Pencarian

Minggu, 10 November 2019

Menemukan Bumi Diri


Allah menciptakan manusia untuk menjadi pemakmur bumi. Allah menjadikan bumi sebagai tempat beredar dan menjadikan langit sebagai bangunan. Dengan bumi dan langit yang benar, Allah berkehendak untuk memberikan shurah kepada manusia dengan shurah yang sebaik-baiknya dan memberikan rezeki melalui ath-thayyibat agar manusia mengenal Allah. 

ٱللَّهُ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ قَرَارٗا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءٗ وَصَوَّرَكُمۡ فَأَحۡسَنَ صُوَرَكُمۡ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡۖ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
QS Ghafir : 64. Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai bangunan, dan memberikan kamu shurah (citra) lalu membaguskan shurahmu serta memberi kamu rezeki dari yang baik-baik (Ath-Thayibaat). Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. 

Bumi adalah alam jasadiah manusia. Di alam jasadiah itulah manusia ditempatkan agar menjadi pemakmurnya. Akan tetapi manusia bukanlah sepenuhnya makhluk jasadiah. Ada aspek langit yang merupakan jati diri manusia, yaitu jiwa manusia. Jiwa manusia adalah langit yang harus dibangun oleh setiap manusia agar mengenal Allah. Allah menjadikan jiwa sebagai lokus pembangunan/pembinaan setiap manusia, sedemikian jiwa itu akan terbina sesuai dengan shurah (citra) yang dikehendaki Allah dalam citra yang sebaik-baiknya. 

Untuk pembinaan jiwa yang sebaik-baiknya, setiap orang harus menemukan bumi yang tepat sebagai tempat tinggal. Bumi diri yang tepat akan mengantarkan manusia untuk membangun jiwanya hingga memperoleh shurah yang sebaik-baiknya. Jiwa itu adalah jati diri manusia yang dapat mengenal Allah. Terdapat qalb dalam jiwa manusia yang dapat menjadi tempat bagi bangunan baitullah. 

Ismail a.s telah menggambarkan bagaimana seseorang berproses untuk membangun baitullah. Ketika masih bayi, beliau bersama ibunya Hajar r.a harus menempati bumi yang tepat. Mereka berdua adalah representasi dari seorang manusia yang harus berjalan menuju Allah dengan membangun baitullah. Bayi Ismail adalah representasi jiwa yang terdapat dalam diri seorang manusia, dan Hajar r.a merupakan representasi raga manusia. Raga yang membawa jiwa yang masih bayi itu harus menempati bumi diri yang tepat agar seseorang dapat membangun baitullah dalam dirinya. 

Demikian pula setiap manusia harus berusaha untuk menemukan, menempati dan memakmurkan bumi diri untuk membangun baitullah di dalam dirinya. Setiap manusia harus mengusahakan dengan sepenuh jiwa raga pemakmuran bumi diri sehingga muncul sumber-sumber kehidupan dalam ruang buminya. Hal itu tergambar dalam upaya Hajar r.a mencari sumber mata air dengan tujuh kali bolak-balik melakukan pencarian pada bukit Shafaa dan Marwa, hingga muncul sumber air pada jejak kaki bayi Ismail. 

۞إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ 

QS Al-Baqarah : 158. Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebaikan dengan ketaatan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. 

Peristiwa tersebut diabadikan dalam ibadah sa’I, yaitu melakukan thawaf pada kedua bukit Shafaa dan Marwa. Bagi setiap manusia yang hendak membangun baitullah dalam dirinya, atau menjalankan urusan pemakmuran bumi, hendaknya dirinya mencontoh Hajar r.a menemukan bumi diri dan mengusahakan sumber-sumber kehidupan padanya. Shafaa dan Marwa merupakan syi’ar Allah yang menjadi monumen panduan bagi yang ingin mengikutinya. Berhaji dan umrah adalah membangun baitullah dalam diri, dan berupaya memakmurkan bumi. 

Membangun baitullah dalam jiwa dan pemakmuran bumi adalah ketaatan dalam mencari kebaikan. Barangsiapa mengerjakan ketaatan dalam mencari kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri dan Maha Mengetahui. Allah akan memberikan rizki melalui Ath-Thayyibaat bagi orang-orang yang memakmurkan buminya dan membangun jiwanya hingga terbentuk baitullah dalam dirinya. 


Bumi Diri Umat 



Agama telah diturunkan secara sempurna bagi manusia. Syiar-syiar telah dipancangkan agar manusia mengikuti langkah-langkah para panutan umat dalam mencari jalan bagi masing-masing untuk berjalan menuju Allah. Jalan-jalan itu telah diletakkan Allah bagi masing-masing manusia di bumi saat ini, lengkap dengan segala petunjuknya dalam kitabullah. Manusia hendaknya mencari jalan bagi masing-masing sesuai dengan agama. 

Allah telah meletakkan kiblat bagi kehidupan manusia. Ka’bah adalah monumen baitullah yang dijadikan kiblat bagi manusia. Demikian pula tabut Musa dijadikan monumen baitullah bagi bani Israel. Keduanya adalah monumen yang dijadikan kiblat bagi umat. Akan tetapi baitullah yang sebenarnya harus dibangun adalah baitullah yang ada di dalam hati. Untuk membangun baitullah itu, seseorang harus menemukan bumi diri. Bumi diri bagi pohon thayyibah adalah pasangan yang diciptakan dari jiwanya. Wanita itu adalah ladang bagi laki-laki, 

Menemukan bumi diri adalah menemukan sumber air. Hal ini dikisahkan oleh Musa ketika pergi dari mesir ke negeri Madyan. Hajar r.a dan bayi Ismail menemukan sumber air di lembah Bakkah, demikian pula Musa muda menemukan sumur di negeri Madyan. Itu adalah sumber air bagi mereka masing-masing. Ada kesamaan cerita pada kedua kisah tersebut, yaitu adanya laki-laki dan perempuan sebagai representasi jiwa dan raga. Bayi Ismail bersama Hajar r.a sedangkan Musa muda menemukan calon pasangan hidupnya, yaitu puteri sulung Syuaib a.s. 

Perjodohan merupakan sebuah ayat yang besar. Pernikahan menjadi setengah bagian dari agama. Pernikahan berdasarkan perjodohan yang tepat akan menjadi setengah bagian dari agama seseorang, sedangkan memilih perjodohan berdasarkan pertimbangan lain dengan mengalahkan perjodohan jiwa merupakan kebathilan. Perjodohan yang tepat adalah gerbang untuk mencapai nikmat Allah, yaitu shirat al-mustaqim. Dengan perjodohan yang tepat itulah seseorang akan memperoleh bumi diri yang tepat, tempat dimana sumber air bagi jiwanya muncul, tempat baitullah dapat terbina dengan baik di dalam hati karena jiwa yang memperoleh bagian dirinya secara tepat. 

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ 

QS An-Nahl : 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jiwa kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" 

Pasangan jiwa merupakan bagian diri dari seseorang. Menikah dengan pasangan jiwa adalah mengumpulkan bagian diri yang terserak. Kesatuan jiwa seseorang akan sempurna hanya dengan menikah dengan pasangan jiwanya. Dengan jiwa yang sempurna, maka bangunan jiwa itu akan dapat mencapai sempurna sebagai shurah yang sebaik-baiknya. 

Memilih pasangan wanita merupakan cerminan sikap seseorang terhadap dunia. Seseorang yang mencintai dunia akan mudah terombang-ambingkan oleh waham dunia dalam memilih pasangan wanita. Seseorang yang hatinya tulus ikhlas menuju Allah akan mudah melihat dan memilih pasangan yang diciptakan dari jiwanya, sedangkan hati yang masih bercampur-campur akan membuat proses pemilihan pasangan akan berganti-ganti, sesuai dengan keadaan dirinya. 

Seseorang yang ikhlas seringkali dapat menentukan pasangan jiwanya di antara banyak pilihan para wanita yang baik dan menarik hatinya, atau kadang Allah menutup pilihan terhadap para wanita dan membuka pilihan pada jodoh jiwanya saja, atau kadangkala Allah menghadirkan berita wanita pasangan jiwanya tanpa sebuah keinginan sedikitpun. Keikhlasan hati akan mewarnai proses pemilihan bagi dirinya. Ibarat Musa yang harus memilih, atau hajar r.a yang tidak mempunyai pilihan, dirinya akan mendapatkan bumi diri yang tepat. 

Seseorang yang mencintai dunia akan mendapatkan pilihan yang banyak sesuai dengan keadaan dirinya. Seringkali tidak satupun di antara para wanita yang menjadi pilihannya adalah pasangan jiwanya, tetapi hanya wanita-wanita yang sesuai dengan hawa nafsu ataupun malah hanya syahwatnya semata. 

Banyak di antara manusia yang berusaha mencari pasangan jiwa untuk kebaikan dirinya, akan tetapi masih ada kecintaan-kecintaan pada dunia yang melekat dalam hati. Ini akan mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Banyak wanita yang baik datang dalam pikirannya dengan berbagai variasi kriteria dan bermacam-macam kombinasi. Ada kecantikan, kekayaan, kedudukan dan keshalihan calon-calon yang ingin dipilihnya. Bila datang berita tentang pasangan, berita itu kadang datang banyak dan berganti-ganti. Mungkin di antara yang datang ada pasangan yang diciptakan dari jiwanya. Semua proses pemilihan pasangan itu tergantung bagaimana keikhlasan hati seseorang. 

Pada masalah berita tentang jodoh, Allah menyindir keimanan seseorang yang lebih memilih kebatilan daripada nikmat Allah. Bila seseorang telah mendapatkan berita tentang jodoh jiwanya, hendaknya dirinya memilih jodoh jiwanya. Menolak atau memilih pasangan yang lain adalah kebatilan. Jodoh dari jiwa adalah suatu hal yang besar untuk membangun baitullah dalam diri seseorang, sehingga tidak pantas seseorang lebih beriman pada kebatilan daripada nikmat Allah. Jodoh jiwa adalah bumi diri bagi seseorang. Kehidupannya akan bergerak mengarah pada penyempurnaan jiwanya dengan shurah yang sebaik-baiknya dengan menikahi jodoh jiwanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar