN UMAT ZAMAN MODEREN


Umat islam zaman ini berada dalam keadaan jauh dari umat terbaik. Kitab suci tidak dipahami sebagaimana tuntunan nabi sehingga masyarakat kehilangan pemahaman terhadap arti agama. Sebagian cendekiawan merumuskan obat bagi kemunduran umat islam tanpa memahami makna alquran sesuai tuntunan rasulullah SAW. Dengan hal itu, umat islam semakin terperosok dalam perselisihan.

Sebagian besar muslimin saat ini terpengaruh dengan dakwah yang menyeru untuk menjadi muwahidun sebagai metode untuk menggerakkan muslimin mencapai kemajuan. Hal itu sebenarnya jauh dari islam, dan justru menjerumuskan umat pada kebodohan. Apabila diteliti dengan baik, tauhid yang diajarkan oleh rasulullah SAW tidak seperti yang dipahami oleh kaum muwahidun. Tauhid kaum muwahidun merupakan half truth dari tauhid nabi.

Kaum muwahidun mencela orang-orang yang berpolitik tanpa mempunyai solusi bagi masalah politik umat.  Mereka menetapkan solusi bagi segala problem yang menimpa umat ini dengan sebuah metode  berupa tashfiyah dan tarbiyah. Meskipun dalam beberapa ratus tahun metode itu terbukti hanya membuat kekacauan di negara berpenduduk muslim, dan dicurigai menjadi sumber akar terorisme internasional,  mereka tetap meyakini bahwa metode itu adalah obat segala masalah. Dalam bidang politik, solusi politik dan keumatan yang ada dalam alquran tidak dipahami, dan hanya mencela orang-orang yang berpolitik tanpa memberikan masukan, arahan dan metode praktis yang dapat diimplementasikan dalam praktek politik.

Di sisi lain, sebagian kaum muslimin yang menjadi  pelaku politik praktis telah berusaha bersungguh-sungguh untuk menjadikan umat mempunyai kekuatan untuk tegak di atas agama. Akan tetapi perlu pemahaman lebih fundamental terhadap alquran dan sunnah agar kaum muslimin dapat tegak mencapai umat terbaik yang berakhlak mulia. Saat ini, petunjuk-petunjuk alquran untuk menuju tegaknya umat terbaik tampak belum terumuskan dengan baik selaras dengan petunjuk nabi. Hal itu menjadi salah satu sebab umat islam dipandang sebagai kaum yang tidak mempunyai pengaruh. Juga tidak terfilternya komunitas politisi dari masuknya orang-orang yang bergabung dengan motivasi memperoleh kekuasaan di antara masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit muslimin yang berpolitik termotivasi oleh pencapaian kekuasaan dan harta semata.

Peran politik tertinggi setiap orang adalah bila mencapai agama, yaitu menjalankan fitrah diri yang telah ditetapkan sebelum penciptaan dirinya sebagaimana ayat berikut : 
Maka hadapkanlah wajahmu dengan hanif kepada agama; (yaitu) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada penciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS 30:30)
Melaksanakan fitrah diri merupakan jalan untuk menegakkan agama, dan itu merupakan peran politik tertinggi yang tidak ada bandingannya karena peran itu digariskan oleh Allah SWT sang Maha Pencipta. Peran politik itu adalah amal shalih yang sebenarnya. Itu adalah ibadah yang sebenarnya bagi setiap insan, dan di jalan itulah pertolongan Allah akan selalu mengalir. Itu merupakan jawaban bagi harapan : Hanya kepada Engkau kami bersembah, dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan

Tidak setiap insan mengenal untuk apa diciptakan, tetapi setiap orang harus berusaha untuk melaksanakan peran politiknya sesuai batas pengetahuan dan kemampuannya. Setiap orang sebenarnya selalu diberi keadaan terbaik untuk  melakukan amal shalih, akan tetapi seringkali orang tidak melihat amal shalihnya karena tertutup oleh keinginan dan/atau ketakutan dirinya. Perlu kejernihan dan keteguhan hati serta rasa syukur agar manusia melihat amal shalih dirinya. Setiap orang dimudahkan untuk apa diciptakan. Dengan berserah diri dan memohon kepada Allah SWT, Allah akan menggerakkan kecenderungan hatinya pada amal terbaik yang perlu dilakukan. Bila kecenderungan hatinya itu telah diperoleh, langkah berikutnya adalah berjihad melaksanakan amalnya.

Harapan utama seorang muslim adalah mendapatkan petunjuk menuju jalan yang lurus. Setiap saat seorang muslim selalu memohon petunjuk kepada Allah agar diberi petunjuk jalan bagi dirinya, sebagaimana ayat 6 surat alfatihah : berilah kami petunjuk kepada jalan yang lurus. Seorang yang sudah mengenal fitrah dirinya dan selalu berusaha beramal sesuai fitrah diri akan diubah menjadi orang yang selalu berada di atas petunjuk sebagaimana ayat 5 surat albaqarah : Mereka itulah orang-orang yang berada di atas petunjuk rabb-nya.dan mereka itulah orang yang beruntung. Orang orang yang selalu berada di atas petunjuk itulah orang-orang yang beruntung.

Umat islam saat ini jauh dari keadaan ideal sebagai  umat terbaik, namun bukan berarti merupakan keadaan buruk. Tidak ada keadaan lain yang bisa diandai-andaikan karena semua telah ditentukan oleh sang Pencipta. Keadaan setiap saat adalah keadaan terbaik  bagi setiap muslimin untuk mencari dan melaksanakan amal shalihnya. Setiap orang harus cermat melihat keadaan dirinya dan lingkungannya, dan bertanya kepada hatinya tentang amal shalih yang dapat dikerjakan. Alquran dan sunnah nabi menjadi petunjuk yang terang bagi umat manusia yang ingin mewujudkan peran politik tertinggi dirinya.  Hal itulah yang akan mengantar umat ini menuju umat terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar