Pencarian

Selasa, 24 Januari 2017

Ahlus-Sunnah

Secara Bahasa, sunnah mempunyai beberapa arti, di antaranya menerangkan. Sanna al amro mempunyai arti menerangkan suatu urusan. Selain itu sunnah juga berarti perjalanan.  Sedangkan secara istilah,  Rasulullah memberikan contoh terminologi  sunnah sebagai berikut :
Barangsiapa yang berjalan dengan sunnah yang baik, ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang berjalan dengan sunnah yang jelek, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun".( HR Ahmad (IV/357, 358, 359, 360, 361, 362), Muslim (no. 1017), an-Nasa'i (V/76-77), ad-Darimi (I/ 130-131), Ibnu Majah (no. 203), Ibnu Hibban (no. 3308)),
Dari hadits di atas, sunnah dapat digambarkan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan tujuan tertentu dengan cara  yang bersesuaian dengan tujuannya. Sunnah dapat berupa sunnah yang baik, dapat pula berupa sunnah yang buruk. Orang-orang yang berusaha untuk suatu tujuan yang jelek dengan cara yang jelek,  maka itu adalah sunnah yang jelek. Sebaik-baik sunnah adalah sunnah rasulullah dan para khulafa’ ar-rasyidiin . Orang yang mengikuti sunnah rasulullah dan sunnah para sahabat artinya hidup untuk  tujuan yang sama dengan rasulullah dan para sahabat, dan mengerjakan amal untuk mencapai tujuan itu dengan cara yang baik selaras dengan tuntunan rasulullah SAW. Tanpa tujuan yang sama, perbuatan meniru rasulullah itu bukanlah sebuah sunnah, demikian  pula perbuatan yg menyelisihi sunnah.

Ahlus-sunnah adalah orang-orang yang telah mengikuti rasulullah dengan benar, yaitu mengikuti jalan  rasulullah SAW kembali kepada Allah SWT. Walaupun bukan nabi dan bukan rasul, orang-orang yang mengikuti jalan rasulullah SAW dengan benar harus diikuti. Alquran memberi perintah untuk mengikuti orang-orang yang kembali kepada Allah SWT.
“Dan ikutilah jalannya orang-orang yang kembali kepada-Ku”(Luqman:15)
Orang-orang yang harus diikuti tidak dibatasi pada generasi para sahabat pada jaman rasulullah, tabiin, atau tabi’ittabiin saja, tetapi seluruh kaum mu’minin yang yang mengikuti jalan rasulullah SAW kembali menuju Allah SWT. Yang diikuti adalah jalan orang-orang yang kembali, bukan sekadar perbuatan-perbuatan saja, tetapi mencoba memahami dengan akal agar akal tumbuh menjadi sempurna bisa memahami dan mencapai tujuan. Perjalanan menuju Allah tidak dapat dilakukan dengan perbuatan fisik, tetapi akal yang harus tumbuh memahami ayat-ayat Allah. Pertumbuhan akal ditandai dengan  akhlak yang semakin baik.

ORANG-ORANG YANG MENGIKUTI SUNNAH RASULULLAH

Kelompok yang selamat (firqatun-najiyah) diterangkan oleh rasulullah sebagai orang-orang yang berada di atas sunnah rasulullah dan sunnah orang-orang yang bersama dengan rasulullah. Mereka adalah ahlussunnah. Dalam alquran diterangkan keadaan orang-orang yang mengikuti jalan rasulullah dan jalan para shahabat sebagai berikut :
Katakanlah, inilah jalanku, aku  mengajak kepada Allah di atas bashirah, aku dan orang-orang yang mengikutiku. Maha Suci allah dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik [Yusuf :108]
Rasulullah SAW mempunyai sunnah, dan para shahabat mempunyai sunnah. Perbuatan para shahabat rasulullah SAW kadang-kadang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh rasulullah SAW, namun ada satu hal yang menyatukan mereka.  Orang yang mengikuti jalan rasulullah dan jalan para shahabat adalah orang-orang yang mengajak manusia kepada Allah berdasarkan bashirah yang mereka miliki. Bashirah berarti penglihatan, yaitu penglihatan jiwa. Mereka tidak mengajak kepada Allah berdasarkan persangkaan mereka, tetapi menyaksikan dengan bashirah mereka.

Dalam peristiwa isra’ & mi’raj,  Rasulullah SAW melakukan mi’raj ke suatu tempat yang tidak bisa dicapai oleh makhluk selain rasulullah. Beliau SAW  adalah satu-satunya makhluk  yang bisa mencapai ufuk semesta yang tertinggi. Di tempat itu, rasulullah  SAW  bertemu dengan rasul yang memiliki kekuatan yang besar, yang bertempat di sisi pemilik ‘arsy sebagaimana diterangkan dalam alquran sebagai berikut :
Sesungguhnya (alquran) itu adalah benar-benar perkataan rasul yang mulia. Pemilik kekuatan, yang benar-benar menempati sisi pemilik ‘arsy. Yang ditaati dan terpercaya. Dan tidaklah sahabatmu (Muhammad) orang gila. Benar-benar dia telah melihatnya di ufuk  yang menjelaskan. (QS At-takwiir: 20-23)
Nabi SAW menempati ufuk tertinggi di seluruh semesta alam, dan beliau-lah makhluk yang paling mengenal Allah SWT. Rasulullah SAW beliau memiliki bashirah yang paling sempurna.
Sedang dia berada di ufuk yang tertinggi. Kemudian  dia mendekat maka dia semakin dekat. Maka jaraknya dua busur panah atau lebih dekat lagi (QS An-najm: 7-9)
Rasulullah adalah wasilah Allah, pemimpin bagi orang-orang yang menuju kepada-Nya.

Tauladan yang lain, Nabi Ibrahim a.s dikisahkan dalam alquran sebagai manusia yang hanif, mempunyai tekad untuk pergi menuju tuhannya, dan pada akhirnya jibril a.s menemui Ibrahim dan memerintahkan untuk bersuci karena tuhannya akan berbicara dengan Ibrahim. Nabi  Musa a.s bertemu dengan api suci di lembah thuwa, dan kemudian Allah memberikan perintah kepada Musa untuk memberi peringatan kepada Fir’aun. Para nabi dan para rasul dapat melihat rasulullah di ufuk tertinggi dari kedudukan masing-masing. Mereka termasuk golongan ahlussunnah, walaupun diutus sebelum rasulullah.

Bagi manusia-manusia tidak beriman, kehidupan hanyalah kehidupan dunia yang terlihat oleh mata kepalanya, sedangkan bagi orang-orang beriman, bashirah akalnya dituntun untuk berjalan memahami semesta alam hingga mencapai ufuk masing-masing, melihat ufuk yang tertinggi dan bersaksi bahwa di sana rasulullah SAW berada.  Seluruh nabi, shiddiqiin, syuhada’ dan shalihin menyaksikan bahwa nabi Muhammad adalah rasulullah. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti sunnah rasulullah SAW, termasuk dalam golongan ahlus-sunnah.

Setiap orang dituntut untuk menyempurnakan agama dalam dirinya masing-masing. Dan kesempurnaan itu tidak akan terjadi sebelum seseorang mempunyai pengetahuan bahwa nabi Muhammad adalah benar-benar Rasulullah. Sebagian manusia terlahir mengikuti syariat agama sebelum Rasulullah SAW, dan sebagian manusia terlahir mengikuti syariat Rasulullah. Mereka harus menyempurnakan agama hingga berpengetahuan bahwa nabi Muhammad adalah Rasulullah. Pengetahuan itu akan didapatkan secara sempurna jika dan hanya jika mereka mencapai kesempurnaan akhlak. Sebelum itu, semua hanyalah persangkaan belaka.

Agama (Addiin), Ibadah, Syariat dan Manhaj

Pengertian agama didefinisikan dalam Alquran sesuai dengan ayat di bawah :
“Maka tegakkanlah wajahmu bagi addiin secara hanif, yaitu fitrah Allah yang manusia diciptakan di atasnya. Tidak ada penggantian bagi ciptaan Allah. Itulah agama (addiin) yang tegak, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS 30 : 30).
Dalam surat ayat di atas, manusia diperintahkan menegakkan kehidupan untuk agama (addiin) secara hanif, yaitu pelaksanaan fitrah diri yang telah digariskan Allah bagi setiap manusia. Tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, artinya bahwa fitrah yang telah digariskan_Nya bersifat tetap, dan bahwa dengan pelaksanaan fitrah diri itulah agama menjadi tegak.

Ibadah bermakna penghambaan. Maksudnya adalah menghambakan diri kepada Allah SWT untuk menjalankan perintah-Nya. Yang dimaksud sebagai perintah-Nya bukanlah sekadar syariat, karena syariat merupakan tatacara yang diberikan Allah untuk  memenuhi kebutuhan seseorang yang bertaubat. yang dimaksud sebagai "perintah-Nya" adalah amr (urusan) rabb yang telah ditentukan sebelum dirinya dilahirkan.  Penciptaan jinn dan manusia adalah untuk beribadah sebagaimana diterangkan QS ad-dzariyat :56.  ayat tersebut  tidak menyebutkan malaikat dan makhluk lain untuk beribadah, padahal malaikat juga bersyariat. Artinya ada hal khusus dalam bentuk ibadah jin dan manusia. Yang dimaksudkan bentuk ibadah khusus itu adalah bahwa ibadah manusia dan jin itu dengan menjalankan perintah Allah SWT  sesuai fitrah diri masing-masing. Perintah itu tidak sama bagi setiap manusia, namun saling berjalin satu dengan yang lain.

Manusia dan jinn diciptakan di alam mulk yang sangat jauh dari Allah SWT, sehingga pada awalnya manusia dan jinn tidak mengenal fitrah diri masing-masing. Allah SWT memberikan jalan taubat, syariat dan manhaj,   salah satu manfaatnya agar manusia mampu  berjalan untuk mengenal fitrah diri, mencapai agama. Syariat dapat diibaratkan bagai seorang musafir yang memerlukan minuman dalam perjalanan, maka dirinya berusaha untuk mengambil air dari sumur. Menjalankan syariat bagi orang yang bertaubat diibaratkan sebagai tindakan mengambil minuman bagi jiwa, menguatkan jiwa untuk menempuh perjalanan menuju rabb dan menjalankan perintah. Sedangkan manhaj adalah  usaha untuk dapat mengikuti jejak rasulullah menjalani sunnah perjalanan beliau menuju Allah. Manhaj para sahabat di antaranya adalah mengikuti jihad rasulullah SAW dalam perang.

Bagi manusia yang mengikuti sunnah mencari fitrah diri kelak pasti akan mencapai agama, baik sebelum maupun setelah kematiannya. Beruntunglah manusia yang mengenal fitrah dirinya, dan celaka bagi orang-orang yang mendustakan. Kehidupan manusia di bumi merupakan langkah paling ideal bagi manusia untuk mengenal fitrah diri, sedangkan kehidupan yang lain sangat berat.

Untuk mencapai agama, diperlukan sikap hanif sebagaimana sikap nabi Ibrahim a.s. Beliau berjalan mencari rabbnya, meninggalkan pengetahuan lama untuk mengikuti pengetahuan baru yang lebih benar, dengan mengharap kepada rabb untuk memberikan hidayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar