Pencarian

Jumat, 20 Mei 2022

Bayt sebagai Millah Ibrahim a.s

Allah menciptakan alam semesta bagi makhluk-makhluk-Nya, agar mereka dapat mengenal Dzat yang menciptakan mereka. Di antara jalan mengenal Allah adalah berusaha menjadikan diri sebagai mitsal bagi cahaya (nuur) Allah, yaitu sebagai laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari dzikir kepada Allah, kemudian mereka membangun bayt untuk meninggikan asma Allah dan mendzikirkan asma-Nya yang diperkenalkan kepadanya. Ubudiyah yang sebenarnya kepada Allah harus disertai dengan amal sosial yang dimulai dari membangun pernikahan, tidak hanya dengan melakukan dzikir lisan saja.

﴾۶۳﴿فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
di dalam bayt-bayt yang telah diijinkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, (QS An-Nuur : 36)

Bayt-bayt yang disebut dalam ayat di atas merupakan tahapan dan tujuan yang harus dicapai seseorang dalam mengikuti millah Ibrahim a.s. Setiap orang harus berusaha membangun bayt sebagaimana Ibrahim a.s membangun bayt bersama keluarganya untuk melaksanakan amr Allah bagi umat mereka. Ibrahim a.s dan Siti Hajar r.a dan Ismail a.s membangun bayt Al-haram setelah mereka berhijrah ke tanah haram makkah, sedangkan Ibrahim a.s dan Siti Sarah r.a membangun bayt alquds di tanah yang dijanjikan bagi mereka. Itu adalah kedua bayt yang menjadi tujuan millah Ibrahim a.s, sedangkan bayt-bayt harus dibina oleh masing-masing orang sebagaimana Ibrahim a.s dan keluarganya membangun bayt. setiap orang harus berusaha membangun bayt sebagai wahana untuk melaksanakan amr Allah yang menjadi amanah bagi mereka.

Bayt merupakan wahana ketakwaan yang terwujud dari berkumpulnya suatu nafs wahidah bersama bagian-bagiannya berupa pasangan-pasangannya dan anak-anaknya di dalam jalinan al-arham. Al-arham menjadikan keluarga yang demikian memperoleh kesatuan dengan Al-jamaah, yang menghubungkan mereka dalam keimaman Rasulullah SAW. Setiap orang harus berusaha untuk membina kesatuan bersama keluarganya dalam ketakwaan sehingga terbentuk wahana ketakwaan berupa bayt yang diijinkan Allah untuk mendzikirkan asma Allah dan meninggikan asma tersebut. Tanpa terbentuknya wahana tersebut, seseorang akan sulit untuk mencapai kedudukan sebagai mitsal bagi cahaya Allah.

Dengan amr Allah yang ditunaikan oleh seseorang melalui bayt mereka, maka seseorang akan memperoleh kiswah di hari akhirat. Pada hari kiamat kelak, orang pertama yang diberi pakaian kiswah adalah nabi Ibrahim a.s. Hal ini terkait dengan status uswatun hasanah nabi Ibrahim a.s dengan terbentuknya bayt yang diijinkan Allah untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Kiswah akan diberikan sebagai identitas mereka dalam pandangan Allah. Para ahli bayt yang memberikan dedikasi bagi pelaksanaan amr Allah yang diturunkan kepada kepala keluarga mereka akan memperoleh kiswah sebagai identitas yang serupa bagi amr Allah yang mereka tunaikan. Seorang isteri akan menerima kiswah dari suaminya sebagai identitas bagian dari diri suaminya.

dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
أَلَا وَإِنَّ أَوَّلَ الْخَلَائِقِ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام أَلَا وَإِنَّهُ سَيُجَاءُ بِرِجَالٍ مِنْ أُمَّتِي فَيُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Sesungguhnya makhluk pertama yang diberi pakaian kiswah pada hari kiamat ialah Ibrahim ‘alaihis salam. Ingatlah, bahwa nanti akan ada sekelompok umatku yang dihalau ke sebelah kiri, maka kutanyakan: “Ya Rabbi, mereka adalah sahabatku?”, akan tetapi akan dikatakan : “Kamu tidak tahu akan apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” (HR. Bukhari, no. 6526, 4625, 4626, 4740, 3349; Muslim, no. 2860,)

Kiswah merupakan pakaian yang diberikan sebagai identitas tertentu dari entitas yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Sifat kiswah sedikit berbeda dengan pakaian libas yang lebih berfungsi menutup aurat. Dalam rumah tangga, kedua aspek keberpakaian manusia dibangun. Suami dan isteri merupakan dua manusia yang masing-masing menjadi pakaian yang saling menutup aurat yang lain. Bila keduanya berjalan kepada Allah melalui pernikahan mereka, seorang suami akan menemukan kiswah ketakwaannya, dan isteri akan memperoleh kiswah dari suaminya sebagai identitas yang diturunkan oleh suaminya. Ibrahim a.s akan menjadi makhluk pertama yang memperoleh kiswah di akhirat kelak sebagai identitas uswatun hasanah beliau dalam masalah bayt.

Nafs wahidah merupakan nafs yang mengerti kesatuan mereka bersama nafs yang lain dalam urusan Allah. Tanda dari pemahaman itu adalah kesaksian mereka bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah. Mereka mengetahui bahwa semua amr Allah yang diturunkan kepada setiap manusia merupakan bagian dari amr Rasulullah SAW, satu orang mengambil dan/atau berbagi amr dengan sahabatnya, sebagaimana seorang isteri menjadi bagian dari suaminya dan berbagi urusan dengan isterinya yang lain. Pernikahan menjadi bagian penting dari agama. Pintu untuk mengenal Rasulullah SAW adalah mengikuti Ibrahim a.s membangun bayt. Ibrahim a.s merupakan wajah turunan paling dekat dari Rasulullah SAW yang lebih mudah dipahami oleh manusia. Kelak beliau a.s menjadi makhluk pertama yang memperoleh kiswah.

Perkara Bid’ah terhadap Millah Ibrahim a.s

Dalam masalah kiswah, akan ada pengikut-pengikut Rasulullah SAW yang membuat-buat perkara baru sehingga kelak mereka akan disingkirkan dari kelompok yang diberi kiswah. Mereka membuat-buat bid’ah yang menyesatkan manusia. Perkara terkait kiswah, dan terkait haudh Rasulullah SAW, merupakan pangkal adanya perbuatan-perbuatan yang dikategorikan Rasulullah SAW sebagai bid’ah. Muslimin hendaknya tidak menggaduhkan suatu masalah sebagai bid’ah tanpa mengetahui keterkaitan masalah itu dengan haudh Rasulullah SAW dan kiswah Ibrahim a.s. Sebagian kaum muslimin mengobarkan tuduhan-tuduhan bid’ah kepada kaum yang lain tanpa mengetahui kaitannya dengan akar masalah bid’ah. Sama saja orang-orang yang menggaduhkan segala ekspresi transendental orang lain dan orang-orang yang menggaduhkan teknologi modern sebagai bid’ah, yaitu keduanya tidak mengerti akar masalah bid’ah. Masalah bid’ah ini akan dimengerti oleh orang-orang yang benar-benar mengikuti millah Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sesudahmu.’” (HR. Bukhari, no. 7049)

Tentu sangat disayangkan manakala seseorang berbuat bid’ah. Mereka seharusnya memperoleh kedudukan terhormat, akan tetapi karena kurang bertakwa maka mereka membuat atau menempuh jalan melenceng dari millah Ibrahim a.s. Hal ini menyebabkan mereka dihalau dari kumpulan orang yang akan memperoleh kiswah di akhirat. Rasulullah SAW sangat menyayangkan terjadinya hal demikian pada orang-orang yang berusaha mengikuti beliau tetapi kemudian melenceng dari millah Ibrahim a.s.

Akan tetapi pada akhirnya beliau SAW bersepakat agar mereka dihalau dari jamaah tersebut. Hal ini dapat diketahui dari hadits lain yang lebih lengkap. Tentu saja Rasulullah SAW berpendapat selaras tidak berbeda atau bertentangan dengan firman Rabbul ‘alamiin, akan tetapi hal itu menggambarkan keadaan persoalan bid’ah sebagai suatu masalah yang sangat tersamar sedemikian hingga Rasulullah SAW digambarkan seolah tidak mengetahui bahwa perkara itu terjadi pada umatnya. Hendaknya umat tidak menjadikan masalah bid’ah sebagai bahan perbantahan di kalangan umum, tanpa membatasi setiap orang untuk harus bersikap waspada terhadap masalah bid’ah.

Millah mengikuti Ibrahim a.s adalah millah yang lurus, dan sangat banyak kerusakan dapat ditimbulkan bila seseorang menempuh millah yang melenceng. Syaitan menimbulkan fitnah yang paling besar bagi umat manusia melalui urusan pernikahan, dan hal ini terkait dengan millah Ibrahim a.s. Melencengnya seseorang dari millah Ibrahim a.s tidak dapat dipandang ringan sama sekali. Dunia akan berantakan dan di akhirat akan terjerumus ke neraka bila seseorang menempuh jalan yang melenceng dari millah Ibrahim a.s. Satu atau beberapa kelompok yang melenceng akan menyebabkan kerusakan yang besar bagi keseluruhan karena syaitan menggunakannya untuk menimbulka fitnah.

Bayt sesuai millah Ibrahim a.s mempersyaratkan setiap ahli bayt untuk terikat pada amanah yang dituliskan dalam nafs wahidah imam mereka. Ikatan itu harus terjadi dalam jiwa dan raga mereka, karena harus membentuk ikatan al-arham dengan landasan ketakwaan. Bentuk bayt yang melenceng dari ketentuan demikian merupakan indikasi melencengnya arah kehidupan seseorang dalam mengikuti millah Ibrahim a.s. Gambaran melencengnya seseorang dalam membentuk bayt dapat dilihat pada kasus seorang perempuan yang jiwanya terikat pada laki-laki lain, mereka tidak akan dapat membentuk bayt, sekalipun berlandaskan ghirah untuk berjuang bagi agama. Hal demikian melenceng dari millah Ibrahim a.s karena mengikuti tipuan syaitan yang membiarkan seseorang bersama imamnya tetapi hatinya terikat pada yang lain. Berjihad untuk agama dengan jalan demikian itu menjadi contoh perbuatan dalam kategori bid’ah.

Banyak hal lain harus diperhatikan dalam pernikahan. Asas pernikahan adalah mengumpulkan yang terserak dalam penciptaan manusia, yaitu pasangan jiwa dan hal lain yang menjadi turunannya. Setiap orang harus berusaha memperoleh pasangan dari pasangan jiwanya karena itu menjadi bagian agama yang dapat diperoleh dalam kehidupan dunia. Mungkin seseorang keliru dalam memilih pasangan tanpa disertai pengetahuan. Cukuplah baginya bagian agama yang bisa ditempuhnya berdasarkan pernikahan yang telah dilakukan, tidak mengharapkan agama dengan pernikahan yang lain dengan melanggar ketetapan dalam Alquran dan sunnah Nabi. Tidak ada alasan bagi seseorang yang telah menikah untuk mempermasalahkan pernikahan mereka, alih-alih akan memperbaiki agama, mungkin mereka akan tersesat.

Seringkali ditemukan adanya satu nafs wahidah yang dicipta menjadi beberapa entitas lebih dari satu pasang. Hal ini merupakan media bagi setiap pihak di dalamnya untuk menempuh jalan yang ditentukan Allah. Seorang laki-laki harus membangun keberanian dan keterampilan untuk mengarahkan beberapa rumah tangga dirinya, dan para isteri harus berusaha belajar melihat keluarganya yang lain sebagai bagian dirinya pada bagian lain. Mereka seharusnya memperoleh pijakan yang lebih kokoh untuk melaksanakan amr Allah dengan ta’addud yang mereka lakukan. Hal ini tidak mudah untuk ditempuh, tetapi setiap orang yang mengetahui hendaknya menyadari bahwa itu adalah jalan yang ditentukan Allah bagi mereka untuk membentuk bayt, dan untuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Ibrahim a.s membentuk bayt setelah kedua orang pasangannya menjadi isterinya.

Membangun bayt hanya dapat dilakukan setelah seseorang berada pada tanah haramnya, atau tanah yang dijanjikan baginya. Tanah haram ini adalah gambaran keadaan di mana seorang laki-laki mengetahui nafs wahidah dirinya, dan pasangan-pasangannya. Tibanya seseorang pada tanah haramnya merupakan suatu keadaan kritis yang harus disikapi dengan penuh kehati-hatian. Tanduk syaitan akan terbit pada saat matahari terbit dan pada saat matahari tenggelam. Demikianlah keadaan seseorang yang baru tiba di tanah haram. Seseorang mungkin akan terjatuh pada perbuatan bid’ah manakala bersikap tidak hati-hati ketika tiba di tanah haram atau tanah yang dijanjikan baginya. Bid’ah itu akan menyebabkan tercampurbaurnya kebenaran dengan hal yang bathil, hingga menimbulkan keadaan yang sulit bagi umat manusia yang kebanyakan akalnya tidak cukup untuk menyadari kebathilan yang tercampur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar