Menegakkan Wajah bagi Agama
Dalam terminologi Alquran yang dimaksud sebagai agama (addiin) adalah sebuah jalan hidup sempurna sesuai dengan fitrah diri yang telah digariskan oleh Allah SWT. Untuk mencapai agama, manusia harus menempuh perjalanan panjang menaklukkan diri sendiri dan ujian yang menghadang dalam perjalanan hidupnya. Perjalanan hidup untuk mencapai agama (Addiin) itu disebut hijrah.
Pengertian agama didefinisikan dalam Alquran sesuai dengan ayat di bawah :
“Maka tegakkanlah wajahmu bagi addiin secara hanif, yaitu fitrah Allah yang manusia diciptakan di atasnya. Tidak ada penggantian bagi ciptaan Allah. Itulah agama (addiin) yang tegak, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS 30 : 30).
Manusia diperintahkan menegakkan kehidupan untuk agama (addiin) secara hanif, yaitu pelaksanaan fitrah diri yang telah digariskan Allah bagi setiap manusia. Tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, bahwa fitrah yang telah digariskan_Nya bersifat tetap. Dengan pelaksanaan fitrah diri itulah agama menjadi tegak.
Beberapa point yang dapat kita ambil dari ayat tentang agama di atas :
- Allah telah menciptakan manusia atas sebuah fitrah tertentu
- Fitrah manusia telah ditetapkan, dan tidak berubah
- Manusia diperintahkan untuk menegakkan wajah kehidupan dirinya bagi agama
- Menegakkan wajah bagi agama hanya dapat dilakukan dengan bertindak hanif
- Agama yang tegak adalah pelaksanaan fitrah diri oleh setiap manusi
Terminologi hanif diterangkan dalam kisah Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam alquran. Ibrahim telah berlaku hanif dan tidaklah termasuk golongan musyrikin semenjak kecil. Tindakan beliau bersembah kepada bintang, bulan dan matahari bukanlah sebuah kemusyrikan, karena beliau mencari apa yang sebenar-benarnya patut menjadi tuhan. Dalam semua tindakan beliau mencari kebenaran yang sejati itu, beliau bertindak secara hanif.
“Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku bagi yang telah menciptakan langit-langit dan bumi secara hanif, dan aku bukanlah termasuk golongan orang musyrik.”(QS 6:79).
Dengan ketulusan hati mencari kebenaran dan dengan segenap kemampuan akalnya, Ibrahim mencari pengetahuan tentang ayat-ayat Allah dari alam, ayat-ayat tentang bintang, bulan dan matahari. Namun dengan segenap usaha yang telah dilakukan, beliau merasa bahwa apa yang bisa dicapai dan dimengerti oleh dirinya hanyalah bagian kecil dari kebenaran yang sesungguhnya, maka beliau mengatakan sebagaimana ayat tersebut. Dari ayat tersebut, gambaran tentang hanif adalah sebagai berikut :
- Mencari pengetahuan kebenaran, dan mengikuti kebenaran yang lebih tinggi.
- Tidak berhenti dalam mencari pengetahuan kebenaran.
- Tidak merasa bahwa apa yang diperolehnya adalah kebenaran yang mutlak
kejumudan dalam beragama
Dengan
tuntutan sikap hanif dalam menegakkan wajah bagi agama, setiap orang yang
berusaha menegakkan agama seharusnya berkembang akalnya dan berpikiran terbuka terhadap hal-hal yang mengandung
kebenaran. Tetapi di jaman modern ini,
hal sebaliknya terjadi ketika
beberapa umat berselisih atas nama agama. Di kalangan umat Islam sendiri
berkembang sebuah fenomena perselisihan yang kuat antar kelompok-kelompok.
Fenomena itu bahkan berkembang kadang hingga taraf salah satu fihak tidak mengakui bahwa pihak lain bukan merupakan
bagian dari Islam hanya berdasarkan pikiran sendiri tanpa berdasarkan petunjuk dari
Alquran maupun hadits nabi.
Fenomena
perselisihan yang sering terjadi menunjukkan bahwa seseorang seringkali tidak
berusaha mencari perkataan yang lebih baik, dan
lebih berkeinginan untuk membuktikan
bahwa lawan bicaranya dalam posisi salah. Orang yang berbeda pendapat
cenderung tidak berusaha memahami frase kalimat yang diucapkan lawan bicaranya
dengan lebih komprehensif, dan lebih berusaha menekankan pemahaman atas apa yang
diucapkan dirinya. Tentu hal itu sama sekali berkebalikan dengan tuntutan sikap
hanif untuk menghadapkan wajah bagi agama. Perselisihan itu tidak membawa
manfaat karena semangat mengalahkan pihak lawan, dan tidak mempunyai ujung
penyelesaian karena masing-masing tidak berusaha mencari perkataan yang
terbaik.
Kelemahan
akal yang menimpa sebagian umat rasulullah ini telah beliau ceritakan dalam
sebuah hadits. Rasulullah
SAW menyampaikan tentang akan bangkitnya kaum yang keluar dari islam walaupun
kaum itu merupakan kaum yang membaca alquran, yang karenanya banyak manusia
akan tertipu menjadi pengikut Dajjal. Salah satu ciri yang disebutkan oleh
rasulullah adalah adanya kelemahan akal pada kaum tersebut.
Dari Ali r.a berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : di
akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara
dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia terbaik. Mereka
membaca alquran tetapi tidak melampaui kerongkongannya. Mereka keluar dari
islam sebagaimana anak panah terlepas dari busurnya. Apabila kalian bertemu
dengan mereka maka perangilah mereka, karena memerangi mereka berpahala di sisi
Allah pada berdirinya as-sa’ah (HR Muslim)
Kaum itulah yang dimaksudkan sebagai Khawarij. Rasulullah telah menerangkan bahwa akan muncul suatu kaum yang keluar dari islam (khawarij), walaupun mereka mengikuti ajaran islam. Bahkan dalam sebagian riwayat dikatakan bahwa para sahabat akan merasa minder bila membandingkan shalat, puasa dan ibadah-ibadah mereka terhadap ibadah kaum itu, tetapi kaum itu keluar dari islam sebagaimana anak panah terlepas dari busurnya. Hal yang mereka tegakkan berdasarkan pemahaman mereka terhadap agama pada dasarnya keliru sehingga mereka dikatakan keluar dari agama.
Pemahaman dalam beragama harus berangkat dari
sikap hanif, berupa sikap tulus dalam berusaha sungguh-sungguh mengenal kebenaran dan melakukan amal
berdasar kebenaran dari segala sesuatu yang hadir dalam semesta dirinya. Doktrin-doktrin
kebenaran yang diterima tanpa sebuah sikap hanif boleh jadi akan melontarkan
seseorang keluar dari Islam sebagaimana anak panah terlempar dari busurnya,
sementara dirinya merasa sebagai seorang pejuang untuk agama. Hal itulah yang
menimpa kaum khawarij yang harus diperangi oleh
umat rasulullah.
Pendidikan agama harus diarahkan untuk
pembentukan karakter hanif sebelum diberikan indoktrinasi ajaran agama.
Ketiadaan sikap hanif pada tahap awal akan menjadikan seseorang menjadi lemah
akal, dan pada akhirnya akan menjadikan seseorang menghayati pendidikan agama
secara salah. Seorang anak yang diberi doktrin-doktrin agama tanpa sikap hanif boleh
jadi akan mudah menjadi orang yang merasa sebagai pemilik kebenaran tanpa
mengetahui kebenaran secara menyeluruh dan akhirnya malah melontarkannya menjauh
dari agama.
Hal itulah
yang menimpa hampir seluruh umat manusia jaman modern, sehingga keberagamaan
dipandang sebagai sesuatu kelompok yang menjadi pemilik kebenaran yang membawa
perselisihan terhadap klaim benar dan salah. Umat manusia tidak bergerak untuk
mengenal kebenaran yang lebih tinggi tetapi terjebak dalam kebenaran yang
statis, atau bahkan mungkin sebenarnya bisa dikatakan terjebak dalam waham
kebenaran. Dalam jebakan waham kebenaran, satu orang berselisih dengan orang
lain, satu kaum berselisih dengan kaum
yang lain dan satu umat berselisih dengan umat yang lain. Masing-masing merasa
sebagai pemilik kebenaran sehingga perbedaan pendapat itu tidak membawa
manfaat.
Keber-agama-an
harus dilihat sebagai usaha untuk menjalankan perintah sang Pencipta, yang
mempunyai nama-nama baik dan sifat yang baik. Segala cela dan kekurangan
berasal dari makhluk sedangkan tidak ada cacat dan cela sedikitpun dalam segala
kehendak-Nya. Dengan menyadari hal itu, seseorang yang berusaha menjalankan
perintah-Nya dengan ikhlas harus juga berusaha mengenali dan menghindari segala
cela dalam usahanya, karena syaitan akan menjadikan manusia memandang baik
segala usaha manusia termasuk keburukan
dan cacat yang ada dalam usaha itu.
Pada jaman
ini bersikap hanif tidaklah seperti perbuatan Ibrahim muda yang bersembah kepada bintang, bulan dan
matahari. Agama pada jaman ini telah diturunkan kepada para nabi hingga akhirnya
disempurnakan kepada rasulullah Muhammad SAW. Bersikap hanif pada jaman ini
adalah berusaha dengan tulus memahami kebenaran dan menjalankannya sesuai dengan
tuntunan nabi. Kebenaran demi kebenaran harus dipahami hingga akhirnya
mengantarkan setiap diri bersaksi bahwa
Rasululllah SAW adalah makhluk yang paling mulia, membawa kebenaran paling
tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar