Pencarian

Kamis, 07 November 2019

Menemukan Rezeki dalam Pernikahan


Menikah akan mendatangkan rezeki. Seorang laki-laki atau perempuan hendaknya tidak menunggu memiliki kekayaan yang banyak untuk menikah, atau merasa ragu untuk menikah ketika sedang tidak memiliki harta yang banyak. Allah akan memberikan suatu jalan rezeki kepada orang-orang yang menikah bila terbentuk suatu ikatan tertentu di antara mereka. Ikatan tersebut adalah at-thayyibaat. 

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ

QS An-Nahl : 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jiwa-jiwa kalian sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi kalian rezeki dari yang baik-baik (atthayyibaat). Maka apakah mereka beriman terhadap yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah?"

Ath-thayyibaat dalam ayat tersebut menunjuk pada suatu bentuk hubungan yang tumbuh di antara seorang suami dengan istrinya. Ikatan suami istri akan membuat seorang laki-laki terhubung secara bathin terhadap istrinya sebagaimana suatu pohon terhubung dengan ladang tempat tumbuhnya. Ada hakikat-hakikat kebenaran yang terkandung dalam diri seorang istri yang dapat diperoleh oleh suaminya. Dengan pernikahan, seorang laki-laki akan tumbuh bagaikan pohon. Seorang istri adalah bagian dari diri suaminya, dan suami merupakan asal penciptaan dari seorang istri. 

Mengusahakan Jalan Rezeki


Untuk memperoleh jalan rezeki itu, harus terbentuk hubungan yang baik di antara suami istri, ibarat perakaran harus terbentuk oleh pohon pada sebuah ladang. Sebagai langkah awal, masing-masing harus berusaha memilih dan mengenali dengan sebaik-baiknya calon pasangan menikahnya. Pohon dengan ladang harus bersesuaian. Setiap perempuan diciptakan dari nafs laki-laki tertentu, yang diberi amanat tertentu diantara jamaah manusia. Hendaknya laki-laki dan perempuan berusaha menemukan pasangan jiwanya, atau berusaha menemukan setidaknya yang urusannya mendekati pasangan jiwanya. Langkah berikutnya, seorang suami harus berusaha meningkatkan akhlak al karimah dalam dirinya, dan istri harus berusaha menjadi wanita yang penuh cinta kasih, subur dan selalu berusaha kembali kepada suaminya. Dengan memperbaiki keadaan diri masing-masing, akan tumbuh ikatan yang baik di antara keduanya berupa ath-thayyibat. Ikatan itu yang akan membentuk sebuah jalan rezeki dari Allah. 

Keterbukaan jalan rezeki semacam itu mungkin tidak terasakan jelas pada awal-awal pernikahan, karena ikatan ath-thayyibat belum terbentuk kuat. Seorang suami harus berusaha memperhatikan istrinya dengan hatinya, dan isteri harus memperhatikan perkembangan suaminya dan mengikutinya. Perlahan-lahan akan terbentuk suatu jalan rezeki yang baik bagi keduanya. Sumber rezeki duniawi bagi keduanya akan tampak pada isteri, dan suami dapat melihatnya. Bila telah terbentuk, kadang-kadang jalan rezeki ini terbuka dengan lebar dan deras melampaui kemampuan suaminya menangani. Demikian pula jalan rezeki bagi jiwa mereka akan terbuka dari langit. 

At-thayyibat merupakan bentuk hubungan yang memunculkan keharuman-keharuman asma Allah dalam bentuk-bentuk keadaan, bagi seseorang yang berjalan menuju Allah. Selain terbentuk dari hubungan yang baik di antara suami-istri, keterbukaan jalan rezeki melalui ath-thayyibat juga harus diusahakan secara bersamaan dengan memperhatikan keadaan bumi dan langit, alam jasadiah dan jiwa. Ikatan pernikahan dan memperhatikan langit dan bumi akan membentuk Ath-thayyibaat. Keduanya merupakan jalan parallel yang harus ditempuh bersamaan oleh seorang laki-laki untuk menemukan jalan munculnya rezeki, yaitu dengan memperhatikan istrinya dan memperhatikan keadaan bumi dan langitnya. Mengabaikan satu hal akan berpengaruh terhadap jalan lainnya. 

ٱللَّهُ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ قَرَارٗا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءٗ وَصَوَّرَكُمۡ فَأَحۡسَنَ صُوَرَكُمۡ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡۖ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

QS Ghaafir : 64. Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu sebagai tempat menetap dan langit sebagai bangunan, dan memberikan kalian shurah (citra) lalu membaguskan shurah (citra) kalian serta memberi kamu rezeki dari yang baik-baik (at-thayyibaat). Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.

Ath-thayyibat dalam ikatan pernikahan mempunyai makna yang sama dengan ath-thayyibaat dengan memperhatikan langit dan buminya. Hal itu berkaitan dengan pengenalan terhadap citra (shurah) yang diberikan Allah terhadap seseorang. Citra diri (Shurah) tersebut akan dikenali seseorang melalui pengamatan terhadap keadaan bumi dan langit. Seseorang akan mengenali citra dirinya dengan mengenali fungsinya bagi bumi dan langitnya. Seiring dengan hal itu, dirinya juga dapat mengenali shurahnya melalui diri istrinya sebagai cermin. Pengenalan citra diri tersebut tidak akan diperoleh bila seseorang tidak memperhatikan bumi dan langitnya, atau mensia-siakan istrinya. Rezeki bagi jiwa mereka akan mengantarkan seorang laki-laki untuk mengenal citra diri yang diberikan Allah. Dia akan mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Bila istrinya berjalan seiring bersama suami, istri juga akan mengenal bahwa dirinya adalah pendamping yang membantu suaminya dalam menjalankan urusan Allah. Istri akan menemukan sumber mata airnya pada diri suaminya. Dengan kesepahaman ini maka seorang laki-laki akan menjadi khalifatullah yang bertugas untuk menjadi pemakmur bumi. 

Menjaga Jalan Rezeki

Banyak hal yang akan menghambat perkembangan hubungan antara suami istri. Setiap pihak harus mempunyai niat yang ikhlas dalam hubungan pernikahan mereka. Perbedaan-perbedaan cara pandang antara suami istri pasti akan terjadi. Hal ini seharusnya menjadi sarana untuk mempertajam citra diri mereka dan mengarahkan tujuan kehidupan mereka pada tujuan yang lebih tepat. Akan tetapi tidak jarang perbedaan ini justru menjadi kerikil yang menghancurkan sarana turunnya rezeki bagi mereka, atau malah dapat menghancurkan pernikahan. Setiap pihak harus berusaha memperhatikan satu sama lain agar kehidupan mereka berjalan baik. 

Bentuk perhatian antar pihak harus tumbuh dari hati. Namun demikian bentuk-bentuk ekspresi perhatian tetaplah diperlukan. Kadangkala cara berkomunikasi menjadi kendala. Beberapa orang memperhatikan pasangannya bagaikan silent reader yang menelaah bacaannya secara komprehensif. Hal ini bisa menjadi masalah, seolah-olah dirinya tidak memperhatikan pasangannya, padahal dirinya sangat mengerti pasangannya. Bila diperhatikan dengan menggunakan hati, mungkin masalah itu tidak terjadi, namun kebanyakan orang membutuhkan ekspresi yang bisa dipersepsi dengan jelas. 

Kadangkala kerusakan muncul dari luar karena ulah syaitan yang berusaha memisahkan seorang laki-laki dari istrinya. Dengan kerusakan pernikahan, jalan rezeki berupa ath-thayyibaat itu pun menjadi rusak sehingga sepasang suami istri tidak mendapatkan rezeki melaluinya. Syaitan mempunyai banyak cara dan tipuan untuk memisahkan suami istri. Beberapa cara syaitan memisahkan suami dan istri membutuhkan campur tangan manusia lain agar tipuan itu berguna. 

Syaitan tidak hanya mengandalkan keahlian mereka sendiri berupa sihir untuk menipu manusia. Syaitan juga mempelajari ilmu dari malaikat, di antaranya ilmu malaikat Harut dan Marut, untuk memisahkan seorang laki-laki dengan istrinya. Bila sihir mempunyai aroma syaitan yang kuat, tidak demikian dengan ilmu malaikat Harut dan Marut. Ilmu itu tampak seperti ilmu yang membina kasih sayang antara laki-laki dan perempuan, tetapi sebenarnya itu sebuah fitnah yang dapat digunakan oleh syaitan untuk memisahkan antara seorang suami dengan istrinya. 

Qadzaf merupakan suatu contoh pekerjaan syaitan merusak pernikahan melalui tangan manusia, yaitu menanamkan sesuatu di dalam hati orang lain. Sihir, pengasihan dan guna-guna merupakan bentuk contoh qadzaf. Seorang mukminat yang shalihah dan benar-benar menjaga kehormatan diri dalam rumah tangganya dapat tertimpa qadzaf, sehingga tumbuh dalam hatinya suatu perasaan tertentu kepada seorang laki-laki selain suaminya sedemikian sehingga tingkah lakunya terpengaruh oleh laki-laki lain tersebut. Hal ini bukan kesalahan dari wanita tersebut. Dalam hal qadzaf, seorang mukmin atau mukminat tidak selalu terlindungi karena ada ilmu malaikat yang bisa digunakan oleh seseorang yang melakukan qadzaf, tidak semata-mata ilmu sihir dari syaitan. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوْا: وَمَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ.

“Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan.” Para Sahabat bertanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan qadzaf terhadap wanita mukminat yang lalai serta menjaga kehormatannya.” (HR. Bukhari, no. 2766)

Melakukan qadzaf merupakan sebuah dosa besar yang diberi istilah al-mubiqaat. Dosa akibat qadzaf dapat disetarakan dengan dosa besar lain semacam syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan, memakan riba, memakan harta anak yatim dan lari dari medan perang. Qadzaf dapat menghancurkan kehidupan bermasyarakat, dimulai dengan menghancurkan sepasang laki-laki dan perempuan dalam pernikahan mereka. Suaminya akan merasakan hal yang aneh dengan istrinya, dan pernikahannya, dan istrinya mengetahui lebih jelas keanehan dalam dirinya ketika tertimpa qadzaf, tetapi untuk mengatakan atau berterus-terang kepada suaminya sangat memalukan. Dengan qadzaf, jalan rezeki dari ath-thayyibaat di antara keduanya akan hancur sehingga rezeki mereka terhambat. 

Dalam hal bathin, seorang laki-laki masih mungkin mendapatkan rezekinya walaupun keluarganya tertimpa qadzaf dari orang lain. Khazanah bathiniyah istrinya masih dapat dibaca oleh suaminya bila suaminya bertaubat menuju Allah, tetapi itu tidak merembes hingga jasadiahnya. Istri merupakan sarana agar keberhasilan terlahir secara dzahir. Khazanah untuk rezeki dzahir mereka melalui jalan ath-thayyibaat akan tertutup. Suasana dalam rumah tangga relatif sangat panas, dimana hawa nafsu kemarahan sangat mudah tersulut. Istri tidak akan dapat berjalan dengan benar untuk menjadi wanita yang penuh cinta kasih, subur dan selalu kembali kepada suaminya, sebaliknya akan tajam dan peka dalam melihat kekurangan dan kesalahan-kesalahan suaminya, sedangkan suaminya akan secara nyata melakukan banyak kesalahan karena wahana jiwanya buruk. Walaupun secara dzahir mungkin menampakkan ibadah yang baik, seorang wanita yang tertimpa hal demikian akan sangat sulit menumbuhkan sifat-sifat wanita ahli surga dalam dirinya. 

Dalam hal ini, kesalahan tidak disebabkan oleh salah satu pihak dalam pernikahan, tetapi karena syaitan berhasil menimpakan madlaratnya kepada mereka melalui orang lain. Bilamana pasangan tersebut berhasil keluar dari qadzaf, keduanya harus berusaha membangun kembali hubungan ath-thayyibat di antara mereka. Jalan rezeki itu tidak akan berhasil dibangun oleh salah satu pihak saja. Suami dan istri harus bersama-sama kembali menjalin hubungan yang baik di antara mereka, seperti memulai rumah tangga. 

Ath-thayyibat Sebagai Bagian Dari Iman

Jalan rezeki at-thayibat ini akan membuat seseorang selalu menyadari bahwa Allah lah yang memberikan rezeki kepada mereka, bukan hanya perkataan yang diucapkan. Seseorang dapat tumbuh sebagai pelaku ekonomi atau tokoh pada bidangnya yang tidak tergoyahkan oleh kekacauan-kekacauan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya bila telah menemukan jalan rezeki demikian. Jalan rejeki ini merupakan jalan rezeki yang tumbuh berdasarkan keimanan. 

Allah mempertanyakan keimanan orang yang meragukan hal ini. Maka apakah mereka beriman terhadap yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?". (QS An-Nahl : 72) 

Perjodohan jiwa manusia adalah nikmat Allah, sedangkan kedudukan, harta, kecantikan dan hawa nafsu lain adalah kebathilan bila dijadikan prioritas lebih utama dalam memilih suami atau istri daripada perjodohan jiwa. Jalan rejeki dari ath-thayyibaat adalah nikmat Allah bagi umat manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman kepadanya, justru kebanyakan beriman kepada jalan-jalan rezeki yang lain yang boleh jadi merupakan jalan kebatilan. Jalan rezeki ini terdapat dalam pernikahan, bila disertai dengan kepedulian dalam memperhatikan kepada bumi dan langit mereka. 

Menolak jodoh jiwanya setelah Allah memberikan berita adalah kekufuran terhadap nikmat Allah. Ini bisa terjadi pada orang yang sebenarnya telah bertaubat menuju Allah. Jodoh jiwa merupakan tangga awal untuk mengenal Allah. Pengenalan dan pernikahan terhadap jodoh jiwa akan mengantar seseorang untuk mengenal nafs, dan mengenal nafs merupakan gerbang pengenalan kepada Allah. Jodoh jiwa adalah gerbang orang yang akan diberi nikmat, sehingga dirinya melihat shirat al-mustaqim. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar