Pencarian

Kamis, 13 Juli 2017

Fitnah dan Ayat-ayat Mutasyabihat

Umat islam saat ini sedang dilanda fitnah sehingga banyak muslimin yang memerangi saudara muslim lainnya. Salah satu penyebab dari munculnya fitnah adalah penggunaan ayat-ayat mutasyabihat yang digunakan oleh orang-orang yang dalam hatinya terdapat kecondongan untuk menimbulkan fitnah di antara umat islam.
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecondongan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya (QS Ali Imran : 7)
Sebagian muslimin menimbulkan fitnah bagi sebagian yang lain dengan menggunakan takwil ayat-ayat untuk  dipersamakan  dengan amal-amal muslimin yang lain, sehingga muslimin yang lain mendapatkan tuduhan yang tidak benar.

Alquran merupakan kitab Allah yang paling sempurna, terjaga dari kebengkokan dan perubahan,  menjadi tali yang akan membimbing manusia menapaki sunnah rasulullah SAW hingga mencapai telaga al-kautsar. Tidak akan tersesat orang-orang yang mengikuti Alquran dalam menapaki sunnah rasulullah hingga mencapai telaga al-kautsar, kecuali orang-orang yang terdapat dalam hatinya kecondongan. Mereka tersesat karena mengikuti orang-orang yang mencari-cari fitnah dan takwil dari ayat-ayat yang mutasyabihat.

Fitnah menunjukkan sesuatu yang terjadi tidak sebagaimana yang terlihat.  Demikian pula muslimin yang mendapatkan fitnah oleh orang-orang yang menggunakan ayat mutasyabihat, sebenarnya mereka tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan. Mereka beramal berdasarkan tuntunan-tuntunan  petunjuk rasulullah SAW, dan sama sekali tidak bermaksud untuk melanggar hal-hal yang dituduhkan pihak lainnya. Akan tetapi karena adanya kecondongan pada hati orang-orang yang menuduhnya, maka dilemparkanlah tuduhan terhadap  amal-amal mereka.

Fitnah di antara Umat Islam

Di antara fitnah yang sering dilontarkan terhadap muslimin adalah tuduhan kemusyrikan terhadap orang-orang yang gemar berziarah kubur.  Mereka berniat dan berusaha untuk  melakukan hal-hal yang mengingatkan diri terhadap dekatnya maut, dan mereka berusaha melakukan napak tilas terhadap orang-orang shalih yang telah hidup sebelum mereka. Akan tetapi orang-orang yang mempunyai kecondongan dalam hatinya mencari-cari fitnah dan takwil berdasarkan ayat mutasyabihat yang bisa mereka temukan.  Di antara ayat yang mereka gunakan adalah sebagaimana ayat ini :
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang murni. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar( QS Az-Zumar : 3)
Sebagian muslimin dituduh sebagai penyembah orang-orang  sholeh oleh muslimin lain  yang mencari-cari fitnah berdasarkan takwil. Para penuduh itu tidak mau memahami bahwa muslimin yang mereka tuduh melakukan amal berdasarkan tuntunan yang lain dari rasulullah SAW.  Seringkali duduk permasalahan yang sebenarnya dalam perkara tuduhan itu  tidak mempunyai arti penting bagi penuduh, karena sebenarnya mereka hanya berusaha menimbulkan fitnah, sehingga penjelasan dan tabayyun terhadap amal-amal yang dituduh tidak mempunyai arti bagi penuduh.

Tentu saja hal itu menimbulkan perselisihan di antara muslimin, dan perselisihan itulah yang kelak akan Allah putuskan perkaranya di antara mereka. Tidak akan terdapat titik temu penyelesaian dalam perselisihan itu, karena memang ada pihak yang tidak mempunyai keinginan mencari titik temu dan pemecahan masalah. Sebagian di antara yang berselisih hanyalah berusaha mencari-cari dan menimbulkan fitnah. Mereka adalah orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.

Para pendusta dan sangat ingkar itu adalah orang-orang yang mengambil wali-wali selain Allah. Mereka adalah orang-orang yang menyembah para wali-wali mereka selain Allah, dan menganggap wali-wali mereka adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini merupakan salah satu kepelikan yang muncul dalam perselisihan di antara muslimin, karena masing-masing pihak merasa sebagai orang-orang yang mencari jalan kepada Allah, baik orang-orang yang mengikuti para pendusta dan sangat ingkar ataupun orang-orang yang benar-benar mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Hal itulah yang harus dicari penjelasannya dari tuntunan rasulullah SAW dalam perkara itu. Mustahil ditemukan titik terang permasalahannya tanpa melihat tuntunan dari rasulullah SAW ataupun dari ayat-ayat lain dari Alquran. Setiap pihak akan mempunyai alibi dan alasan untuk merasa benar. 

Tuhan dari kalangan Alim dan Rahib

Permasalahan menjadikan para alim dan rahib sebagai tuhan ini merupakan perihal pelik di setiap agama. Orang-orang yahudi mengatakan bahwa Uzair adalah anak Allah, sedangkan orang Nasrani mengatakan bahwa Isa ibn Maryam adalah anak Allah. Ini hanyalah perkataan-perkataan yang mereka buat-buat saja tanpa pengetahuan, sebagaimana perkataan orang-orang kafir tentang tuhan-tuhan mereka. Yahudi dan nasrani berbuat demikian padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Ilah yang esa tidak ada Ilah selain Dia.
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan  Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Mahaesa; tidak ada Tuhan selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan." [At-Taubah: 31]
Umat islam akan dilanda penyakit yang sama dengan umat yahudi dan umat nasrani, dalam bentuk yang berbeda. Orang islam akan menjadikan orang-orang alim dan rahib di antara mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Akan tetapi umat islam tidak akan mengatakan bahwa  orang-orang alim dan rahib itu sebagai anak Allah, sekalipun terhadap rasulullah SAW, akan tetapi mereka akan berbuat demikian dalam bentuk yang lain. Dalam sebuah hadits, rasulullah SAW menjelaskan ayat tersebut :
Ketika Adiy bin Hatim r.a mendengar ayat ini (QS At-Taubah : 31), ia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka." Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya:  Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan, kemudian kalian menghalalkannya. Dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan, kemudian kalian mengharamkannya?!" Ia menjawab, "Ya. benar." Maka beliau bersabda, "Itulah bentuk ibadah kepada mereka." [Hadits Riwayat. At-Tirmidzi]
Umat islam tidak akan dengan sengaja beriktikad  menjadikan orang-orang alim dan rahib mereka sebagai tuhan yang patut untuk disembah. Hal itu sangat diketahui oleh para shahabat yang hidup di jaman rasulullah SAW, sebagaimana telah diungkapkan oleh Adiy bin Hatim r.a yang berkata : "Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka”. Para shahabat jaman rasulullah SAW sangat mengenal bahwa islam tidak akan dapat dibengkokkan sehingga  tidak memungkinkan terjadinya penyembahan kepada para alim dan rahib secara sengaja dengan iktikad demikian.

Penyembahan para alim dan rahib di kalangan umat islam akan terjadi dalam bentuk lain berupa mengikuti penghalalan para alim dan rahib mereka atas apa yang diharamkan Allah dan pengharaman mereka atas apa yang Allah halalkan. Itulah bentuk menjadikan para alim dan rahib sebagai tuhan  yang mungkin terjadi di antara umat islam. Tidak akan terjadi di antara umat islam  seseorang atau sekelompok orang yang menganggap para alim atau rahib  di antara mereka atau yang mendahului mereka sebagai tuhan yang patut disembah. Tidak ada satupun orang yang mengatakan itu kecuali jelas dikenal bahwa mereka bukan termasuk orang islam.

Hal sumirlah yang akan menjebak umat islam dalam perkataan sebagaimana perkataan orang yahudi dan nasrani, dan orang-orang kafir sebelum mereka, yaitu berupa kesertaan umat islam untuk mengikuti penghalalan para alim dan rahib mereka atas apa yang diharamkan Allah dan pengharaman mereka atas apa yang dihalalkan oleh Allah. Orang-orang yang mengikuti para alim dan rahib tanpa peduli pada maksud dan ketentuan halal dan haram sesungguhnya terjebak pada sikap mempertuhan para alim dan rahib.  Setiap insan harus peduli pada tujuan sunnah/perjalanan yang diajarkan rasulullah, dan peduli pada hal-hal berupa ketentuan halal dan haram, dan mengikuti ketentuan tersebut sesuai dengan ketentuan Allah,  bukan sekadar ketentuan yang dikatakan oleh para alim dan rahib panutan mereka. 

Penghalalan yang apa yang diharamkan Allah

Di antara bentuk penghalalan atas apa yang diharamkan Allah adalah mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Membuat-buat perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan adalah termasuk  perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 surat Al-A’raaf. Membuat teori tauhid tanpa pengetahuan terhadap Allah SWT adalah hal yang diharamkan. Orang yang mengenal Allah SWT mempunyai ciri yang jelas, yaitu setidaknya mereka mengenal untuk apa diri mereka diciptakan.

Orang yang mengadakan perkataan-perkataan tentang Allah sebagai kedustaan adalah orang-orang yang paling dzalim. Tidak ada orang yang lebih dzalim daripada orang yang mengadakan perkataan-perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan sebagai kedustaan. Keadaan mereka sama dengan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Apabila ayat Allah dibacakan secara benar kepada mereka, maka mereka akan mendustakan bacaan itu.
Maka siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa. (QS Yunus : 17)
Mereka itu adalah orang-orang yang menyembah  selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan. Orang-orang yang mengikuti perbuatan membuat perkataan-perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan berimplikasi menjadi penyembah orang-orang yang membuat perkataan-perkataan itu.

Para penyembah para alim dan rahib membuat struktur kerahiban untuk menjalankan urusan syariat, dan memberikan gelar-gelar keilmuan secara berlebihan kepada para alim di antara mereka tanpa pengetahuan yang benar. Mereka  menganggap bahwa orang-orang yang mereka sembah adalah para pemberi syafaat kepada mereka di sisi Allah. Banyak perkataan orang alim dan rahib yang mereka pertuhankan sebenarnya tidak menyentuh pengetahuan yang benar atau bahkan bertentangan dengan kitab Allah. Menurut mereka, kitabullah mutlak perlu ditafsirkan oleh para alim dan rahib yang mereka pertuhankan, sedangkan manusia tidak akan mampu memahami kitabullah dengan benar tanpa tafsir mereka.

Pemberian gelar-gelar keilmuan terhadap para alim mereka itu hanyalah pengabaran kosong kepada Allah perihal apa yang tidak diketahui Allah. Dalam pengetahuan Allah, orang-orang yg mereka pertuhankan tidaklah mempunyai pengetahuan sebagaimana gelar yang mereka dengung-dengungkan. Mereka mengabarkan kepada Allah berita kosong yg berbeda dengan pengetahuan Allah.
Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).(QS Yunus : 18)
Mereka menjadikan para alim dan rahib mereka sebagai tuhan-tuhan. Ketika para alim mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yg halal, mereka mengikutinya tanpa memeriksa kehalalan dan keharaman perihalnya.  Ketika para alim dan rahib mereka menganggap kafir orang-orang mukmin, mereka mengikutinya tanpa memeriksa dengan teliti perihal pengkafiran yang dimaksudkan oleh alquran. Mereka mengambil ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan  fitnah di antara orang-orang mukmin. 

Di antara ayat yang digunakan untuk menghalalkan pengkafiran adalah sebagai berikut :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan  di antara yang demikian (iman atau kafir),
merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (QS An-Nisaa : 150-151)

Di antara orang-orang yang mengikuti nabi, terdapat orang-orang yang  mengatakan bahwa dirinya beriman kepada sebagian dan kafir terhadap sebagian yang lain. Dengan perkataan itu, mereka bermaksud untuk mencari jalan lain sehingga mereka tidak dikatakan sebagai orang-orang kafir akan tetapi sebenarnya mereka tidak beriman.

Mereka itulah orang-orang yang sebenar-benarnya kafir. Mereka tidak akan beriman walaupun mereka berada di antara orang-orang beriman. Mereka termasuk orang-orang kafir walaupun mereka tidak berada di antara orang-orang kafir. Mereka adalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Bagi mereka telah disediakan siksaan yang menghinakan.

Orang-orang yang mengikuti para alim dan rahib yang mengkafirkan muslimin lainnya tidak memeriksa dengan teliti perihal tersebut, sehingga mereka ikut menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Dengan demikian mereka menjadikan para alim dan rahib mereka sebagai tuhan.  Ayat mutasyabihat seperti di atas digunakan dengan serampangan untuk mengkafirkan orang-orang islam yang lain, tidak menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam golongan kafir yang sesungguhnya.

Jalan di antara kekafiran dan dan keimanan yang mereka tempuh merupakan jalan yang paling buruk di antara jalan kalangan  munafikin. Hal itu dijelaskan dalam ayat sebagai berikut :
Kemudian kalian memerangi  diri kalian  dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (QS Al-Baqarah : 85)
Mereka menempuh jalan yang tidak ditempuh oleh orang-orang yang menampakkan kekafiran secara jelas, dan mereka tidak juga menempuh jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang beriman. Jalan yang mereka tempuh  adalah berupa perbuatan memasuki  golongan muslimin kemudian memerangi orang-orang yang menjadi saudara mereka dalam islam, mengusir segolongan di antara mereka dari kampung halamannya, dan membantu untuk terjadinya dosa dan permusuhan di antara  muslimin. Mereka masuk dalam golongan orang-orang muslimin, akan tetapi kemudian mereka memerangi orang-orang muslimin. Mereka itulah orang-orang yang beriman dengan sebagian dan kafir terhadap sebagian.

Keterangan alquran telah tersedia dengan sedemikian jelas, akan tetapi orang-orang yang mempertuhankan para alim dan rahib tidak pernah memeriksa dengan akalnya tentang pengharaman dan penghalalan. Mereka menggunakan ayat-ayat mutasyabihat dengan serampangan untuk membangkitkan fitnah di antara kaum muslimin. Banyak perbuatan dosa, permusuhan dan keributan di antara umat islam akibat ulah mereka, sementara mereka memperlihatkan diri sebagai orang islam. Mereka seolah-olah peduli dengan dengan keadaan orang-orang islam dengan menebus para tawanan perang dari kalangan umat islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar