Pencarian

Kamis, 29 Desember 2016

Kesempurnaan Akhlak

”Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”. (HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim).

Rasulullah SAW merupakan nabi terakhir yang membawa agama yang sempurna. Tidak ada ajaran agama baru setelah rasulullah diutus di dunia ini. Sebagai pembawa kesempurnaan agama, pengutusan rasulullah SAW tidak lain adalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. Hal ini menunjukkan bahwa kesempurnaan agama adalah kesempurnaan akhlak, atau  dapat dikatakan bahwa  akhlak merupakan parameter derajat kesempurnaan agama seseorang.

Kisah nabi Ibrahim a.s adalah sebuah kisah awal pencarian seseorang kepada tuhannya, sedangkan  nabi Muhammad SAW adalah cerita tentang kesempurnaan ciptaan-Nya yang layak berada di sisi tuhannya. Nabi Ibrahim a.s memberikan contoh kepada seluruh makhluk tentang tatacara berhijrah dari alamnya kepada tuhannya, sedangkan nabi Muhammad SAW memberikan tauladan tentang bentuk ciptaan mulia yang layak berada di sisi-Nya, berupa akhlak yang mulia. Rasulullah SAW diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.

Alquran telah bercerita tentang keagungan akhlak rasulullah SAW sebagai berikut :

 Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak  yang agung (QS Al-Qalam :4)

Keagungan akhlak dalam ayat tersebut terkait dengan kedudukan rasulullah SAW dalam ayat-ayat sebelumnya. Penyaksian rasulullah SAW terhadap Alqalam dan apa yang dituliskannya menunjukkan kedudukan rasulullah SAW di alam yang tinggi. Untuk kedudukan yang tinggi itulah rasulullah SAW diciptakan, dan kedudukan yang tinggi itu menunjukkan keagungan akhlak rasulullah SAW.

Kemuliaan akhlak hanya dapat diperoleh bila seseorang berperilaku baik, tetapi kemuliaan akhlak tidak semata-mata diperoleh dengan berperilaku baik. Kemuliaan akhlak berhubungan erat dengan pengetahuan tentang kehendak Allah SWT, hasil musyahadah seseorang atas segenap ciptaan Allah dan risalah rasulullah SAW.

Untuk mencapai kemuliaan akhlak, makhluk dituntut untuk mengembangkan akal yang akan menuntun mengenal Allah, sumber segala kebaikan. Mengembangkan akal berawal dari sikap hanif sebagaimana dicontohkan oleh Ibrahim a.s yang berusaha keras untuk mengenal tuhannya. Tanpa sebuah sikap hanif, akal makhluk tidak akan berkembang untuk memahami ayat-ayat Allah, tetapi jahalah.yang akan berkembang menjadi pintar dan  menjebak makhluk pada hawa nafsu dan syahwat yang mengikat jiwa pada dunia.

Akhlak  mempunyai arti bentuk ciptaan. Ibnul Atsir berkata dalam An-Nihayah 2/70: “Al-Khuluq dan Al-Khulq berarti dien, tabiat dan sifat. Maksudnya adalah manusia dalam aspek bathin, yaitu jiwa dan bentuknya” Manusia yang telah mencapai derajat kesempurnaan akan menduduki tempat yang mulia.  Tidak setiap manusia menjadi makhluk yang mulia, karena tidak semua manusia berusaha bertaubat menyempurnakan dirinya.

Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan kedua tangan Allah. Jasad manusia hanyalah terbuat dari tanah yang dihinakan oleh iblis, namun iblis tidak mengetahui bahwa ada tangan Dia yang lain yang melengkapi penciptaan manusia. Manusia tidak semata-mata diciptakan dari tanah, tetapi ada aspek-aspek lain yang disertakan dalam diri manusia, sehingga manusia yang terbuat dari tanah itu bisa menjadi makhluk-Nya yang paling sempurna.

Allah berfirman   kepada iblis ketika dia menolak bersujud kepada adam yang telah diciptakan dengan kedua tangan-Nya. Hal itu tertulis dalam surat al-ahqaaf : 75.
 “Dia  berfirman : wahai iblis, apakah yang menghalangi kamu bersujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tanganku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu termasuk orang-orang yang lebih tinggi?”
Ayat di atas bercerita tentang kesempurnaan penciptaan adam, berupa penciptaan makhluk dengan kedua tangan-Nya. Dengan kesempurnaan itu, makhluk-makhluk muqarrabun yang hadir pada saat penciptaan itu diperintahkan untuk bersujud maka seluruh makhluk bersujud kecuali iblis.

Nafs manusia merupakan pasangan dari jasadnya. Dengan kedua unsur itulah manusia diciptakan sebagai makhluk-Nya yang paling sempurna. Alquran surat attiin ayat 4-5 disebutkan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, namun kemudian diturunkan ke tempat serendah-rendahnya.

Sungguh benar-benar telah Kami ciptakan manusia  dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan  dia ke tempat serendah-rendahnya (QS Attiin 4-5)

dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah bentuk jasad manusia, karena bentuk jasad manusia relatif tetap,  tidak berubah menjadi bentuk makhluk yang terendah. Jasad manusia berfungsi sebagai wadah bagi nafs, sedangkan inti dari kemanusiaan adalah jiwanya. Jiwa manusia lah yang berubah dari bentuk yang sebaik-baiknya menjadi bentuk yang seburuk-buruknya. Dan jiwa manusia pula yang harus kembali mencapai bentuk yang sebaik-baiknya kembali berupa akhlak al-karimah.

Bentuk manusia terbaik adalah sebagai citra arrahman. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits qudsi,
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan citra Ar-Rahman.”
Citra arrahmaan bukanlah citra Allah, tidak sama. Arrahman adalah asmaul husna yang terbesar. Seluruh alam semesta diciptakan untuk satu tujuan, yaitu memperkenalkan rahmaniah Allah SWT.  Yang dimaksud dengan “diciptakan dengan citra Arrahman” adalah bahwa manusia diciptakan untuk mampu mengenali dengan sempurna rahmaniah Allah bagi dirinya, sebagaimana cermin mampu memantulkan objek di hadapannya. Itulah yang dimaksudkan dalam ayat 11 surat al-a’raaf sebagai berikut :

Sungguh kami telah menciptakan kalian kemudian kami memberikan citra kepada kalian kemudian kami katakan kepada para malaikat : bersujudlah kamu kepada adam. Maka merekapun bersujud kecuali iblis, dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (QS 7:11)

Ketika manusia bertaubat kepada Allah,  jiwa manusia akan diubah dari bentuk ciptaan yang rendah menjadi bentuk yang lebih baik, hingga mencapai bentuk yang sebaik-baiknya. Bila Allah SWT menghendaki,  Dia akan menyempurnakan jiwa manusia tersebut menjadi sesuai dengan citra arrahman dan akan meniupkan kepadanya ruh-Nya. Allah SWT berfirman :

“maka apabila Aku telah menyempurnakannya (sesuai citra arrahman) dan Aku tiupkan kepadanya ruh-Ku, maka hendaklah kalian tersungkur bersujud kepadanya” (QS 38:72)

Tiupan ruh dalam konteks ayat di atas bukanlah ruh yang memberikan kehidupan bagi jasad manusia ketika berada dalam kandungan. Ruh yang dimaksudkan adalah ruh qudus sebagaimana ruh yang datang kepada Maryam a.s setelah beliau mencapai bentuk jiwa yang sebaik-baiknya.

Kesesuaian jiwa manusia dengan citra Arrahman serta peniupan ruh-Nya kepada manusia itulah kesempurnaan kemuliaan akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah. Manusia seperti itulah bentuk ciptaan Allah yang paling sempurna, sehingga apabila Allah SWT meniupkan kepadanya ruh-Nya, para malaikat muqarrabun harus bersujud kepada manusia.

Akhlak yang mulia hanya dapat dicapai dengan bertaubat. Hampir setiap manusia yang terlahir ke dunia akan terjatuh dalam bentuk yang  buruk karena tarikan hawa nafsu dan keinginan terhadap dunia. Taubat adalah berjalan kembali menuju akhlak yang mulia, dengan selalu memohon ampun atas semua kesalahan-kesalahan yang diperbuat, dan menjalankan amal-amal shalih yang mampu dikerjakan.  Manusia akan diuji dengan berbagai masalah yang akan menghampiri kehidupannya agar jiwanya menjadi suci dan akal menjadi lebih kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar