Pencarian

Senin, 03 Januari 2022

Mengikuti Millah Ibrahim a.s dengan Al-Arham

 

Allah berkehendak untuk dikenal oleh makhluk, maka Dia menciptakan manusia dan seluruh makhluk. Di antara seluruh makhluk, Allah menciptakan dua insan mulia sebagai uswatun hasanah yang memandu seluruh alam semesta untuk mengenal Allah. Rasulullah SAW adalah makhluk yang diciptakan dengan kemampuan mengenal tajalliat Allah dalam derajat yang paling tinggi, lebih tinggi dari makhluk apapun. Nabi Ibrahim a.s bersama rasulullah SAW berada pada tempat-tempat yang tertinggi dengan kedudukan yang berbeda. Perbedaan secara khusus di antara kedua insan mulia tersebut adalah peran yang harus dijelaskan oleh masing-masing.

Nabi Ibrahim a.s berperan secara khusus dalam menjabarkan penjelasan tentang kaidah mewujudkan pengetahuan ilahiah hingga terlahir di alam mulkiyah. Beliau diberi gelar sebagai abu arham yang diartikan sebagai bapak bangsa-bangsa. Bangsa-bangsa itu adalah terwujudnya pengetahuan ilahiyah dalam wujud mulkiyah. Gelar itu disematkan kepada nabi Ibrahim a.s sebagai ganti nama kecil beliau sebagai Abram. Gelar Abu Arham menjelaskan tentang kedudukan beliau dalam kaidah mewujudkan pengetahuan ilahiah yang tinggi agar terlahir di alam mulkiyah. Kaidah tersebut berupa sifat-sifat dan millah yang menjadi pondasi untuk diteladani oleh setiap manusia. Millah yang paling utama dalam kehidupan nabi Ibrahim a.s adalah terbentuknya bayt untuk didzikirkan dan ditinggikan asma Allah di dalamnya. Banyak juga sifat baik beliau yang harus dijadikan tauladan oleh setiap orang yang ingin kembali kepada Allah.

Untuk membangun al-arham sebagaimana nabi Ibrahim a.s, hal dasar yang harus diketahui oleh manusia adalah asal mula penciptaan dirinya, yaitu nafs wahidah. Setiap manusia diciptakan dari suatu nafs wahidah tertentu sebagai cetak biru penciptaan dirinya. Tanpa berpegang dengan konsep demikian, seseorang tidak akan mengetahui jalan untuk mengenal apa yang dimaksud sebagai al-arham. Al-arham dapat dibangun bilamana seseorang mengetahui bahwa ada kehendak tertentu Allah atas penciptaan dirinya, dan hal itu terkait dengan nafs wahidah dirinya.

﴾۱﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari nafs wahidah, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (bertakwalah tentang) al-arhaam. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (QS An-Nisaa : 1)

Al-arham merupakan jalinan jalan rahmat Allah yang diturunkan hingga mencapai alam mulkiyah. Rasulullah SAW adalah puncak al-arham bersama dengan nabi Ibrahim a.s. Ada washilah di antara para mukminin yang menghubungkan mereka hingga tersambung kepada puncak jalinan rahmat itu, dan jalinan itu menjadikan mereka termasuk dalam jalur yang mengalirkan rahmat Allah ke alam mulkiyah mereka. Termasuk dalam jalinan rahmat itu adalah pernikahan antara seseorang dengan isterinya.

Pernikahan adalah bagian dari al-arham yang paling nyata menyentuh manusia. Dengan menjalani pernikahan, seorang laki-laki dan perempuan akan terlibat dalam jalinan rahmat Allah. Hal ini harus disikapi dengan tepat oleh setiap orang beriman. Sebagian kecil orang yang menikah kemudian mengetahui bentuk al-arham yang harus dibangun bersama pasangannya karena pernikahan mereka. Mereka itu adalah orang-orang yang berhasil dalam pernikahannya. Sebagian besar manusia memperoleh banyak rejeki melalui pernikahannya, akan tetapi tidak mengetahui bentuk al-arham bagi dirinya dan pasangannya. Sebagian merasa menanggung beban karena pernikahannya.

Laknat Allah Karena Rusaknya Al-Arham

Sebagian orang beriman memperoleh laknat Allah karena salah dalam mensikapi al-arham, dan pernikahan, yaitu orang-orang beriman yang memotong-motong al-arham mereka. Sikap demikian itu sama dengan melakukan kerusakan yang besar di muka bumi.

﴾۲۲﴿فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ
﴾۳۲﴿أولٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa (menjadi wali) kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memotong-motong al-arham kalian? () Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (QS Muhammad : 22-23)

Dalam hal pernikahan, barangkali tidak setiap kerusakan pernikahan mengakibatkan kerusakan al-arham. Ada orang-orang yang menikah karena mengharapkan harta pasangannya semata tanpa mengharapkan kebersamaan mereka dalam kehidupan. Pelaku prostitusi banyak yang mahir dalam bersikap memberikan perhatian, tetapi sebenarnya perhatian itu hanya untuk memperoleh harta. Boleh jadi ada cinta satu pihak karena perhatian palsu pihak lainnya, tetapi pernikahan demikian tidak akan mengantarkan seseorang pada al-arham. Walaupun demikian, pernikahan demikian tidak boleh dirusak kecuali diinginkan oleh pihak-pihak yang menikah, karena boleh jadi ada manfaat yang tidak diketahui dalam pernikahan semacam itu selama para pihak yang menikah tetap menginginkannya.

Sebagian pernikahan benar-benar akan mengantarkan seseorang atau suatu pasangan untuk mengerti al-arham bagi mereka. Bahkan suatu pernikahan boleh jadi dilakukan atas dasar suatu pengetahuan al-arham yang telah dimengerti oleh pasangan yang menikah. Pernikahan yang demikianlah yang terdapat al-arham di dalamnya. Pernikahan adalah jalan utama untuk mengenal al-arham yang disebut dalam Alquran. Perusakan atau penggagalan terhadap pernikahan yang demikian dikatakan sebagai memotong-motong al-arham. Orang yang membuat kerusakan atau kegagalan pernikahan tersebut adalah orang yang dilaknat Allah, baik dari pihak internal pasangan atau calon pasangan suami isteri, atau orang lain yang menggagalkan terjadinya pernikahan tersebut atau orang lain yang melakukan perusakan terhadap pernikahan demikian.

Mengenal al-arham mempunyai arti yang sangat besar bagi setiap manusia. Musyahadah terhadap Allah dan musyahadah terhadap risalah yang diemban oleh Rasulullah SAW bernilai benar karena al-arham yang dikenalnya. Hal itu menunjukkan benarnya jalan kehidupan yang ditempuh oleh seseorang dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan millah Ibrahim a.s. Akan tetapi jalan yang harus ditempuh untuk mengenal hal itu sangatlah tidak mudah.

Secara umum, permulaan pengenalan terhadap al-arham adalah petunjuk tentang jodoh. Sebagian orang menemukan jodoh yang tepat bagi dirinya. Bila terjadi pernikahan, hal itu akan menuntun pasangan tersebut untuk mengenal al-arham bagi mereka sedikit demi sedikit, hingga akhirnya akan terbuka baginya shirat al-mustaqim yang harus ditempuh. Akan tetapi tidak setiap orang yang memperoleh petunjuk kemudian membina al-arham. Sebagian pasangan memperoleh petunjuk tentang jodoh yang diciptakan bagi dirinya, tetapi tidak mau menjalani pernikahan karena tidak sesuai dengan selera hawa nafsunya. Sebagian menjalani pernikahan tetapi tidak bersyukur dengan pasangannya sehingga pernikahan mereka menjadi ajang pembersihan bagi hawa nafsu mereka. Hanya pasangan yang bersyukur dengan pernikahan mereka yang akan mengerti al-arham melalui pernikahan.

Sebagian pasangan yang memperoleh petunjuk tidak menjalani pernikahan. Banyak hal yang menjadi sebab bagi pasangan demikian. Seseorang bisa jadi hanya mengikuti hawa nafsu, atau mereka mempunyai persepsi yang keliru tentang pasangan dalam petunjuknya, atau terjadi kesalahan informasi dan komunikasi yang menyebabkan mereka terputus untuk melanjutkan menuju pernikahan, atau keadaan mereka sempit ketika menerima petunjuk tersebut, dan banyak kemungkinan lain yang menyebabkan tidak terjadinya pernikahan. Semua hal itu seharusnya tidak boleh menggagalkan pernikahan setelah mendapatkan petunjuk. Syaitan benar-benar sibuk di antara mereka atau bahkan di antara orang lain yang terkait untuk menggagalkan pernikahan. Petunjuk tentang pasangan merupakan petunjuk yang sangat besar artinya bagi perjalanan seseorang untuk membangun al-arham mengikuti millah nabi Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW.

Bilamana hawa nafsu seseorang menolak petunjuk jodoh yang benar, bukan petunjuk itu yang salah, tetapi keadaan hawa nafsu orang yang menolak itu yang harus diperbaiki mengikuti petunjuk. Jodoh dalam petunjuk itulah yang akan membersihkan hawa nafsunya dan menunjukkan dirinya pada nafs wahidahnya. Bila seseorang lebih mengikuti rasa cinta hawa nafsu dalam pernikahannya, ia kehilangan cermin yang membantu menunjukkan nafs wahidah dirinya. Alih-alih mengenal diri, seseorang akan terjerumus untuk mengikuti hawa nafsu yang menuntun dirinya pada keinginan-keinginan bebas yang sangat banyak.

Rasa cinta dan tenteram mungkin akan melingkupi rumah tangga mereka, tetapi cinta dan tenteram itu tetap berada pada tingkatan hawa nafsu, tidak menyentuh ketenteraman pada nafs wahidah. Sakinah, mawaddah dan rahmah itu hanya akan terjadi pada tingkatan nafs wahidah, yang ditandai dengan pengenalan kedudukan dirinya dalam jamaah Rasulullah SAW. Pengenalan kedudukan diri itu adalah al-arham. Sakinah, mawaddah dan rahmah yang sebenarnya akan terjadi bilamana terbentuk keadaan yang sama di antara suami dan isteri dalam mengenal al-arham, hingga terbentuk bayt yang diijinkan Allah untuk didzikirkan asma Allah dan ditinggikan asma Allah dalam bayt tersebut.

Tidak sedikit pernikahan berdasarkan pengenalan al-arham mengalami kegagalan karena kesalahan informasi dan komunikasi. Syaitan benar-benar berusaha menggagalkan pernikahan demikian, bahkan berusaha membalik keadaan menjadi permusuhan atau perang. Setiap pihak harus bertakwa dalam hal demikian, karena syaitan akan selalu berusaha melalui setiap pintu yang diperolehnya. Harus ditumbuhkan pada pihak yang berpasangan iktikad yang kuat untuk menempuh jalan mengikuti millah dan sunnah kedua uswatun hasanah, didukung pengetahuan di setiap tingkatan baik jasmaniah, hawa nafsu maupun qalb. Orang yang memperoleh petunjuk harus berusaha benar-benar untuk memilih informasi yang benar, tidak mengikuti sembarang perkataan yang mengakibatkan permusuhan. Seringkali dituntut sikap memaafkan dari kedua pihak untuk suatu kesalahan yang terjadi di antara mereka.

Tidak jarang timbul perselisihan atau perasaan tidak suka pada calon pasangan karena informasi yang salah ataupun karena kesalahan yang dilakukan salah satu pihak pada pihak lain. Perasaan tersebut tidak boleh ditindaklanjuti dengan tindakan untuk melampiaskan hawa nafsu. Hal ini tidak berarti membatasi seseorang untuk melakukan tindakan perbaikan. Bilamana dibutuhkan informasi atau komunikasi untuk memperbaiki keadaan, maka kedua pihak harus menyampaikan dengan cara yang baik, tidak dengan niat untuk melampiaskan hawa nafsu. Demikian pula pihak pasangan harus memberikan informasi dengan cara yang baik, sehingga kedua pihak merasa siap untuk menempuh kehidupan bersama untuk mengikuti sunnah rasulullah SAW dan millah Ibrahim a.s.

Dalam komunikasi semacam ini, setiap pihak harus benar-benar mengetahui batasan apa yang memang benar-benar perlu disampaikan kepada pihak lain. Tidak setiap rasa tidak suka perlu atau boleh disampaikan kepada pihak lainnya karena akan merusak hubungan. Hanya hal tidak baik yang sekiranya akan mempengaruhi agama dan arah perjalanan kehidupan dan pernikahan mereka saja yang dapat disampaikan kepada pihak lainnya, sedangkan rasa tidak suka terkait hawa nafsu seharusnya menjadi beban yang ditanggung pihak sendiri.

Kadangkala kegagalan pernikahan terjadi karena sempitnya keadaan seseorang. Hal ini seharusnya tidak menghalangi terjadinya pernikahan selama ada kejelasan tentang tujuan menuju al-arham yang akan dibangun bersama. Salah satu jalan rejeki yang paling utama akan terbuka melalui pernikahan, yaitu melalui at-thayyibat yang terbangun di antara mereka. At-thayyibat merupakan pengenalan seseorang terhadap kehendak Allah yang diturunkan melalui pernikahan, sebagaimana seseorang merasakan wewangian tanpa mengetahui bentuk bunganya. Bila seseorang merasakan at-thayyibat di antara pernikahan mereka, maka akan terbuka jalan rejeki bagi mereka, selama pernikahan itu tidak rusak. Kadangkala suatu pernikahan mengalami kerusakan yang menyebabkan at-thayyibat itu tidak mendatangkan rejeki secara dzahir.

Orang-orang beriman hendaknya mewujudkan keadaan yang mendukung terbentuknya al-arham di antara mereka. Ini menjadi jalan yang akan menumbuhkan kebaikan dan perbaikan di muka bumi. Sebaliknya, bila orang-orang beriman merusak al-arham yang ada di antara mereka, maka Allah akan menimpakan laknatnya kepada mereka walaupun mereka orang-orang yang beriman.

Sebenarnya hal demikian merupakan perbuatan merusak di muka bumi dengan kerusakan yang besar. Kadangkala seseorang merasa melakukan perbaikan, sedangkan ia melakukan kerusakan yang besar. Mengerahkan upaya untuk membangun pada masa peperangan misalnya, hal itu seringkali hanya menimbulkan kerusakan yang besar daripada membuat perbaikan. Manakala hal itu dilakukan tanpa memperhatikan pemimpin mereka, itu adalah kerusakan yang besar. Tanpa mengetahui al-arham, seringkali seseorang hanya terkungkung dalam pengetahuan yang salah, dan ia merasa melakukan perbaikan sedangkan sebenarnya ia melakukan kerusakan yang besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar