Pencarian

Senin, 16 Mei 2022

Dzikrullah dan Kitabullah

Allah menciptakan alam semesta bagi makhluk-makhluk-Nya, agar mereka dapat mengenal Dzat yang menciptakan mereka. Di antara jalan mengenal Allah adalah berusaha menjadikan diri sebagai mitsal bagi cahaya (nuur) Allah, yaitu sebagai laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari dzikir kepada Allah, kemudian mereka membangun bayt untuk meninggikan asma Allah dan mendzikirkan asma-Nya yang diperkenalkan kepadanya. Ubudiyah yang sebenarnya kepada Allah harus disertai dengan amal sosial yang dimulai dari membangun pernikahan, tidak hanya dengan melakukan dzikir lisan saja.

Untuk membina diri sebagai orang yang berdzikir kepada Allah, setiap orang harus belajar dari orang yang mempunyai pengetahuan tentang adz-dzikra. Adz-dzikra bukanlah semata-mata menyebutkan asma-asma agung dengan lisan saja, tetapi yang lebih penting adalah membangun pemahaman terhadap segala sesuatu yang dihadirkan kepada diri sesuai dengan kehendak Allah yang telah disebutkan dalam kitabullah. Kerangka pemahaman inilah yang harus dibangun dengan belajar kepada orang lain yang mempunyai pengetahuan adz-dzikra, yang disebut dengan ahli dzikri.

﴾۳۴﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
﴾۴۴﴿بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
(43)Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai adz-dzikra jika kamu tidak mengetahui, (44) dengan keterangan-keterangan dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu adz-dzikra, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, (QS An-Nahl : 43-44)

Adz-dzikra adalah pemahaman terhadap bagian dari Alquran yang diturunkan Allah kepada seseorang yang dikehendaki. Rasulullah SAW memperoleh seluruh pemahaman yang terkandung dalam Alquran, sedangkan orang selain Rasulullah SAW memperoleh bagian pemahaman tertentu dari Alquran. Pemahaman terhadap bagian Alquran ini merupakan Adz-dzikra yang diturunkan Allah kepada manusia-manusia sepanjang zaman. Ahli dzikir adalah orang yang mempunyai pemahaman terhadap kehidupan mereka sesuai dan berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah. Mereka mengenal para rasul dan apa-apa yang diturunkan kepada mereka dalam batasan yang sesuai dengan jati diri mereka. Para ahli dzikra harus membagikan pengetahuan mereka tentang adz-dzikra kepada orang lain untuk menjadi pelajaran.

Seluruh wahyu yang diturunkan Allah merupakan bagian dari Alquran. Ada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul sebelum Rasulullah SAW. Seluruh kitab-kitab yang diwahyukan kepada para rasul merupakan bagian dari Alquran, tidak ada yang keluar darinya. Seringkali wahyu tersebut menjadi pengantar memahami Alquran, atau penjelas dari ayat Alquran. Segala warisan wahyu yang keluar dari batasan Alquran atau melenceng dari firman yang tercantum dalam Alquran merupakan kepalsuan yang dibuat-buat. Akan tetapi setiap orang harus berhati-hati dalam perkara demikian, karena boleh jadi sebenarnya dirinya-lah yang tidak memahami wahyu tersebut. Seorang ahli dzikri akan dapat memahami keterkaitan wahyu dengan Alquran selama terkait dengan kitab diri ahli dzikir tersebut.

Ketika mencari pemahaman tentang adz-dzikra kepada para ahli dzikir, seseorang harus memperhatikan dan menimbangnya dengan kitab-kitab (az-zubur) dan ayat-ayat kauniyah yang terjadi di lingkungan mereka. Ayat kauniyah itu merupakan al-bayyinat yang digelar Allah bagi mereka. Penjelasan yang dilakukan oleh seorang ahli dzikir harus sesuai dengan dengan keadaan kauniyah dan penjelasan dalam az-zubur. Namun kadangkala keadaan kauniyah tersamarkan oleh waham seseorang atau waham yang direkayasa oleh suatu kaum untuk kepentingan mereka, maka seseorang tidak boleh gegabah menentang pengetahuan ahli dzikir dengan pengetahuannya sendiri. Demikian pula terdapat kepalsuan diselipkan syaitan dalam az-zubur di jaman sekarang. Hanya Alquran yang bisa menjadi timbangan yang tidak berubah. Setiap orang harus memikirkan penjelasan seorang ahli dzikir dengan sungguh-sungguh tentang dzikir yang diajarkannya terkait dengan ayat kauniyah dan az-zubur dengan landasan Alquran.

 

Mengajarkan Dzikir

Allah menurunkan adz-dzikra kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Bilamana seseorang memperoleh adz-dzikra, sebenarnya ada suatu kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu agar ia menerangkan kepada umat manusia tentang apa-apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Ada banyak hal yang turunkan Allah bagi manusia terutama tentang ayat-ayat Allah berupa ayat qauliyah Alquran dan kitab-kitab-Nya, ayat kauniyah yang terjadi pada semesta, dan petunjuk yang diturunkan ke dalam hati manusia. Seorang ahli dzikir mempunyai kewajiban untuk menerangkan adz-dzikra yang diperolehnya bagi umat manusia, walaupun mungkin tidak semua jenis adz-dzikra diturunkan kepada dirinya.

Hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang ahli dzikir adalah perihal penggunaan fikiran oleh umatnya. Seorang ahli dzikir tidak boleh menjadikan umatnya sebagai pengikut dirinya secara taklid, tetapi umat harus dijadikan sebagai kumpulan manusia yang mampu menggunakan pikirannya masing-masing dengan benar untuk memahami ayat-ayat Allah. Orang yang tidak mau atau terlalu lemah untuk menggunakan pikirannya harus dibangkitkan untuk memikirkan adz-dzikra yang disampaikannya, dan orang-orang yang berlebihan menggunakan pikirannya melampaui batas pikirannya yang benar harus diarahkan untuk mengerti batas-batasnya.

Cara paling mudah mengajarkan adz-dzikra kepada umatnya adalah menunjukkan makna-makna Alquran kepada umatnya. Alquran merupakan sarana yang paling mudah yang tersedia bagi seseorang untuk menyampaikan adz-dzikra. Demikian pula sarana yang termudah dan paling benar bagi umat untuk menimbang kebenaran adz-dzikra adalah dengan Alquran. Allah telah menjadikan Alquran sebagai sarana untuk memahamkan umat tentang adz-dzikra.

﴾۷۱﴿وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
Dan sungguh telah Kami mudahkan Al-Quran untuk adz-dzikra, maka apakah termasuk orang yang mengambil pelajaran? (QS Al-Qamar : 17)

Walaupun demikian, tidak semua orang akan mudah untuk benar-benar memahami ayat Allah. Manusia cenderung lebih menyukai cara pandangnya sendiri daripada memikirkan kebenaran adz-dzikra. Sangat sedikit orang yang mempunyai keberanian menembus benteng waham dirinya untuk memahami kebenaran dari Allah. Orang-orang kafir hingga orang-orang yang mempunyai hati, pendengaran dan penglihatan dalam jiwa mereka seringkali mempunyai benteng waham yang tidak mudah untuk ditembus. Allah menanyakan keadaan mereka : maka apakah termasuk orang yang memperoleh pelajaran?

Kadangkala orang yang mempunyai hati, pendengaran dan penglihatan lebih sulit untuk memahami adz-dzikra. Sangat mungkin seseorang mempunyai hati tetapi tidak mau memahami, mempunyai pendengaran tapi tidak mau mendengarkan, dan mempunyai penglihatan tetapi tidak mau melihat. Ibarat orang yang menggunakan virtual reality gogle, mereka melihat realitas dalam kacamata mereka sendiri dan tidak menyadari bahwa realitas yang sebenarnya adalah apa yang terjadi pada alam yang dihadirkan Allah. Dalam hal adz-dzikra, mereka mungkin mempunyai petunjuk sendiri tanpa berusaha menghubungkan petunjuk dengan ayat dalam Alquran secara tepat.

Dalam hal ini, ayat-ayat dalam Alquran itulah yang merupakan realitas sebenarnya yang harus dipahami dengan hati, yang harus didengarkan dengan pendengaran hati, dan harus dilihat dengan mata hati. Semua penglihatan, pendengaran dan pemahaman harus dikalibrasi dengan ayat Alquran, tidak membiarkan lepas tanpa dikendalikan yang dapat menyebabkan kesesatan yang jauh. Kesesatan yang lebih jauh akan terjadi pada orang-orang yang mempunyai hati tetapi tidak berusaha memahami, mempunyai pendengaran tetapi tidak digunakan untuk mendengar dan mempunyai penglihatan tetapi tidak digunakan untuk melihat, lebih jauh daripada orang-orang yang tidak mempunyai hal-hal demikian.

Kerusakan akibat hal semacam ini lebih dahsyat. Seringkali seorang sahabat tidak akan dapat menyadarkan kesesatan sahabatnya, atau bahkan mungkin seseorang bisa merasa lebih benar daripada seorang ulul arham gurunya sekalipun walaupun ia sebenarnya tidak mempunyai landasan Alquran secara tepat. Boleh jadi ia tidak menyadari bahwa Alquran akan mendorongnya menuju neraka dengan sikapnya menjadikan Alquran mengikuti dirinya, tidak menjadikan Alquran sebagai imamnya. Manakala Alquran tidak dapat menyadarkan, maka tidak akan ada lagi yang dapat menyadarkan kesesatan orang yang demikian. Kadangkala seorang ahli dzikir harus berusaha menyampaikan peringatannya dengan cara yang lebih komprehensif dan berulang untuk mengimbangi rumitnya tipuan syaitan yang tidak disadari umat manusia. Kesesatan demikian itu biasanya meninggalkan jejak berupa hal-hal yang terlihat baik akan tetapi menggelincirkan bagi orang-orang yang tidak waspada. Bila tidak menyadarkan seseorang, setidaknya upaya itu dapat mengurangi resiko umatnya tergelincir.

Hendaknya setiap manusia membuka hatinya bagi Alquran tanpa membuka celah dalam hati untuk mengikuti langkah yang bertentangan dengan Alquran. Mungkin seseorang terjebak keadaaan yang sulit untuk menghindari berbuat dosa, tetapi hendaknya hatinya dijaga untuk tidak membenarkan pelanggarannya terhadap Alquran. Sama saja bagi yang keadaannya sebaliknya, mungkin seseorang telah dibuka baginya bagian dari Alquran, maka hendaknya ia menjaga dirinya untuk melangkah mengikuti Alquran, tidak menjadikan Alquran mengikuti pemahaman dirinya. Bila demikian ia akan celaka, karena alih-alih menuntun ke surga, Alquran akan mendorongnya untuk masuk ke dalam neraka. Alquran akan menyediakan baginya dalil untuk pemahamannya, hingga ia akan tersesat jauh dengan pembenaran dari Alquran.

Pada prinsipnya, Alquran akan menunjukkan kepada manusia kepada jalan yang benar bahkan hingga seseorang bisa menjadi keluarga Allah (Ahlullah) kecuali dalam kasus tertentu Alquran mendorong seseorang menuju neraka karena kesalahan penyikapan seseorang terhadap Alquran. Menjadi keluarga Allah adalah kedudukan tertinggi yang dapat dicapai seseorang yang khusus, dan hal itu hanya dapat dicapai dengan Alquran.

Dari Anas bin Mâlik r.a beliau berkata: Rasûlullâh SAW bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ هُمْ؟ قَالَ: هُمْ أَهْلُ الْقُرْآنِ، أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ
Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi ‘ahli’ Allâh”. Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Siapakah mereka?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah ahli al-Qur’an, ahli Allâh dan orang khusus-Nya (HR Ahmad, 3/127; Ibnu Mâjah, 1/78; dan al-Hâkim, 1/743 )

Banyak jenis ahli Alquran, dan tidak semua orang yang bisa memahami Alquran termasuk dalam keluarga Allah. Orang-orang khusus yang memahami Alquran mengikuti Rasulullah SAW-lah yang dapat menjadi Ahli Allah. Tingkatan yang di bawahnya, sebagian orang memperoleh kitab dirinya dari Allah dengan persaksian imam-nya, maka mereka dapat berharap untuk melangkah untuk menjadi orang khusus mengikuti Rasulullah SAW. Kitab diri mereka merupakan bagian dari Alquran yang harus dijadikan pedoman dalam menentukan langkah kehidupannya hingga dapat mengikuti Rasulullah SAW. Bila mereka tidak mempunyai kekuatan untuk melangkah dengan kitab tersebut, mereka akan tertinggal dalam mengikuti Rasulullah SAW.

Pada tingkatan awal, sebagian orang memperoleh pemahaman Alquran agar menjadi penguat bagi nafs mereka. Sebagian di antara mereka berjuang dengan benar hingga memperoleh kitab diri dari Allah dengan persaksian imam-nya. Sebagian di antaranya menjadi kufur mengikuti sepenuhnya nafs mereka tanpa menyadari bahwa ada hawa nafsu yang bisa menjadi pijakan syaitan. Allah sebenarnya telah meletakkan Alquran di dalam dada, tetapi setiap manusia harus menyadari bahwa nafsnya adalah makhluk bodoh yang harus mengikuti bimbingan Allah, tidak menjadikan nafs-nya menjadi tuhan yang diikuti. Semua bacaan dalam jiwanya harus dikoreksi dan dikalibrasi dengan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, karena petunjuk yang sebenarnya adalah petunjuk Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, sedangkan syaitan boleh jadi meniupkan sesuatu ke dalam dadanya melalui hawa nafsu.

Semua kelompok di atas adalah orang-orang yang memahami Alquran, yang baik dalam pandangan manusia. Hanya orang yang terus berjuang untuk mengikuti Rasulullah SAW-lah yang dapat menjadi Ahli Allah. Sebagian dari orang yang memahami Alquran tidak sepenuhnya membawa keselamatan dan bahkan mereka mungkin akan memperoleh azab bila terus dalam keadaan demikian. Setiap orang harus menggunakan akalnya untuk memahami Alquran, tidak mengikuti seseorang tanpa memperhatikan Alquran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar