Pencarian

Senin, 16 Desember 2019

Akal dan Thaghut

Setiap mukmin harus berusaha untuk mengenal Allah SWT dengan menumbuhkan pohon kalimah thayyibah dalam dirinya. Pohon itu adalah akal yang ada di dalam jiwanya, yaitu bagian seseorang yang menghubungkan dirinya dengan cahaya Allah. Tanpa pertumbuhan akal tidak akan tumbuh pemahaman seseorang atas cahaya Allah, dan tidak akan tumbuh pengenalannya kepada Allah. 

Akal jiwa tidak sama dengan logika. Akal jiwa adalah kecerdasan untuk mengenali kebenaran dari Allah, sedangkan Logika adalah kecerdasan yang tumbuh pada tataran jasadiah, yang ditentukan oleh perkembangan hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan entitas yang tumbuh pada jasad manusia yang hidup karena adanya interaksi dengan jiwa. Akal jiwa itu akan tumbuh bila seseorang mempunyai keinginan untuk memperhatikan alam sekitarnya dengan hatinya, sebaliknya kecerdasan hawa nafsu cenderung akan tumbuh dengan kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri. 



أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَتَكُونَ لَهُمۡ قُلُوبٞ يَعۡقِلُونَ بِهَآ أَوۡ ءَاذَانٞ يَسۡمَعُونَ بِهَاۖ فَإِنَّهَا لَا تَعۡمَى ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَلَٰكِن تَعۡمَى ٱلۡقُلُوبُ ٱلَّتِي فِي ٱلصُّدُورِ [ الحج:46-46] 

maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. [Al Hajj:46] 



Akal jiwa itulah yang harus tumbuh di dalam diri setiap mukmin untuk mengenal Allah. Dengan akal itulah pohon kalimah thayyibah dalam diri seseorang dapat tumbuh untuk memahami kehendak Allah bagi dirinya, mencerap cahaya Allah yang sampai kepada dirinya dengan baik. Tanpa akal, cahaya Allah yang menerangi setiap penciptaan tidak mendatangkan makna bagi seseorang. 

Thaghut Menutup Akal 


Dalam sebuah hadits, sebagian mengatakan hadits dlaif, rasulullah SAW bersabda : “agama adalah aql, tidak ada agama bagi yang tidak memiliki aql”. Bila dipahami bahwa akal yang dimaksud adalah akal sebagai organ untuk mencerap cahaya Allah, maka hadits ini adalah benar tanpa keraguan dalam sisi matan. Agama adalah tumbuhnya kekuatan untuk memahami cahaya Allah. Tidak ada agama bagi orang yang tidak berusaha memahami cahaya Allah yang terhampar di alam penciptaan. 

Tanpa menumbuhkan akal, boleh jadi seseorang akan terjebak dalam penyembahan kepada thaghut. Thaghut akan membawa manusia dari cahaya menuju kegelapan. Thaghut bukanlah berhala yang terlihat jelas bagi manusia, tetapi berhala yang terlihat seperti cahaya bagi manusia, tetapi kemudian membawanya menuju kegelapan. Orang-orang yang menyembah berhala thaghut itu menyangka bahwa dirinya mengikuti cahaya, akan tetapi sebenarnya mereka bersembah kepada thaghut yang menyesatkan. Bahkan acapkali seseorang yang tersesat dalam kegelapan karena thaghut lebih sulit untuk disadarkan daripada orang-orang yang hidup dalam kegelapan. 


ٱللَّهُ وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَوۡلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّٰغُوتُ يُخۡرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَٰتِۗ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ [ البقرة:257-257] 

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah thaghut, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [Al Baqarah:257] 

Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang Allah angkat dari kehidupan yang gelap menuju cahaya. Kehidupan mereka mungkin dahulunya gelap, akan tetapi Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Tentulah orang itu mengerti bahwa Allah telah memindahkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Pengenalan kehidupan dalam cahaya adalah fungsi dari akal dalam diri seorang mukmin. Tanpa adanya akal, seseorang tidak akan mengetahui apakah dirinya berada dalam kegelapan atau berada dalam kehidupan penuh cahaya. Kejahatan diri ataupun kebaikan tidak akan terasakan oleh orang-orang tanpa akal. 

Sebagian di antara umat nabi adalah orang-orang kafir. Mereka pernah berada dalam kehidupan cahaya akan tetapi kemudian thaghut mengeluarkan mereka dari kehidupan penuh cahaya menuju kehidupan yang gelap. Hal ini terkait dengan tipuan syaitan terhadap akal. Syaitan membuat mereka memandang baik apa yang mereka kerjakan. Syaitan menipu akal mereka sehingga menganggap pemahaman-pemahaman mereka adalah kebaikan, padahal itu adalah waham kegelapan. Kaum khawarij merupakan contoh orang-orang yang terjebak dalam waham tauhid yang salah, bersembah kepada thaghut. 

Penyembahan Thaghut 

Thaghut merupakan tuhan yang disembah karena kelemahan akal. Perkataan-perkataan tentang Allah yang disusun berdasarkan hawa nafsu dan diajarkan kepada manusia tanpa menumbuhkan akal jiwa dapat menjerat manusia dalam penyembahan kepada thaghut. Akal jiwa menjadi kunci agar manusia tidak bersembah kepada thaghut, yaitu akal jiwa yang berguna untuk mengenal kebaikan bagi semua, bukan kecerdasan yang menuntut penyembahan diri. 

Dalam tataran jasadiah, seorang nabi pun dapat menjadi berhala bagai para pengikutnya. Nabi Isa a.s dengan mu’jizatnya yang menakjubkan menjadi berhala bagi sebagian besar umat yang mengikutinya. Demikian pula banyak para alim ulama dan para pendeta yang menjadi berhala bagi para pengikutnya. Penyembahan itu bermula dari akal jiwa yang tidak tumbuh dalam menempuh jalan agama. Umat yang mengikuti nabi, alim ulama atau para rahib tanpa menumbuhkan akal jiwa akan rentan terjebak dalam penyembahan terhadap panutannya. Seringkali penyembahan itu bukan berupa sikap menjadikan seseorang menjadi tuhan, tetapi sikap mengikuti panutan dengan mengesampingkan akal dalam dirinya. 


‘Adi bin Hatim berkata bahwa dirinya mendatangi Nabi SAW dan di lehernya terdapat salib dari emas. Nabi SAW bersabda : “Wahai ‘Adi buang berhala yang ada di lehermu.” Dia mendengar Nabi SAW membaca : 

ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٣١ 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, 

« أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ 

“Adapun mereka tidaklah menyembah rahib mereka. Akan tetapi, mereka menghalalkan apa yang dihalalkan oleh rahib mereka dan mengharamkan apa yang diharamkan rahib mereka.” (HR. Tirmidzi no. 3095). 

Kisah ‘Adiy bin Hatim menggambarkan bagaimana manusia terjatuh pada penyembahan-penyembahan kepada sesuatu yang tampak sebagai cahaya. Pembawa cahaya itu pada dasarnya akan menuntun orang yang mengikutinya untuk semakin dekat dengan Allah. Akan tetapi kadangkala manusia terjebak dalam sikap-sikap penyembahan tersamar kepada pembawa cahaya-cahaya itu, bila akal yang ada dalam dirinya tidak ditumbuhkan. 

Menghalalkan apa-apa yang dihalalkan oleh para alim ulama atau para rahib, sementara hal itu merupakan suatu yang diharamkan adalah sebuah bentuk penyembahan terhadap alim ulama atau rahib. Demikian pula mengharamkan apa-apa yang diharamkan para alim ulama atau para rahib, sementara hal itu merupakan sesuatu yang dihalalkan juga merupakan sebuah bentuk penyembahan terhadap alim ulama atau rahib. Tidak boleh seseorang mengikuti seorang alim tanpa menumbuhkan akal sama sekali. Demikian pula para alim ulama tidak boleh membiarkan sikap membebek tumbuh pada umatnya hingga akal mereka tidak tumbuh untuk mengenal Allah. 

Setiap manusia harus menumbuhkan akal jiwanya agar agama di dalam dirinya tegak. Agama adalah akal yang mencerap cahaya Allah bagi dirinya dan semestanya. Tidak ada agama bagi orang yang tidak menumbuhkan akalnya. Kaum khawarij merupakan contoh lain bentuk penyembahan pada thaghut. Mereka mengikuti teks-teks yang merupakan pembawa cahaya, tetapi tidak berusaha memahaminya sesuai dengan kehendak Allah berdasarkan akalnya, tetapi mengikuti perkataan-perkataan sumir dari para alim ulama mereka.  Para alim mereka mencampuradukkan pengertian akal dengan logika jasadiah, kemudian mencegah umat islam untuk menumbuhkan akal. Para alim mereka kebanyakan pada dasarnya juga tidak mengetahui apa yang dimaksudkan dengan akal dalam firman Allah. Mereka adalah para shagair yang dijadikan panutan, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar