Pencarian

Selasa, 26 Januari 2021

Menumbuhkan Akal Berdasarkan Sikap Hanif

Untuk memperoleh shirat al-mustaqim, setiap orang harus mempunyai sebuah sikap dasar yang telah dicontohkan oleh Ibrahim a.s semenjak muda. Beliau bersikap hanif dalam mencari kebenaran, tidak terpaku pada sebuah pemikiran sendiri ataupun dogma dan doktrin lain yang diajarkan kepada dirinya, tetapi selalu berusaha memikirkan segala sesuatu dalam sudut pandang yang lebih baik dan lebih baik lagi. Beliau menolak bersembah kepada patung-patung, dan berusaha mencari tuhan yang sebenarnya hingga Allah memperkenalkan diri-Nya kepadanya. Beliau tidak berhenti pada satu konsep tuhan atau kebenaran yang ada dalam pikirannya sendiri. 

ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ١٢٣ 
Kemudian Kami wahyukan kepadamu : "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.  QS An-Nahl : 123) 

Menurut bahasa, istilah hanif berasal dari kata kerja hanafa yang mempunyai arti condong atau cenderung. Hanif diartikan setiap orang yang mengikuti millah Nabi Ibrahim yang selalu condong pada kebenaran, selalu berusaha mengikuti kebenaran yang lebih baik. 

Sikap tersebut kemudian diperintahkan untuk diikuti oleh segenap manusia. Allah SWT mewahyukan kepada rasulullah SAW agar mengikuti millah Ibrahim a.s yaitu sikap hanif. Sekalipun Ibrahim pernah mempertuhankan bintang, bulan dan matahari dalam hidupnya, hal itu tidak menunjukkan bahwa beliau termasuk orang-orang yang musyrik. Ibrahim bukanlah termasuk dalam golongan orang-orang musyrik. 

 

Sikap Hanif Sebagai Pokok Pertumbuhan Akal

Sikap hanif merupakan pangkal pertumbuhan akal. Tanpa sikap hanif, tidak akan tumbuh akal pada diri seseorang sehingga sangat mungkin orang tersebut terjebak dalam penyembahan kepada thaghut. hal ini kadangkala terjadi pada masyarakat yang taat pada ajaran agama. Kitab suci, orang-orang suci dan segala hal yang membawa cahaya Allah harus disikapi sebagai sebuah media untuk mengenal kehendak Allah melalui akal, jangan sampai menjadi thaghut yang membawa manusia dari cahaya menuju kegelapan. Bila terjebak dalam thaghut, segala ayat/tanda dari Allah yang dihadirkan dalam ruang kehidupannya tidak akan dapat dirasakan atau dimengerti, atau bahkan malah dijadikan bahan olok-olokan yang akan memberatkan kehidupannya. Hal itu sebenarnya mencerminkan keadaan dirinya sendiri yang patut menjadi olok-olokan karena kelemahan akalnya.

Kadang-kadang suatu kaum bersikap berlebihan terhadap pembawa cahaya Allah sehingga terbentuk penyembahan kepada selain Allah. Timbul sikap berlebihan terhadap suatu hal yang mereka ikuti dengan membuang akal mereka dalam mengikuti sumber kebenaran. Misalnya ketika mengikuti seorang panutan, kadang-kadang seseorang terjerumus meniadakan makna-makna dzahir yang ditunjukkan ayat-ayat muhkamat dalam Alquran. Hal itu merupakan suatu sikap berlebihan dalam mengikuti seseorang. Seringkali hal ini tidak terjadi secara jelas dalam bentuk mendustakan alquran, tetapi terlihat dari sikap menganggap pendapat yang benar berdasar alquran sebagai pemikiran hawa nafsu, mendustakan, tidak mau menerima atau sikap tidak ada keberanian membenarkan sebuah pendapat yang jelas bersesuaian dengan makna dzahir Al-quran tanpa ada celah penyangkalan terhadap pendapat itu. Suatu paradoks tidak dinilai sebagai sebuah kebenaran, tetapi dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang harus dikoreksi seseuai keinginan mereka. Hal ini merupakan indikasi kelemahan akal yang menunjukkan kurangnya sikap hanif.

Sikap semacam ini semisal dengan seorang perempuan yang kehilangan jiwanya karena mengikuti laki-laki selain suaminya. Seorang istri merupakan pendamping suaminya dalam keshalihan dan kesesatannya dengan memahami kehendak Allah bagi dirinya melalui suaminya, sebagaimana Asiyah r.a menjadi istri bagi Fir’aun. Suami adalah jalan bagi seorang perempuan untuk memahami kehendak Allah bagi dirinya. Tidak seluruh kebenaran ada pada diri suaminya, atau justru suaminya lebih banyak melakukan kesalahan, tetapi seorang istri harus berusaha mendapatkan kebenaran dan memahami kebenaran yang ditunjukkan Allah melalui suaminya dengan akalnya. Ketika seorang perempuan lebih menyukai untuk memahami laki-laki selain suaminya, sebenarnya dirinya telah kehilangan akalnya. Karena hal itu, perempuan itu akan menjadi buruk dalam pandangan suaminya, sedangkan surga atau neraka seorang perempuan itu tergantung pada pandangan suaminya.

Demikian pula ketika seseorang menghilangkan akalnya dalam memahami ayat-ayat Allah, dirinya seperti perempuan keji di mata suaminya. Ketika Alquran dibacakan oleh selain panutannya, dirinya menganggap bacaan itu hanya berasal dari hawa nafsu, mendustakan, merendahkan atau tidak mau menerima kebenaran berdasarkan alquran karena dibacakan bukan oleh panutannya, seperti seorang perempuan yang kehilangan akalnya sehingga merendahkan atau bahkan menolak kebenaran yang diajarkan oleh suaminya karena jiwanya tersandera oleh laki-laki lain. Bahkan orang itu akan cenderung menyalahkan kebenaran sebagaimana perempuan keji cenderung menyalahkan segala hal yang berasal dari suaminya. Bukan pendapat benar itu yang berasal dari hawa nafsu, sebaliknya penilaian salah terhadap kebenaran itulah yang muncul dari hawa nafsu.

 

Alquran Sebagai Panduan Menumbuhkan Akal

Setiap orang harus menumbuhkan akalnya dengan bersikap hanif. Setelah diutusnya rasulullah SAW, sikap hanif itu tidaklah dengan bersembah kepada bintang, bulan dan matahari, tetapi hanif adalah meniti pemahaman Alquran dengan mengikuti semua perkataan yang paling baik berdasarkan alquran dan sunnah rasulullah SAW. Setiap perkataan selalu terlahir dari sudut pandang dan tingkat pengetahuan tertentu yang mungkin berbeda antara satu orang dengan yang lain, akan tetapi tidak ada perkataan benar yang bertentangan dengan Alquran dan sunnah rasulullah SAW. Penjelasan rasulullah SAW adalah penjelas Alquran yang tidak berselisih sedikitpun, sedangkan penjelasan para ulama adalah penjelasan-penjelasan turunan yang mungkin benar dan mungkin saja ada kesalahan.

Setiap orang harus dapat menggunakan akalnya untuk menemukan kebenaran alquran, baik melalui kebenaran ataupun kesalahan yang sampai kepada dirinya. Setiap orang harus bersikap hanif dengan menumbuhkan akalnya untuk mengerti ayat Allah bagi dirinya, hingga diketahuinya bahwa perkataan yang paling fasih dan paling benar adalah bunyi dan gambar ayat alquran, tidak ada satupun perkataan yang menyamai apalagi melebihinya. Tidak ada satupun perkataan makhluk yang dapat menyamai alquran, bila akal seseorang tumbuh sempurna. 

 

﴾۱۷﴿قُلْ أَنَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُنَا وَلَا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَىٰ أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الْأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di bumi; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada petunjuk (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam, (QS Al-An’aam : 71)

Tanpa menggunakan akal, seseorang akan mudah terbingungkan oleh kehidupan dunia. Banyak sahabat-sahabat yang menyeru kepada pemahaman dan petunjuk yang mereka pahami. Di antara seruan-seruan itu, sebagian merupakan upaya yang dibuat oleh syaitan untuk menyesatkan manusia dalam perjalanan yang menakutkan, atau membingungkan seseorang dalam berbagai pilihan yang tidak bersesuaian dengan petunjuk Allah. Hendaknya seseorang menumbuhkan akalnya untuk mampu mengenali bahwa petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya, bukan perkataan manusia-manusia yang menyerunya untuk mengikuti petunjuk-petunjuk mereka. 

Ayat-ayat muhkamat dalam Alquran adalah pondasi bangunan agama seseorang. Bila ada perkataan menyalahi ayat-ayat muhkamat dalam alquran, maka perkataan tersebut bathil. Dalam beberapa hal, terjadi nasakh dan mansukh serta penggantian tempat satu ayat dengan ayat yang lain. Ketentuan ini harus dimengerti untuk menetapkan hukum dalam beberapa kasus khusus. Namun secara umum, bila seseorang mendustakan ayat-ayat muhkamat, maka tidak ada bangunan agama yang akan terbangun. Konsep kebenaran yang dimiliki bakal ringkih, mudah terbingungkan oleh ulah syaitan. Ayat-ayat alquran itulah petunjuk Allah yang sebenarnya. Tidak boleh ada perselisihan atau pertentangan perkataan seseorang dengan ayat-ayat alquran yang muhkamat, karena hal itu akan memporak-porandakan bangunan agama yang dibangunnya. 

Dalam perjalanan seseorang, jiwa manusia akan tumbuh berkembang. Hal ini akan membuka pemahaman yang lebih luas terhadap ayat-ayat Allah baik yang berwujud ayat kauniyah di alam semesta ataupun ayat qauliyah berwujud kitabullah. Tanpa adanya pondasi pemahaman terhadap ayat-ayat alquran, perjalanan ini merupakan perjalanan yang sangat menakutkan. Akan muncul petunjuk-petunjuk dalam wujud yang tidak dapat dibaca hanya dengan indera lahiriah saja. Banyak petunjuk-petunjuk yang benar ke dalam hati seseorang, dan banyak pula tipuan yang bisa dimunculkan oleh syaitan. Daya sesat tipuan syaitan dalam kasus demikian sangatlah besar. Tanpa pondasi pemahaman terhadap alquran atau bimbingan seorang mursyid, perjalanan demikian sangat berbahaya. Seseorang harus membangun dan menemukan pijakan yang benar untuk menentukan petunjuk mana yang merupakan petunjuk yang sebenarnya, dan hal itu hanya berasal dari alquran dan sunnah rasulullah SAW. 

Membuang perkataan yang bersesuaian dengan Alquran akan membuat seseorang terdampar dalam perjalanan yang sangat menakutkan, dan syaitan akan membangkitkan petunjuk-petunjuk yang membingungkan. Orang itu akan terbingungkan dengan petunjuk-petunjuk baik kepada dirinya sendiri ataupun petunjuk-petunjuk orang lain. Untuk mengatasi kebingungan itu, setiap orang harus kembali kepada pemahaman terhadap petunjuk Allah yang sebenarnya, dan petunjuk yang paling kuat adalah petunjuk alquran tidak ada yang setara dengan hal itu. Kalaupun perkataan yang benar berdasarkan alquran yang sampai kepada dirinya hanya berasal dari hawa nafsu, seseorang harus berusaha menemukan maknanya yang lebih tepat tidak hanya merendahkan perkataan itu dan membuangnya ke belakang punggung mereka, kecuali perkataan itu jelas hanya sebuah teori yang dipelintir dari ayat alquran. Dalam tingkatan tertentu, makna dalam ayat alquran tidak dapat disentuh melainkan oleh hati yang dibersihkan Allah. Membuang perkataan dari alquran yang keluar dari hati yang dibersihkan sama saja artinya dengan membuang petunjuk Allah ke belakang punggung. 

Hal itu merupakan indikasi adanya penyembahan kepada selain Allah. Boleh jadi mereka bersembah kepada zat yang tidak memberikan manfaat kepada mereka dan tidak pula bisa menimbulkan madlarat, sedangkan mereka telah membuang ke belakang punggung mereka petunjuk yang telah diturunkan Allah kepada mereka. Ini merupakan benih tumbuhnya penyembahan kepada thaghut walaupun penyembahan itu berwujud penyembahan kepada entitas-entitas pembawa cahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar