Pencarian

Kamis, 07 Oktober 2021

Takwa dalam Mengikuti Rasul

Untuk menemukan washilah kepada Rasulullah SAW, setiap orang harus mempelajari ayat-ayat Allah. Memahami ayat Allah menjadi syarat utama bagi setiap orang untuk dapat mengikuti Rasulullah SAW dengan benar. Tidak ada orang yang benar dalam mengikuti Rasulullah SAW tanpa memahami ayat-ayat-Nya, dan tidak ada yang dapat memperoleh washilah hingga kepada beliau SAW tanpa memahami ayat-ayat Allah. Hanya orang yang memahami ayat-ayat-Nya dengan benar yang dapat mengikuti Rasulullah SAW dan memperoleh washilah beliau SAW.

Ayat-ayat Allah digelar dalam beberapa wujud, dan masing-masing saling berhubungan. Alquran adalah ayat qauliyah yang berwujud firman, sedangkan ayat kauniyah digelar Allah bagi makhluk dalam wujud alam semesta beserta seluruh proses yang terjadi. Setiap manusia diciptakan di atas dasar sebuah kitab diri, kitab yang merupakan bagian dari Alquran yang harus dipahami oleh setiap orang. Seluruh kitab-kitab itu adalah ayat-ayat Allah yang tidak ada perselisihan antara satu dengan yang lainnya.

Allah mengutus kepada umat manusia rasul-rasul dari kalangan mereka sendiri untuk membacakan ayat-ayat Allah kepada mereka. Pengutusan itu merupakan rahmat bagi umat manusia, agar manusia dapat mengerti tentang ayat-ayat Allah. Apa yang diajarkan oleh rasul bagi umatnya adalah ayat-ayat Allah dalam setiap bentuknya, sehingga seseorang dapat mengerti keterkaitan antara ayat alquran dengan ayat kauniyah pada semesta mereka, juga keterkaitan dengan ayat dalam kitab dirinya.

﴾۵۳﴿يَا بَنِي آدَمَ إِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ رُسُلٌ مِّنكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي فَمَنِ اتَّقَىٰ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul dari kalangan kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan ishlah, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al-A’raaf : 35)

Allah telah mengutus kepada setiap umat rasul-rasul dari kalangan mereka sendiri. Sebagian dari rasul diceritakan kepada manusia dalam kitabullah, dan sebagian tidak diceritakan. Para rasul yang diceritakan dalam kitabullah Alquran menjadi kisah dan tauladan bagi umat manusia di setiap jaman dan tempat, tidak terbatas pada umat mereka saja, sedangkan para rasul yang tidak diceritakan adalah orang-orang yang diberi amanah dan tugas untuk membacakan ayat-ayat Allah kepada umat mereka saja.

Setiap orang yang diberi tugas untuk membacakan ayat Allah kepada manusia sebenarnya termasuk dalam kategori orang yang memperoleh tugas kerasulan. Hal ini perlu disadari oleh orang-orang yang berusaha mencari jalan washilah, sehingga ia tidak mengabaikan ketika petunjuk menuju jalan dibukakan Allah. Rasulullah SAW adalah khatamun nabiyyin, sedangkan para ulama yang bertugas membacakan ayat Allah kepada manusia sebenarnya menjadi bagian dari kerasulan beliau SAW.

Dalam hal ini, ulama yang memperoleh tugas membacakan ayat Allah adalah ulama yang dapat membacakan seluruh ayat dalam berbagai wujudnya secara terintegrasi, baik ayat qauliyah, ayat kauniyah dan ayat dalam kitab diri seseorang. Kadangkala seseorang berusaha membaca ayat-ayat Allah dengan kebebasan hawa nafsu mereka, sedangkan mereka tidak mengetahui isi kitabullah kecuali hanya menduga-duga. Ulama yang tidak dapat memahami integritas ayat-ayat Allah tidak termasuk dalam kategori orang yang mengemban tugas kerasulan. Ulama yang dapat membacakan ayat-ayat itu tetapi tidak ditugaskan Allah untuk hal itu tidak termasuk dalam kategori yang memperoleh tugas kerasulan. Ulama yang memperoleh tugas bagian dari kerasulan akan mengerti integralitas ayat-ayat Allah baik qauliyah maupun kauniyah, dan seringkali Allah mengijinkan dan membukakan kepadanya kitab diri seseorang yang hadir mencari pengetahuan dari dirinya.

Ketika seseorang menemukan seseorang yang dapat membacakan ayat-ayat Allah, ia harus membangun ketakwaan dan berbuat sesuai dengan ayat-ayat Allah yang dimengerti dan diajarkan. Ketakwaan bisa dikatakan sebagai upaya membangun entitas jiwa dan raga agar tumbuh sesuai dengan kehendak Allah atas dirinya. Ada sifat-sifat mulia Allah yang harus ditumbuhkan setiap manusia di dalam dirinya. Parameter ketakwaan antara lain adalah tumbuhnya pohon thayyibah untuk memahami cahaya Allah. Dengan tumbuhnya ketakwaan, maka Allah akan mengajari seseorang, sedangkan tanpa ketakwaan tidak ada bagian diri manusia untuk memahami apa yang Allah ajarkan.

Ketakwaan merupakan bekal yang paling esensial dalam diri setiap manusia. Seseorang yang bertemu dengan seorang rasul harus membangun ketakwaan agar ia dapat memahami ayat-ayat Allah bagi dirinya dengan benar, tidak hanya membangun ketergantungan kepada rasul yang mengajarinya. Rasul yang benar akan membina muridnya menuju ketakwaan, tidak menjadikan mereka bergantung kepada dirinya. Namun upaya ini harus diperhatikan dengan baik dan hati-hati, karena banyak tipuan yang dihadapi oleh seseorang yang mencari ilmu, baik hawa nafsu maupun syaitan ataupun tumpang tindih upaya syaitan berdasarkan hawa nafsu.

Berdasarkan ketakwaan yang terbangun, seseorang harus berusaha untuk mewujudkan amal-amal shalih. Amal-amal shalih mereka akan mengalirkan kebaikan dari sisi Allah menuju objek-objek yang membutuhkan amal shalih mereka. Pada puncaknya, seseorang akan melihat bahwa Allah telah menetapkan bagi dirinya amal-amal yang harus dilaksanakan di dunia, tertulis dalam kitab dirinya. Itu adalah amal shalih yang sebenarnya.

 

Ahli Neraka dan Pendustaan Ayat Allah

Sebagian orang mendustakan ayat-ayat Allah. Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri terhadapnya adalah ahli neraka. Mereka akan menjadi penghuni tetap neraka tidak akan berpindah ke surga, bukan orang-orang yang terpaksa singgah di neraka. Mereka itulah yang dikatakan sebagai ashabu an-naar. Hal ini terutama terkait dengan pendustaan pembacaan ayat Allah oleh seorang rasul, tetapi setiap pendustaan terhadap ayat-ayat Allah merupakan barometer kedudukan seseorang di akhirat kelak. Pendustaan terhadap Alquran sama saja dengan mendustakan Rasulullah SAW.

Perbuatan ini sebenarnya merupakan indikasi kerusakan yang sangat parah pada jiwa seseorang. Fenomena pendustaan semacam ini menunjukkan bahwa jiwa seseorang telah kehilangan rasa terhadap kebenaran dalam ayat-ayat Allah. Kerusakan ini berkelindan dengan kesombongan yang tumbuh membuat jiwa mengalami kerusakan yang sangat parah, hingga Allah mengganjar kerusakan itu dengan menjadikannya penghuni tetap neraka.

Tidak semua orang yang tidak menerima kebenaran termasuk dalam golongan ini. Kadangkala seseorang masih perlu berpikir dalam menerima kebenaran. Barangkali Allah tidak menempatkannya dalam neraka selamanya karena dosanya itu, dan boleh jadi suatu saat yang dekat ia akan berubah menerima ayat-ayat Allah. Golongan pendusta dan sombong ini menunjukkan gejala secara bersamaan, yaitu mendustakan ayat Allah, dan menganggap remeh orang yang menyampaikannya. Kadang kesombongan ini ditunjukkan dengan menganggap orang yang menyampaikan ayat-ayat Allah sebagai orang gila, atau orang yang terobsesi, atau hanya mengikuti syaitan, baik anggapan itu tersampaikan atau tidak tersampaikan.

﴾۶۳﴿وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا أُولٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-A’raaf : 36)

Banyak sebab yang menjadikan seseorang bersikap mendustakan ayat-ayat Allah dan menyombongkan diri terhadap ayat-ayat tersebut. Memperturutkan keinginan terhadap hal-hal duniawi dan mempertuhankan hawa nafsu merupakan penyebab awal yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan rasa terhadap kebenaran. Jiwanya akan menjadi tidak mampu berpikir secara komprehensif tentang dirinya dan alam semesta, dan bersikap pragmatis hanya mencari materi yang menguntungkan aspek jasmaniah saja. Dalam perjalanan, sikap demikian dapat berkelindan dengan tumbuhnya sifat sombong.

Selain itu, bentukan jiwa seseorang dapat mengarah pada jalan yang keliru. Syaitan dapat menipu hingga kehidupan seseorang mengarah pada jalan yang salah. Dalam hal ini, kesombongan akan tumbuh pada jiwanya. Seseorang memandang indah apa-apa yang dilakukannya padahal perbuatannya sangat merusak. Orang yang tidak berpegang teguh pada Alquran dan sunnah Rasulullah SAW dapat tertipu mengikuti suatu waham kebenaran dan mendustakan ayat-ayat Allah yang sebenarnya dengan sikap penuh kesombongan. Seorang perempuan dapat tertipu menganggap salah dan buruk segala sesuatu dalam diri suaminya dan memilih mengikuti laki-laki selain suaminya dengan kesombongan. Hal itu merupakan contoh bentuk-bentuk kesombongan yang dapat menjadikan seseorang mendustakan kebenaran. Pada dasarnya mereka mengikuti syaitan dalam tipuan-tipuannya. Mereka bisa menjadi ahli neraka yang tidak akan keluar dari neraka itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar