Pencarian

Senin, 30 Mei 2022

Seruan Rasulullah SAW

Allah menciptakan makhluk agar mereka mengenal-Nya. Untuk hal itu, Allah mengutus nabi Muhammad SAW. Beliau adalah pemimpin seluruh alam semesta untuk mengenal Allah, dan mengajarkan mereka untuk mencapai kedudukan sebagai hamba Allah yang sebenarnya. Beliau SAW dijadikan Allah sebagai Rasul-Nya agar menjadi rahmat bagi alam semesta. Melalui beliau maka alam semesta akan memperoleh rahmat Allah. Manusia akan memperoleh rahmat Allah bilamana mereka mengikuti sunnah beliau SAW. Dan di antara para nabi beliau merupakan segel pengesahan bagi para nabi.

Kedudukan beliau SAW merupakan kedudukan tersendiri yang tidak sama dengan makhluk yang lain. Para nabi dan rasul yang lain diberi pengajaran Allah tentang berbagai kebenaran, tetapi masing-masing seluruhnya merupakan bagian yang menjelaskan kebenaran yang diberikan kepada Rasulullah SAW. Setiap orang jaman ini yang mempelajari kitab yang diberikan kepada seorang rasul atau nabi yang lain harus berusaha mengetahui pokok ajaran itu dari apa yang diajarkan Rasulullah SAW. Manakala tidak mengetahui kedudukan suatu kitab yang lain dalam ajaran Rasulullah SAW, sangat mungkin seseorang akan tersesat dalam upayanya memahami kitab tersebut. Demikian pula dalam pengetahuan yang lain. Bila ada seseorang yang mengalami keterbukaan tentang dirinya, hendaknya ia mengetahui kedudukan amanah dirinya dalam seruan Rasulullah SAW tidak merasa sebagai pemilik mutlak amanah, agar ia tidak tersesat dalam langkah perjalanan berikutnya. Perjalanan setiap manusia harus diarahkan untuk mengikuti sunnah beliau SAW.

Seruan beliau SAW adalah seruan menuju kebenaran tanpa ada kebengkokan di dalamnya. Beliau SAW menyeru agar manusia kembali kepada Allah. Seruan beliau SAW tidak sama dengan seruan seseorang kepada orang yang lain. Bahkan seruan para nabi yang lain-pun sebenarnya merupakan bagian dari seruan beliau SAW. Orang-orang yang mengalami keterbukaan dirinya hendaknya segera menemukan kedudukannya dalam seruan Rasulullah SAW, tidak tergesa menganggap bahwa amanah yang harus dilaksanakannya merupakan hal yang sama derajatnya dengan seruan Rasulullah SAW. Bila ia mengetahui kedudukannya dalam seruan Rasulullah SAW, maka ia akan menjadi bagian dari jamaah beliau SAW.

﴾۳۶﴿لَّا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُم بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu jadikan seruan Rasul diantara kamu seperti seruan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih. (QS An-Nuur : 63)

Sangat penting bagi seseorang untuk mengetahui kedudukan dirinya sebagai bagian dari suatu kebenaran universal dibandingkan sekadar mengetahui kebenaran dalam dirinya saja. Seseorang yang bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah jauh lebih utama daripada seseorang yang mengenal diri sendiri, walaupun mengenal diri sendiri juga merupakan suatu keutamaan dan merupakan pintu persaksian terhadap Rasulullah SAW. Orang yang benar-benar bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah akan lebih mencintai hal-hal yang disampaikan Rasulullah SAW daripada kebenaran dari dirinya sendiri, dan lebih suka untuk mengajak orang lain kepada seruan Rasulullah SAW daripada kepada dirinya sendiri.

Orang yang tidak berusaha mengetahui kedudukan seruan Rasulullah SAW di antara mereka pada dasarnya merupakan orang-orang yang cenderung tergelincir pergi meninggalkan Rasulullah SAW secara berangsur-angsur. Langkahnya akan terpisah secara perlahan dari Al-jamaah dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW, dan ia dapat diibaratkan menjadi domba yang terpisah dari kerumunannya. Keterpisahan itu barangkali akan terjadi secara halus tanpa disadarinya, tetapi Allah mengetahui bahwa seseorang dalam keadaan demikian sangat dekat pada meninggalkan Rasulullah SAW secara berangsur-angsur.

Proses keterpisahan itu dapat terjadi pada kelompok manusia bukan hanya pada perseorangan. Al-jamaah adalah orang yang mengikuti amr Rasulullah SAW walaupun mereka sedikit atau bahkan sendirian, tidak meninggalkan amr itu walaupun secara berangsur-angsur. Banyaknya orang yang mengikuti suatu paham tertentu tidaklah selalu menunjukkan benarnya kedudukan dalam Al-jamaah. Proses keterpisahan suatu kelompok dari Al-jamaah dapat terjadi manakala orang-orang mengikuti pendapat seseorang yang salah dan menjadikannya sebagai hujjah pelindung mereka, maka kemudian mereka dapat terseret menjadi kelompok yang terpisah dari Al-jamaah yang mengikuti amr Rasulullah SAW. Keikhlasan yang lemah, kelemahan berpikir dan kelemahan akal menjadi sebab-sebab terjadinya keterpisahan suatu kelompok dari Al-jamaah.

Ketika manusia terpisah dari amr Rasulullah SAW, mereka akan ditimpa fitnah atau bahkan adzab yang pedih. Hendaknya setiap orang harus selalu memperhatikan dirinya untuk berpegang teguh pada Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, tidak membiarkan dirinya melenceng dari amr Rasulullah SAW. Manakala seseorang melenceng dari amr Rasulullah SAW, mereka akan tertimpa oleh fitnah atau akan memperoleh adzab yang pedih.

Fitnah Karena Terpisah

Fitnah adalah sesuatu yang tampak tidak sebagaimana keadaan yang sebenarnya. Fitnah itu terkadang bersifat sangat lembut hingga baru akan diketahui kelak ketika manusia tiba di al-haudh. Seseorang mungkin dapat berjalan hingga mereka tiba di al-haudh. Ini merupakan perjalanan yang sangat panjang yang telah ditempuh seseorang dalam mengikuti Rasulullah SAW. Akan tetapi kenyataannya pada akhirnya beberapa orang tidak akan memperoleh minum dari al-haudh ketika telah berada di sisinya, dan justru akan kembali dijauhkan. Hal ini terjadi karena mereka melenceng dari amr Rasulullah SAW setelah mengikuti beliau SAW hingga langkah yang dekat menuju surga.

Hal demikian terjadi akibat bid’ah yang mereka lakukan. Al-haudh adalah telaga yang yang diberikan kepada Rasulullah SAW di surga, merupakan perwujudan mata air pengetahuan kebenaran dalam agama. Orang-orang yang memperoleh minum dari Al-haudh adalah orang-orang yang mencari pemahaman kebenaran melalui apa-apa yang diajarkan Rasulullah SAW dan mengikuti sunnah beliau SAW. Sumber pengetahuan ini bersifat fundamental yang menjadi bahan utama terbentuknya bangunan agama seseorang dalam setiap tahap kehidupan, abadi tidak dapat digantikan atau diubah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinaikkan kepadaku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sesudahmu.’” (HR. Bukhari, no. 7049)

Manakala seseorang yang mengikuti Rasulullah SAW kemudian membuat sebuah landasan baru dalam bangunan agama mereka, maka mereka membuat bid’ah dalam agama. Misalnya manakala suatu pengetahuan tentang Alquran dan sunnah Rasulullah SAW dihukumi berdasarkan ru’ya atau pemahaman manusia, maka seseorang mungkin akan terjatuh dalam perbuatan bid’ah. Menurut amr Rasulullah SAW, ru’ya dan pemahaman manusia-lah yang harus dibangun dan dituntun dengan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, tidak sebaliknya. Bila seseorang melakukan bid’ah, bid’ah itu akan mencegah mereka untuk memperoleh minum dari Al-haudh.

Orang yang berbuat demikian akan hidup dalam suatu fitnah yang menipu diri mereka. Mereka akan melihat keadaan mereka baik, sedangkan Allah sebenarnya menjauhkan mereka dari amr Rasulullah SAW. Mereka akan keluar secara berangsur-angsur dari al-jamaah yang mengikuti Rasulullah SAW. Orang-orang yang bersama mereka mungkin bisa berjalan mencapai surga, dan boleh jadi menjadi penghuninya bila mereka tidak membenarkan bid’ah yang mereka lakukan. Tetapi ini sangat tidak mudah dilakukan dengan natur manusia. Orang-orang yang mengikuti bid’ah akan dihalau dari Al-haudh, dan setiap bid’ah adalah kesesatan yang bertempat di neraka. Dalam beberapa hal, syaitan akan memperoleh suatu fasilitas tertentu melalui orang yang tertimpa fitnah dan menggunakan fasilitas itu untuk menimbulkan fitnah yang lebih besar bagi umat secara lebih luas. Boleh jadi umat kemudian tertimpa suatu adzab yang sangat pedih karena keluar dari amr Rasulullah SAW.

Di sisi lain, tidak boleh suatu kebenaran yang baru dikenal oleh seseorang melalui Alquran dan sunnah nabi kemudian didustakan, dengan landasan pemahaman umum atau dengan suatu ru’ya. Pemahaman baru itu harus dijadikan paradigma pada bidangnya setelah dilakukan pengujian kebenarannya dengan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak lulus uji kebenarannya, maka hendaknya ditunjukkan batas kebenaran dan kesalahan kepada orang yang mempunyai pemahaman keliru tersebut agar ia kembali kepada pikiran yang benar. Hendaknya setiap selipan diperiksa kebenarannya, karena selipan yang berasal dari hawa nafsu dan/atau syaitan sangat berbahaya walaupun terlihat kecil. Kadangkala seseorang bisa membuat suatu paparan persoalan dengan baik tetapi tidak mempunyai integritas dan melenceng. Persoalan cara berpikir seseorang yang melampaui batas kemampuan berpikirnya harus ditunjukkan kepada yang bersangkutan, ditunjukkan batas kebenaran berpikir yang mampu dilakukan olehnya, atau boleh dibiarkan bilamana mereka tidak mau mengetahui keadaan mereka bila tidak membahayakan umat.

Bid’ah terdapat pula dalam bentuk lain selain berkaitan dengan al-haudh, yaitu terkait dengan kiswah yang merupakan sasaran yang harus dicapai dengan mengikuti millah Ibrahim a.s. Kiswah dan al-haudh merupakan dua identitas yang diberikan kepada uswatun hasanah, yaitu Rasulullah SAW dan nabi Ibrahim a.s, dan melencengnya langkah seseorang dari kedua tujuan itu menyebabkan seseorang berbuat bid’ah.

dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
أَلَا وَإِنَّ أَوَّلَ الْخَلَائِقِ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام أَلَا وَإِنَّهُ سَيُجَاءُ بِرِجَالٍ مِنْ أُمَّتِي فَيُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Sesungguhnya makhluk pertama yang diberi pakaian kiswah pada hari kiamat ialah Ibrahim ‘alaihis salam. Ingatlah, bahwa nanti akan ada sekelompok umatku yang dihalau ke sebelah kiri, maka kutanyakan: “Ya Rabbi, mereka adalah sahabatku?”, akan tetapi akan dikatakan : “Kamu tidak tahu akan apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” (HR. Bukhari, no. 6526, 4625, 4626, 4740, 3349; Muslim, no. 2860,)

Kiswah merupakan hadiah yang diberikan kepada orang yang berdzikir dan meninggikan asma Allah di dalam bayt yang telah memperoleh ijin Allah. Bayt ini merupakan sasaran millah Ibrahim a.s. Manakala seseorang atau suatu kaum membuat langkah-langkah baru yang menyelisihi millah Ibrahim a.s yang menyebabkan melencengnya langkah dalam membentuk bayt, berdzikir dan meninggikan asma Allah, maka orang atau kaum tersebut telah membuat bid’ah. Hal itu akan menyebabkan mereka ditimpa fitnah atau akan ditimpa adzab yang pedih.

Orang yang melakukan bid’ah akan terlalai dari batas dirinya. Barangkali ia akan kesulitan menyadari hal itu karena Allah menimpakan fitnah kepadanya. Kerusakan akibat suatu bid’ah akan menimbulkan persoalan di masyarakat. Fitnah akan membuat umat manusia kebingungan dalam mencari kebenaran, dan adzab akan membuat manusia menderita. Kesalahan langkah dalam mengikuti uswatun hasanah akan menimbulkan persoalan yang menyulitkan masyarakat, baik dalam masalah dunia ataupun akhirat. Sebagian umat akan merasa menempuh jalan ke akhirat dengan benar, sedangkan sebenarnya mungkin mereka akan dipisahkan dari Aljamaah, sejauh-jauhnya ketika pelimpahan kiswah dilakukan, atau ketika mereka berada di Al-haudh.

Kesulitan di alam dunia pun akan terjadi, dimana manusia hidup dalam kegelapan di atas kegelapan, sedemikian mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dengan tangan mereka untuk mengatasi masalah duniawi mereka. Kalaupun ada yang mengetahui, mungkin mereka tidak mempunyai jangkauan untuk memberikan penerangan bagi umatnya karena bid’ah yang diikuti masyarakatnya. Yang tidak kalah sulit, timbul keadaan seolah-olah umat mengetahui amal yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah mereka, akan tetapi sebenarnya tidak benar-benar mengerti dan menyentuh akar persoalan. Kadangkala bila ada dua orang yang ingin ishlah, mereka mengalami kesulitan dengan banyaknya orang yang merasa mengerti masalah, sedangkan masalah sebetulnya tidak benar-benar dimengerti.

Ada masalah lain yang ditimbulkan dalam perkara bid’ah. Sebagian pihak menjadikan permasalahan bid’ah sebagai pembangkit kegaduhan di antara umat. Pangkal masalah bid’ah tidak didefinisikan dengan baik dan kemudian banyak hal dijadikan tuduhan bid’ah kepada pihak lain. Ucapan niat, bacaan doa, milad Rasulullah SAW dan sangat banyak hal-hal yang tidak terkait dengan pangkal masalah bid’ah lainnya dijadikan materi tuduhan bid’ah kepada pihak lain. Hal ini menjadikan umat gaduh dan lalai dari menempuh perjalanan mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan millah Ibrahim a.s.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar